“Penanggulangan
Tindak Pidana Narkotika Di Indonesia
dan Malaysia”
M A K A L A H
Di ajukan sebagai salah satu
tugas dalam mata kuliah Perbandingan Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas
Pembangunan Indonesia Manado.
Di susun oleh Kelompok III :
Rifan Takaliuang/ 13-400-041
Universitas Pembangunan
Indonesia Manado
Fakultas Hukum
2016
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan yang maha kuasa, karena atas
tuntunannya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Perbandingan
Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba di Indonesia dan Malaysia“ sebagai salah
satu tugas dalam mata kuliah perbandingan hukum pidana.
Kami berterima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan dan membantu kami dengan memberikan kontribusi dalam
penyusunan makalah ini sehingga boleh selesai dengan baik. Tentunya dalam
pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan yang ditemukan sehingga penulis
menerima setiap masukan, kritikan dan saran yang positif guna memperbaiki
setiap kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ini.
Kami berharap penulisan ini dapat berguna dan bermanfaat
kepada orang banyak sehingga kita bisa memperoleh pengetahuan yang baru dalam
setiap penjabaran materi dalam proposal ini.
Manado, Juni 2016
Kelompok III
Daftar Isi
Kata Pengantar.............................................................................................i
Daftar Isi ....................................................................................................ii
BAB
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah ...........................................................................2
C.
Manfaat
Penelitian ..........................................................................2
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Narkoba.........................................................................3
B.
Penggolongan
Narkoba...................................................................3
C.
Jenis-jenis
Narkoba ........................................................................4
D.
Bahaya
Narkoba .............................................................................5
BAB
III. PEMBAHASAN
A.
Penanggulangan
Tindak Pidana Narkoba di Indonesia .................8
B.
Penanggulangan
Tindaak Pidaana Narkoba di Malaysia..............13
BAB
IV. PENUTUP
A.
Kesimpulan
..................................................................................24
B.
Saran
............................................................................................24
Daftar Pustaka
..........................................................................................iii
Daftar Pustaka
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pengaturan narkotika berdasarkan Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika bertujuan untuk menjamin ketersedian guna kepentingan kesehatan
dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan narkotika, serta pemberantasan
peredaran gelap narkotika.
Penyalahgunaan narkotika di Indonesia sudah sampai ketingkat
yang sangat mengkhawatirkan, fakta dilapangan menunjukan bahwa 50% penghuni
LAPAS (lembaga pemasyarakatan) disebabkan oleh kasus narkoba atau narkotika.
Berita kriminal di media masa, baik media cetak maupun elektronik dipenuhi oleh
berita penyalahgunaan narkotika. Korbannya meluas kesemua lapisan masyarakat
dari pelajar, mahasiswa, artis, ibu rumah tangga, pedagang , supir angkot, anak
jalanan, pejabat dan lain sebagainya. Narkoba dengan mudahnya dapat diracik
sendiri yang sulit didiktesi. Pabrik narkoba secara ilegalpun sudah didapati di
Indonesia.
Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah
banyak dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan
putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu
sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkoba atau
narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegakan
hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika tersebut.
Tindak pidana narkoba atau narkotika berdasarkan
undang-undang nomor 35 tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), memberikan sangsi
pidana cukup berat, di samping dapat dikenakan hukuman badan dan juga dikenakan
pidana denda, tapi dalam kenyataanya para pelakunya justru semakin meningkat.
Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan sangsi pidana tidak memberikan dampak
atau deterrent effect terhadap para pelakunya.
Gejala atau fenomena terhadap penyalahgunaan narkotika dan upaya penanggulangannya
saat ini sedang mencuat dan menjadi perdebatan para ahli hukum. Penyalahgunaan
narkoba atau narkotika sudah mendekati pada suatu tindakan yang sangat
membahayakan, tidak hanya menggunakan obat-obatan saja, tetapi sudah meningkat
kepada pemakaian jarum suntik yang pada akhirnya akan menularkan HIV.
Perkembangan kejahatan narkotika pada saat ini telah
menakutkan kehidupan masyarakat. Dibeberapa negara, termasuk Indonesia telah
berupaya untuk meningkatkan program pencegahan dari tingkat penyuluhan hukum
sampai kepada program pengurangan pasokan narkoba atau narkotika.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang muncul
adalah:
1. Bagaimana penanggulangan
tindak pidana narkoba di Indonesia ?
2. Bagaimana
penanggulangan tindak pidana narkoba di Malaysia ?
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang boleh kita dapat dari hasil membandingan
kedua bentuk system hukum pidana dalam menangani penanggulangan tindak pidana
narkoba di Indonesia dan Malaysia, yaitu :
1.
