Rabu, 22 Juni 2016

 Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Di Indonesia dan Malaysia”




M A K A L A H

Di ajukan sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Perbandingan Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Indonesia Manado.




Di susun oleh Kelompok III :
 Rifan Takaliuang/ 13-400-041


Universitas Pembangunan Indonesia Manado
Fakultas Hukum

2016







Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan yang maha kuasa, karena atas tuntunannya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Perbandingan Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba di Indonesia dan Malaysia“ sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah perbandingan hukum pidana.
Kami berterima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan dan membantu kami dengan memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini sehingga boleh selesai dengan baik. Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan yang ditemukan sehingga penulis menerima setiap masukan, kritikan dan saran yang positif guna memperbaiki setiap kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ini.
Kami berharap penulisan ini dapat berguna dan bermanfaat kepada orang banyak sehingga kita bisa memperoleh pengetahuan yang baru dalam setiap penjabaran materi dalam proposal ini.

Manado, Juni 2016
Kelompok III








Daftar Isi
Kata Pengantar.............................................................................................i
Daftar Isi ....................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ................................................................................1
B.     Rumusan Masalah ...........................................................................2
C.     Manfaat Penelitian ..........................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Narkoba.........................................................................3
B.     Penggolongan Narkoba...................................................................3
C.     Jenis-jenis Narkoba ........................................................................4
D.    Bahaya Narkoba .............................................................................5
BAB III. PEMBAHASAN
A.    Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba di Indonesia .................8
B.     Penanggulangan Tindaak Pidaana Narkoba di Malaysia..............13
BAB IV. PENUTUP
A.    Kesimpulan ..................................................................................24
B.     Saran ............................................................................................24
Daftar Pustaka ..........................................................................................iii






Daftar Pustaka
*      UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotia Pasal 1 ayat (1)
*      UU No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika pasal 1 ayat (1)
*      Akta Dadah Berbahaya 1952, Akta 234 Akta Penagih Dadah (Rawatan Pemulihan) 1983 (Akta 283), Lembaga Penyelidikan Undang-Undaang, Internasional Law Book Services, Selangor. 2009, h. 12.
*      Mohamad Sabri Yususf dan Che Mat Che Bakar, Penyalahgunaan dan Pengedaran Dadah di Malaysia, Dewan bahasa dan pustaka, 2008, edisi kedua, h. 86-87.
*      M. Arief Hakim, Bahaya Narkoba Dan Alkohol Cara Islam Mencegah, Mengatasi Dan Melawan, Bandung, Komp. Cijambe Indah, Mei 2004, Cet Pertama, h. 82.
*      http://www.hmetro.com.my/articles/Menggigiltakdapatdadah/Article,diakses pada10/2/2011 pada jam
*      SKRIPSI a/n SHAIDAH BINTI OTHMAN, Implementasi Aturan Jinayah Narkoba Menurut Akta 234 Akta Penagih Dadah Akta Dadah Berbahaya 1952 di Malaysia, Jakarta, 2011.
*      Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Data Tindak Pidana Narkoba Tahun 2007-2011.




BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pengaturan narkotika berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bertujuan untuk menjamin ketersedian guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan narkotika, serta pemberantasan peredaran gelap narkotika.
Penyalahgunaan narkotika di Indonesia sudah sampai ketingkat yang sangat mengkhawatirkan, fakta dilapangan menunjukan bahwa 50% penghuni LAPAS (lembaga pemasyarakatan) disebabkan oleh kasus narkoba atau narkotika. Berita kriminal di media masa, baik media cetak maupun elektronik dipenuhi oleh berita penyalahgunaan narkotika. Korbannya meluas kesemua lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa, artis, ibu rumah tangga, pedagang , supir angkot, anak jalanan, pejabat dan lain sebagainya. Narkoba dengan mudahnya dapat diracik sendiri yang sulit didiktesi. Pabrik narkoba secara ilegalpun sudah didapati di Indonesia.
Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkoba atau narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika  tersebut.
Tindak pidana narkoba atau narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), memberikan sangsi pidana cukup berat, di samping dapat dikenakan hukuman badan dan juga dikenakan pidana denda, tapi dalam kenyataanya para pelakunya justru semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan sangsi pidana tidak memberikan dampak atau deterrent effect terhadap para pelakunya.
Gejala atau fenomena terhadap penyalahgunaan narkotika dan upaya penanggulangannya saat ini sedang mencuat dan menjadi perdebatan para ahli hukum. Penyalahgunaan narkoba atau narkotika sudah mendekati pada suatu tindakan yang sangat membahayakan, tidak hanya menggunakan obat-obatan saja, tetapi sudah meningkat kepada pemakaian jarum suntik yang pada akhirnya akan menularkan HIV.
Perkembangan kejahatan narkotika  pada saat ini telah menakutkan kehidupan masyarakat. Dibeberapa negara, termasuk Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan program pencegahan dari tingkat penyuluhan hukum sampai kepada program pengurangan pasokan narkoba atau narkotika.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang muncul adalah:
1.      Bagaimana penanggulangan tindak pidana narkoba di Indonesia ?
2.      Bagaimana penanggulangan tindak pidana narkoba di Malaysia ?

C.    Manfaat  Penulisan
Adapun manfaat yang boleh kita dapat dari hasil membandingan kedua bentuk system hukum pidana dalam menangani penanggulangan tindak pidana narkoba di Indonesia dan Malaysia, yaitu :
1.      Kita dapat mengetahui system hukum yang dikenakan terhadaap tindak pidana narkoba di Indonesia dan Malaysia.
2.      Kita dapat melihat kekurangan dan kelebihan dari masing-masing sistem hukum yang berbeda ini sehingga kita dapat memperbaiki sitem hukum kita yang di rasa kurang dan belum cukup memberikan efek jera terhadap pelaku-pelaku narkoba yang ada sehingga tujuan hukum dapat tercapai.




BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Narkoba
Narkoba merupakan singkatan dari (Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya). Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum seperti polisi (termasuk didalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas Pemasyarakatan. Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah Napza yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi pada intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada tiga jenis zat yang sama. 
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan- golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini[1]. Psikotropika adalah “zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”. [2] Bahan adiktif lainnya adalah “zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan”.
B.     Penggolongan Narkoba
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :
  1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Daun Kokain, Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/ Ecstasy, dan lebih dari 65 macam jenis lainnya.
  2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin,Petidin, Fentanil, Metadon, dll.
  3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina, Proiram da nada 13 maca, termasuk beberapa campuran lainnya.
C.    Jenis-Jenis Narkoba
1.      Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupakan alkaloida utama dari opium (C17H19NO3). Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan. 
2.      Codein termasuk garam turunan dari opium dan candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.
3.      Heroin (putaw) mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir – akhir ini. Heroin yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik. 
4.      Methadon saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol), methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane dan apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid. Nama popoler jenis opioid : putauw, etep, PT, putih.
5.      Demerol, nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.
6.      Candu. Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai “Lates”. Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak, burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan cara dihisap.
D.    Bahaya Narkoba
1)      Menurut Efeknya
*      Halusinogen, efek dari narkoba ini bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi ber-halusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata contohnya kokain & LSD;
*      Stimulan, efek dari narkoba ini bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu , dan cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu;
*      Depresan, efek dari narkoba ini bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw;
*      Adiktif, Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif , karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak,contohnya ganja , heroin , putaw 

"Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian".
2)      Menurut Jenisnya
*      Opioid: Depresi berat, apatis, rasa lelah berlebihan, malas bergerak, banyak tidur, gugup, gelisah, selalu merasa curiga, denyut jantung bertambah cepat, rasa gembira berlebihan, banyak bicara namun cadel, rasa harga diri meningkat, kejang-kejang, pupil mata mengecil, tekanan darah meningkat, berkeringat dingin, mual hingga muntah, luka pada sekat rongga hidung, kehilangan nafsu makan, turunnya berat badan.
*      Kokain: Denyut jantung bertambah cepat, gelisah, rasa gembira berlebihan, rasa harga diri meningkat, banyak bicara, kejang-kejang, pupil mata melebar, berkeringat dingin, mual hingga muntah, mudah berkelahi, pendarahan pada otak, penyumbatan pembuluh darah, pergerakan mata tidak terkendali, kekakuan otot leher.
*      Ganja: Mata sembab, kantung mata terlihat bengkak, merah, dan berair, sering melamun, pendengaran terganggu, selalu tertawa, terkadang cepat marah, tidak bergairah, gelisah, dehidrasi, tulang gigi keropos, liver, saraf otak dan saraf mata rusak, skizofrenia.
*      Ectasy: Enerjik tapi matanya sayu dan wajahnya pucat, berkeringat, sulit tidur, kerusakan saraf otak, dehidrasi, gangguan liver, tulang dan gigi keropos, tidak nafsu makan, saraf mata rusak.
*      Shabu-shabu: Enerjik, paranoid, sulit tidur, sulit berfikir, kerusakan saraf otak, terutama saraf pengendali pernafasan hingga merasa sesak nafas, banyak bicara, denyut jantung bertambah cepat, pendarahan otak, shock pada pembuluh darah jantung yang akan berujung pada kematian
*      Benzodiazepin: Berjalan sempoyongan, wajah kemerahan, banyak bicara tapi cadel, mudah marah, konsentrasi terganggu, kerusakan organ-organ tubuh terutama otak 













BAB III. PEMBAHASAN
A.    Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba di Indonesia
Yang dimaksud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman papever, opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti  morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika.
Berdasarkan rumusan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 diatas, penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa tanaman atau barang ditetapkan sebagai narkoba atau bukan setelah melalui uji klinis dan labotarium oleh Depertemen Kesehatan.
Mengingat betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini, maka perlu diingat beberapa dasar hukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana narkotika berikut ini:
  1. Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
  2. Undang-undang RI No. 7 tahun 1997 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Illicit Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 ( Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika, 1988)
  3. Undang-undang  RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti UU RI No. 22 tahun 1997.
Untuk pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35 tahun 2009  tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
  1. Sebagai pengguna
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009  tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.
  1. Sebagai pengedar
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun 2009  tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.
  1. Sebagai produsen
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.
Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota.
Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional.
Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Namun demikian, dalam tataran implementasi, sanksi yang dikenakan tidak sampai pada kategori maksimal. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, kasus yang diproses memang ringan, sehingga hakim memutuskan dengan sanksi yang ringan pula. Kedua, tuntutan yang diajukan relatif ringan, atau bahkan pihak hakim sendiri yang tidak memiliki ketegasan sikap. Sehingga berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan
Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal).
Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:
a)      takut berbuat dosa;
b)      takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang bersifat imperatif;
c)      takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi.
Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya hukum pemerintah Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Dengan demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang tersebut dapat menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, serta menjadi acuan dan pedoman kepada pengadilan dan para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan undang-undang, khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap kejahatan yang terjadi.
Persentasi Tindak Pidana Narkoba di Indonesia Tahun 2007-2011 di Indonesia

B.     Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba di Malaysia
1.      Sistem Hukum di Malaysia
a.      Lokasi, Luas dan Topgrafi
Malaysia terletak di Asia Tenggara. Daratan Malaysia terbagi menjadi Malaysia Barat dan Malaysia Timur. Malaysia terletak di Semenanjung Malaya dan dibatasi oleh Singapura di sebelah selatan dan Thailand di sebelah utara. Di sebelah barat, menyebrangi Selat Malaka, terdapat pulau Sumatera, sedangkan pada sebelah timur terdapat Laut Cina Selatan. Malaysia timur, terletak di sepertiga bagian utara pulau Kalimantan, dengan sebagian dari Indonesia di sebelah selatan dan sebagian Brunei yang terletak diantara dua negara bagian Malaysia Barat (Sabah dan Sarawak). Sebesar 120.000 km² Malaysia Barat terdiri dari daratan pantai dimana sebelah timur dan barat berada ditengah-tengah bukit pegunungan. Malaysia Barat yang luasnya mencapai 200.000 km² lebih banyak terdapat hutan dataran rendah dan sungai di negara bagian Sarawak dan daratan pantai yang naik sampai pada pegunungan di negara bagian Sabah. Lokasi Malaysia Barat dan Timur memungkinkan adanya cuaca hangat dengan sedikit variasi musiman. Suhu sehari-hari di dataran rendah berkisar antara 24ºC sampai 35ºC (dengan suhu yang lebih rendah di dataran tinggi). Adanya angin muson dari arah utara-timur dan arah selatan barat menyebabkan dominannya iklim basah, dengan curah hujan rata-rata sebesar 2.500 millimeter atau lebih. Cuaca yang hangat dan basah mendukung pertumbuhan hutan hujan tropis yang menutupi sekitar 4/5 bagian dari Malaysia.
b.      Populasi, Ibu Kota dan GDP
Malaysia memiliki jumlah penduduk sebesar 23.8 juta. Secara kasaran, 1.8 juta penduduk tinggal di ibu kota, Kuala Lumpur, yang berpusat di dataran pantai barat Malaysia Barat. Gross domestic product (GDP) Malaysia diperkirakan sebesar $89.7 milliar dollar AS pada tahun 2000, dengan GDP perkapita sebesar $3.852 dollar AS.
c.       Kebudayaan dan Bahasa
Secara umum, Malaysia memiliki tiga kelompok etnis: Melayu, Cina, dan India. 58 persen populasi beretnis Melayu, 28 persen Cina, dan 7 persen India. Terdapat pula kelompok penduduk asli (aborigin), yang merupakan 2 persen dari populasi (dengan persentase yang lebih tinggi di daerah Malaysia Barat). Bahasa resmi Malaysia adalah Bahasa Melayu. Berbagai dialek Cina juga digunakan, diantaranya Cantonese, Mandarin, Hokkien, Hakka, Hainanese, dan Foochow. Bahasa India yang digunakan diantaranya adalah bahasa Tamil, Malayalam, dan Punjabi. Banyak bahasa penduduk asli juga dugunkan, khususnya bahasa Iban dan Kadazan dari penduduk asli Malaysia Timur. Sebagian besar penduduk memiliki kemampuan berbahasa Inggris. Tingkat melek huruf sebesar 84 persen.
d.      Agama
Sebagian besar penduduk Malaysia beragama Islam. Penduduk keturunan India sebagian besar beragama Hindu walaupun terdapat sekelompok kecil pengikut Sikh. Penduduk Cina sebagian besar beragama Buddha, Konfusianisme, atau Taoisme. Terdapat juga beberapa kelompok yang beragama Kristen.
e.       Jenis Sistem Hukum
Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan Inggris. Tradisi ini berdiri ditengah-tengah sistem hukum Islam (yang dilaksanakan oleh pengadilan Syari’ah) dan hukum adat berbagai kelompok penduduk asli.
Terdapat empat sumber hukum pokok di Malaysia yaitu hukum tertulis, hukum kebiasaan, hukum Islam dan hukum adat. Hukum tertulis terdiri dari undang-undang dasar federal dan negara bagian, perundangan parlemen federal dan legisalasi negara bagian, dan legislasi tambahan (undang-undng dan peraturan). Legislasi tambahan dibuat oleh badan atau orang yang diberi kewenangan untuk melakukan tugas tersebut di bawah undang-undang parlemen federal atau legislasi negara bagian.
Hukum kebiasaan Inggris dan peraturan persamaan hak telah diadopsi secara formal dalam undang-undang hukum perdata tahun 1956. Hukum kebiasaan terdiri dari hukum kebiasaan Inggris dan peraturan persamaan hak yang telah dikembangkan pengadilan Malaysia, yang di dalamnya terdapat kemungkinan adanya pertentangan dengan hukum tertulis dan juga penyesuaian-penyesuaian kualifikasi dan keadaan lokal yang dianggap pantas. Terdapat beberapa undang-undang yang mengkodifikasi sebagian besar hukum kebiasaan, misalnya undang-undang kontrak tahun 1950, undang-undang penjualan barang-barang dan undang-undang pemberian keringanan khusus.
Pengadilan Malaysia mengikuti prinsip stare decisis. Pengadilan mengikuti keputusan pengadilan sebelumnya. Keputusan pengadilan tinggi mengikat pada tingkat pengadilan di bawahnya. Keputusan pengadilan banding mengikat pada pengadilan tinggi dan juga tingkat pengadilan di bawahnya dan keputusan pengadilan federal mengikat pada pengadilan banding dan pengadilan di bawahnya. Keputusan Dewan Privy (Privy Council) di Inggris mengikat pada banding yang diajukan di Malaysia. Namun pengajuan banding kepada Dewan Privy dalam hukum pidana akhirnya dihapuskan pada tahun 1978. Selanjutnya pengajuan banding kepada Dewan Privy untuk semua persoalan dihapuskan pada tahun 1985. Keputusan dari ’House of Lords’ tidak mengikat, namun sering menjadi rujukan.
Hukum Islam bersumber dari Kitab Suci Al Qur’an, interpretasi atas perbuatan nabi Muhammad, hukum yang disepakati ahli hukum pada masa kuno, penjelasan/pernyataan dari para cendikiawan kuno dan modern, dan dalam adat. Dalam konteks Malaysia yang memiliki keragaman ras, hukum Islam hanya berlaku pada kaum muslim sebagai hukum perseorangan, seperti pernikahan, perceraian, perwalian, dan warisan.
Hukum adat Malaysia Barat berasal dari hukum adat Melayu kuno, hukum Hindhu, dan hukum Islam. Di Malasia Timur, hukum adat terdiri dari hukum adat Melayu yang berlaku untuk penduduk asli non-Melayu, dan hukum adat Hindu dan Cina yang dikodifikasi dalam undang-undang. Hukum-hukum ini diatur oleh Pengadilan Pribumi (Native Courts).
Prinsip aturan hukum yang dipraktekkan di Malaysia secara umum mengikuti hukum administratif Inggris sebagaimana dikembangkan dalam pengadilan Malaysia. Keputusan yang dibuat administrator dan pengadilan harus berada dalam lingkup kebijaksanaan atau yurisdiksi yang diberikan. Mereka harus mengikuti prinsip ’keadilan alami’ (natural justice).
Salah satu pengecualian dalam aturan hukum adalah kekebalan konstitusional yang diberikan pada penguasa sehingga tidak dapat tersentuh proses pidana ataupun perdata. Kekebalan ini dihapuskan pada tahun 1993 dengan syarat bahwa proses pengadilan terhadap raja atau penguasa harus diselenggarakan melalui pengadilan khusus dan hanya diperbolehkan atas persetujuan jaksa agung.[3]
2.      Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba di Malaysia
Akta Dadah Berbahaya telah diperkenalkan di Malaysia sejak tahun 1952. Kemudian dipinda pada 1985 dengan nama Akta Dadah Berbahaya (Langkah-langkah Pencegahan Khas (khusus)) 1985.
Dasar dadah Negara telah diisyaratkan oleh Tun Dr Mahathir Mohamad, bekas perdana mentri Malaysia pada 19 Februari 1983 semasa melancarkan kempen Anti Dadah (Narkoba). Tujuannya untuk mewujudkan Negara Malaysia yang bebas dari ancaman gejala dadah menjelang tahun 2015 bagi menjamin kesejahtraan hidup masyarakat dan mengekalkan kestabilan dan ketahanan nasonal.
3.      Seksyen 39 B dan seksyen 39 A (2) Akta Dadah Berbahaya 1952 telah digunakan terhadap pelaku-pelaku yang melakukan kesalahan tersebut dimana ia membawa hukuman mati atau penjara seumur hidup jika sabit melakukan kesalahan tersebut.
4.      Seksyen 39 B Akta Dadah Berbahaya 1952 dinyatakan bahwa : 39 B. Pengedaran dadah berbahaya.
1.      Tiada seorangpun yang boleh, bagi pihak dirinya atau bagi pihak mana-mana orang lain, sama ada atau tidak orang lain itu berada di Malaysia (a). mengedarkan dadah berbahaya; atau menawar untuk mengedarkan dadah berbahaya ; atau (c) melakukan atau menawar atau melakukan sesuatu perbuatan sebagai persediaan untuk bagi maksud pengedaran dadah berbahaya.
2.      Mana-mana orang yang melanggar mana-mana peruntukan subseksyen (1) adalah melakukan sesuatu kesalahan terhadap Akta ini dan jika disabitkan hendaklah dijatuhi hukuman mati.[4]
Didalam akta dadah berbahaya 1952 yang telah diluluskan di parlimen memuatkan tujuh bagian yaitu :
1.      Bagian satu memuat takrif dan tafsiran, yang terdiri dari seksyen 2 dan 3.
2.      Bagian dua memuat tentang pengawalan terhadap candu mentah, daun koka, jerami popi dan ganja. Terdiri dari seksyen 4 hingga 7.
3.      Bagian tiga memuat tentang pengawalan terhadap candu masak, ganja dan resen ganja. Terdiri dari seksyen 8 hingga 10.
4.      Bagian empat memuat tentang pengawalan terhadap narkoba berbahaya tertentu. Terdiri dari seksyen 11 hingga 17.
5.      Bagian lima memuatkan tentang pengawalan terhadap perdagangan luar. Terdiri dari seksyen 18 hingga seksyen 25.
6.      Bagian enam dimansuhkan.
7.      Bagian ketujuh memuat tentang peruntukan Am dan sampingan. Terdiri dari seksyen 26 hingga 50.
Didalam bagian tujuh yang memuat peruntukan am dan sampingan didalam seksyen-seksyen ada menyebutkan hukuman bagi pesalah narkoba. Hukuman atau sanksinya adalah sebagai berikut:
SEKSYEN
KESALAHAN/ JENIS NARKOBA
HUKUMAN/ SANKSI
39B
§  Pengedar narkoba;
§  Menawar untuk mengedar narkoba berbahaya;
§  Melakukan atau menawar atau melakukan sesuatu perbuatan sebagai persedian untuk atau bagi pengedar narkoba berbahaya;
§  Memiliki 15 gram atau lebih dan heroin dan morfin;
§  Memiliki 1000 gram atau lebih candu masak atau mentah;
§  Memiliki 40 gram kokain atau lebih;
§  Memiliki 200 gram atau lebih ganja;
§  Memiliki 2000 gram daun koka atau lebih.
Memiliki 50 gram atau lebih Amphetamine Type Stimulants (ATS) contoh; syabu atau pil ecstasy.
Mati mandatory.
39(A)(2)
§  Memiliki 5-15 gram heroin atau lebih morfin;
§  Memiliki 250-1000 gram candu;
§  Memiliki 50-200 gram ganja;
§  Memiliki lebih 15-40 gram kokain;
§  Memiliki lebih dari 750 gram daun koka;
Memiliki 30-50 gram Amphetamine Type Stimulants (ATS) contoh; syabu atau pil ecstasy.
Tidak kurang lima tahun penjara atau dipenjara seumur hidup dan diwajibkan tidaak kurang dari 10 rotan sebatan.
39(A)(1)
§  Memiliki 2-5 gram heroin atau morfin;
§  Memiliki 100-200 gram candu;
§  Memiliki 20-50 gram ganja;
§  Memiliki 5-15 gram kokain;
§  Memiliki 250-750 gram daun koka;
Memiliki 5-30 gram Amphetamine Type Stimulants (ATS) contoh; syabu atau pil ecstasy.
Tidak kurang dua tahun penjara tetapi tidak lebih 5 tahun dan diwajibkan sebatan rotan 3 hingga 9 kali.
-sama-
6B
Menanam atau mengusahakan pokok ganja.
Penjara seumur hidup dan diwajibkan sebatan rotan tidak kurang 6 kali.
6
Memiliki kurang dari pada 5 gram candu mentah atau daun koka atau pokok popi atau biji ganja dari popi.
Penjara tidak lebih dari 5 tahun dan denda tidaak lebih RM20.000.00
9
Memiliki kurang 100 gram candu masak.
Penjara tidak lebih 5 tahun dan denda tidaak lebih RM20.000.00
10
Alat-alat menghisap narkoba.
Penjara tidak lebih 5 tahun dan denda tidak lebih RM20.000.00
12(2)
§  Memiliki kurang 2 gram heroin atau morfin;
§  Memiliki lain-lain narkoba kurang dari pada Sek 39(A)(1)
Pejawat awam yang bertugas dipenjara, pusah pemulihan, lokap polis atau mana-mana tempat tahanan dan memiliki narkoba ditempat tersebut.
Penjara tidak lebih 5 tahun dan denda tidak lebih RM20.000.00
15 (A)
Memasukan narkoba (narkoba-narkoba yang dijadualkan) ke dalam badan.
Penjara tidak kurang 5 tahun dan denda tidak lebih RM5.000.00
15 (B)
Berada di dalam premis tempat hisap narkoba.
Penjara tidak kurang 5 tahun dan denda tidak lebih RM5.000.00
Penagih (pecandu) adalah orang yang pengambilan narkobanya atau tingkah laku pencanduannya menjadi bagian peenting dalam kehidupannya sehari-hari, mengatasi keperluan-keperluan hidup yang lain seperti makan, minum, tidur, berkeluarga dan sebagainya.
Yang dimaksud pengedaran narkoba adalah mengilang, mengimport, mengeksport, menyimpan, menyorok, membeli, menjual, memberi, menerima, meyetor, mengendalikan, mengangkut, membawa, mengantar, mengirim, brusaha mendapatkan, membekal atau mengedar sesuatu dadah (narkoba) berbahaya atau dengan cara lain dibawah penguasaan Akta ini atau peraturan-peraturan yang dibuat akta ini.[5]
Dari pada suatu kajian yang dijalankan dipendaftaran Mahkama Tinggi dan Mahkama Persekutuan di Kuala Lumpur, di dpati bahwa dari jumlah 38 pesalah yang dihadapkan ke Mahkama Tinggi di Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur dan di Selangor diantara tahun 1976 hingga 1981 hanya 11 orang yang dijatuhi hukuman mati dan hukuman mereka disahkan.
Pada Tahun 1980, Raja Azlan Shah sebagai Ketua Hakim Malaysia ketika itu merasakan bahwa sudah saatnya “para hakim tidak merasa takut dalam menjatuhkan hukuman mati”. Dalam kasus Pendakwa raya lawan Ooi Leng Swee YL, defendan telah ditangkap ketika sedang memproses heroin dan didakwa dengan seksyen 39 B (1) (a) karena mengedar narkoba berbahaya. Persoalan di hadapan Mahkama Persekutuan ialah sama ada hukuman penjara seumur hidup perlu ditambah ?. Suffian, ketua Hakim Negara (pada masa itu) didapati tidak mengambil fakta bahwa pesalah (pelaku) tidak mempunyai sabitan sebelum ini dan telah mengaku salah atas dakwaan sebaliknya sama dengan Raja Azlan Shah sebagai ketua Hakim Melaysia yang arif memutuskan bahwa:
Dengan melihat kepada peningkatan yang berterusan dalam penyalahgunaan nerkoba dan kesalahan-kesalahan berkaitan dengannya. Maka sudah sampai masanya tindakan pencegahan yang lebih bertenaga sebagai peringatan kepada para pengedar narkoba berbahaya, supaya mereka yang terlibat dalam perniagaan (penjualan) jahat dan amat menguntungkan ini dapat dipujuk dan dipengaruhi untuk berhenti dan bertaubat, mengetahui sekiranya mereka ditangkap, kemungkinan besar terdapat hanya satu dan satu saja hukuman bagi mereka, sepadan dengan kerosakan buruk yang dilakukan oleh mereka kepada masyarakat”. Defendan dalam kasus ini telah dijatuhkan hukuman mati oleh Mahkama Persekutuan.[6]
Dalam sksyen 39A yang dipinda, setiap orang yang didapati bersalah terhadaap Akta ini, yang kesalahannya tidak membawa hukuman mati dan perkara atas kesalahan ialah Heroin dan Morfin seberat lima gram atau lebih atau opium siap proses atau mentah seberat 250 gram atau lebih, selaain dikenakan hukuman yang ditetapkan untuk kesalahan itu dibawah seksyen yang seseorang itu telah didpati bersalah, dikenakan hukuman penjara seumur hidup atau untuk suatu tempoh yang tidak kurang dari pada lima tahun, dan boleh juga dikenakan hukuman sebat yang tidak kuraang dari enam sebatan.
Perlu diingat bahwa seksyen 3 Ordinan Keadilan Jinayah 1953 mendefinisikan penjara seumur hidup sebagai hanya penjara 20 tahun. Disamping kebaanyakan kes, walaupun sebelum pindaan 1983, mahkama tidak tergamak untuk menjatuhkan hukuman penjara maksimum yang dibenarkan. Dalam banyak kes mahkama hanya menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun dan mengarahkan pesalah dibebaskan dengan jaminan bon atau tanpa penjamin dibawah seksyen 294 Kanun Prosedur Jinayah.[7]
Dalam memberantas narkoba memang tidak gampang karena terkait juga dengan masalah ekonomi masyarakat. Masyarakat di Malaysia sebagian besar sulit mencari pekerjaan (yang layak) seringkali mencari jalan pintas dengan menjual narkoba yang cukup menggiurkan karena keuntungannya tergolong (cukup) tinggi. Salah satu kendala utama dalam mengatasi bahaya narkoba adalah maneuver aparat penegak hukum yang masih setengah-setengah. Disituasi sisi, aparat hukum memburu-buru penyalahgunaan narkoba dari golongan kelas teri hingga menengah. Tapi pada sisi lain, seringkali aparat penegak hukum dan elit politik sengaja melindungi bahkan memelihara pebisnis atau Bandar atau prosedur atau mafia narkoba kelas atas, kelas kakap dan super kaka. Motifnya jelas adalah factor ekonomi dan uang.[8]
Di Malaysia hukuman yang paling berat yang boleh dijatuhkan dal kes jinayah ialah hukuman mati. Dalam kes-kes tertentu seperti pembunuhan, tidak ada alternative dari pada hukuman mati. Hukuman mati juga boleh dijatuhkan bagi kesalahan dibawah Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960 dan Akta Dadah Berbahaya 1952. Pengampunan boleh diberi oleh yang di-Pertuang Agung atau Sultan atau yang di Pertuan Negeri sesebuah Negeri dengan nasihat Lembaga Pengampunan.
Selepas hukuman mati, hukuman berat yang kedua adalah hukuman penjara seumur hidup. Dibawah keadilan jinayah 1953, hukuman yang disarankan ialah umtuk tempoh dua puluh lima tahun. Bagaimanapun, badan perundangan boleh dengan nyata memperuntukan bahwa hukuman seumur hidup hendaklah untuk tempoh hanyat seseorang.[9]
Dan hukuman sebat (semacam hukuman cambuk) juga merupakan salah satu bentuk hukuman yang diberikan dalam tindak pidana narkoba di Malaysia. Hukumsn ini tidak dilakukan terhadap perempuan melainkan hanya laki-laki yang bias diberikan hukuman sebat yang berumur melebihi 50 tahun. Rotan yang digunakan untuk menyebat tidak boleh melebihi ukuran 1 cm dan dalam kes berhubungan denagan pesalah muda, sebatan itu hendaklah dikenaakan secara disiplin sekolah, yaitu dengan menggunaka rotan halus.[10]
Sejarah Malaysia menunjukan bahwa masalah penyalagunaan narkoba sebelum merdeka dan semakin meluas sejak 30 tahun yang lalu. Lebih membimbangkan dan menyedihkan, pecandu narkoba mula menyerang wanita yang mana jika dulu pembabitan kaum ini oleh dikra dengan jari, kini jumlah pecandu narkoba wanita semakin bertambah tahun demi tahun. Statistic sejaak Januari hingga juni 2010 menunjukan jumlah pecandu narkoba di seluruh Negara Malaysia adalah 12.079 orang dengan 8.984 pecandu baru dan 3.095 pecandu berulang yaitu satu jumlah yang menakutkan. Ini disebabkan setiap hari ada 17 kes pecandu berulang atau 515 kes sebulan. Bukan saja golongan ini menjadi beban kepada masyarakat tetapi pengaruh mereka adalah sangat buruk dan meluas.[11]
Dalam Akta Dadah Berbahaya 1952 jumlah cambuk untuk pengguna narkoba adalah tidak lebih dari 10 kali, sedangkan didalam islam had bagi pengguna narkoba dihukum cambuk sebanyak 40 kali. Hukuman mati yang dikenakan terhadap pelaku pengedar narkoba masih tidak memberi jera kepada masyarakat, karena hukuman yang dijalankan di Malaysia adalah didlam penjara, tidak disaksikan oleh masyarakat. Ini menyebabkan masyarakat tidak mengetahui bagaimana perjalanan hukuman cambuk terhadap pelaku, msyarakat dan pelaku yang telah menjjalani hukuman tidak malu dan tidak takut untuk melakukan dan mengulangi tindak pidana. Karena mereka yang baru melakukan kesalahan tidak merasakan dan melihat bagaimana hukuman cambuk itu dilakukan dan tidak ada kesan dalam diri mereka untuk takut dan malu untuk melakukan kesalahan tersebut. Sedaangkan didalam islam hukuman tak’zir (pengumuman kesaalahan secara terbuka) adaalah untuk mendidik pesaalah dan orang lain agar takut (jera) untuk melakukan kesalahan yang sama.
Dengan melihat bentuk hukuman yang telah di kenakan terhadap pelaku narkoba di Malaysia, dianggap masih belum memberikan efek jera karena hukuman yang dikenakan hanyalah pejara dan cambuk tidak lebih dari enam.
BAB IV. PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Dalam cara penanggulangan tindak pidana narkoba dari kedua negara yang berbeda ini sebagian besar sama, terdapat tiga jenis hukuman yaitu, Pidana Mati (yang terberat), seumur hidup (kurungan) dan denda. Namun dalam sistem hukum Malaysia dikenal dengan sistem hukum cambuk yang hanya di lakukan pada pelaku tindak pidana narkoba yang jumlah cambukannya tidaak lebih dari 10 kali. Hal yang tidak kita temukan di Indonesia.
2.      Yang berbeda adalah sistem hukum negara Malaysia yang memandang hukum dengan sudut hukum Islam walaupun sebenarnya Malaysia masih menggunakan sistem hukum kebiasaan Inggris, sedangkan Indonesia memandang masalah ini dari sudut hukum pidana namun pada benang merahnya penyelesaiannya atau sanksinya sama. Dalam hal memutuskan pidana mati kepada terdakwa narkoba Indonesia sering berbenturan dengan hak asasi manusi sehingga eksekusi terpidana mati lambat laun dinilai tidak efektif, berbanding terbalik dengan Malaysia.

B.     Saran
1.      Alangkah baiknya jika permasalahan narkoba ini menjadi suatu tindak pidana yang luar biasa di negara Indonesia sehingga pengeksekusian terpidana mati maupun proses peradilan negara benar-benar memberantas peredaran narkoba ini sehingga negara di anggap serius melawan narkoba.
2.      Dalam memerangi peredaran narkoba alangkah baiknya jika kita mengadopsi sebagian dari sanksi pidana negara malaysia yaitu hukuman cambuk, karna dengan hukuman cambuk yang dilakukan di khalayak ramai membuat terdakwa atau terpidana merasa malu dan enggan untuk melakukan kembali kesaalahannya.


[1] UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotia Pasal 1 ayat (1)
[2] UU No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika pasal 1 ayat (1)
[4] https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Akta_Dadah_Berbahaya.
[5] Akta Dadah Berbahaya 1952, Akta 234 Akta Penagih Dadah (Rawatan Pemulihan) 1983 (Akta 283), Lembaga Penyelidikan Undang-Undaang, Internasional Law Book Services, Selangor. 2009, h. 12.
[6] Mohamad Sabri Yususf dan Che Mat Che Bakar, Penyalahgunaan dan Pengedaran Dadah di Malaysia, Dewan bahasa dan pustaka, 2008, edisi kedua, h. 86-87.
[7] Ibid., h. 80-81.
[8] M. Arief Hakim, Bahaya Narkoba Dan Alkohol Cara Islam Mencegah, Mengatasi Dan Melawan, Bandung, Komp. Cijambe Indah, Mei 2004, Cet Pertama, h. 82.
[9] Ahmad Mohamed Ibrahim, Ahilemah Joned, Sistem Undang-undang di Malaysia, Dewan Bahasa dan Pustaka, h. 303.
[10] Mohamad Sabri Yusof, Che Bakar Che Mat, Penyalahgunaan dan Pengedaran Dadah di Malaysia, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka, 2008, Edisi Kedua, h. 81-82.