Kita
dapat mengetahui system hukum yang dikenakan terhadaap tindak pidana narkoba di
Indonesia dan Malaysia.
2.
Kita
dapat melihat kekurangan dan kelebihan dari masing-masing sistem hukum yang
berbeda ini sehingga kita dapat memperbaiki sitem hukum kita yang di rasa
kurang dan belum cukup memberikan efek jera terhadap pelaku-pelaku narkoba yang
ada sehingga tujuan hukum dapat tercapai.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Narkoba
Narkoba
merupakan singkatan dari (Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya).
Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum seperti polisi
(termasuk didalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas
Pemasyarakatan. Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat
tersebut adalah Napza yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah
napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan
rehabilitasi. Akan tetapi pada intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut
tetap merujuk pada tiga jenis zat yang sama.
Narkotika
adalah “zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan
ke dalam golongan- golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini”[1].
Psikotropika adalah “zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku”. [2] Bahan adiktif lainnya adalah “zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh
pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan”.
B.
Penggolongan Narkoba
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
membagi narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :
- Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya
dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Daun Kokain, Opium,
Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/ Ecstasy, dan lebih dari 65 macam jenis
lainnya.
- Narkotika Golongan II adalah narkotika yang
berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Morfin,Petidin, Fentanil, Metadon, dll.
- Narkotika Golongan III adalah
narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin,
Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina, Proiram da nada 13 maca,
termasuk beberapa campuran lainnya.
C.
Jenis-Jenis
Narkoba
1.
Morfin adalah hasil
olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupakan alkaloida utama dari opium
(C17H19NO3). Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau
dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan
disuntikkan.
2.
Codein termasuk garam turunan dari opium dan candu. Efek codein lebih lemah
daripada heroin dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah.
Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan
dan disuntikkan.
3.
Heroin (putaw) mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari
morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di
Indonesia pada akhir – akhir ini. Heroin yang secara farmakologis mirip dengan
morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak
menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal,
tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker
terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik.
4.
Methadon saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam
pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati
overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik
(opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol), methadone (Dolphine),
pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak
digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah
dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat
tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane
dan apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan
antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine,
butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk
ketergantungan opioid. Nama popoler jenis opioid : putauw, etep, PT, putih.
5.
Demerol, nama lain
dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan.
Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.
6.
Candu. Getah
tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang hendak
masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai “Lates”. Getah ini
dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan
sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah
yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung
bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya
coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng
dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak, burung elang, bola
dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan cara dihisap.
D.
Bahaya Narkoba
1)
Menurut Efeknya
"Jika terlalu lama dan sudah
ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika
sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya
kematian".
2)
Menurut Jenisnya
BAB III.
PEMBAHASAN
A.
Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba di Indonesia
Yang dimaksud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman
papever, opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium
obat, morfina, tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina,
tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya dari morfin dan
kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang
belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau
kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila
penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan, dan
campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang mengandung garam-garam atau turunan-turunan
dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang
ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika.
Berdasarkan rumusan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009
diatas, penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa tanaman atau barang ditetapkan
sebagai narkoba atau bukan setelah melalui uji klinis dan labotarium oleh
Depertemen Kesehatan.
Mengingat betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini,
maka perlu diingat beberapa dasar hukum yang diterapkan menghadapi pelaku
tindak pidana narkotika berikut ini:
- Undang-undang
RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
- Undang-undang
RI No. 7 tahun 1997 tentang Pengesahan United Nation Convention Against
Illicit Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 (
Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan
Psikotrapika, 1988)
- Undang-undang
RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti UU RI No. 22
tahun 1997.
Untuk pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan
Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, hal ini dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
- Sebagai
pengguna
Dikenakan
ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.
- Sebagai
pengedar
Dikenakan
ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun
2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.
- Sebagai
produsen
Dikenakan
ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009, dengan
ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.
Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur
mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional
(BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007
tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan
di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai
tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut
ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat
kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di
bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga
mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi
vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota.
Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai
seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak
pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk
kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih,
dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan
penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover
buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta
teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara
terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam
Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun
internasional.
Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat
dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor
Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor
Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat
yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Namun demikian, dalam tataran implementasi, sanksi yang
dikenakan tidak sampai pada kategori maksimal. Hal ini setidaknya disebabkan
oleh dua hal. Pertama, kasus yang diproses memang ringan, sehingga hakim
memutuskan dengan sanksi yang ringan pula. Kedua, tuntutan yang diajukan
relatif ringan, atau bahkan pihak hakim sendiri yang tidak memiliki ketegasan
sikap. Sehingga berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan
Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat
dari cara penegakan hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum
atau criminal law enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau
kebijakan penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan
dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana
non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal).
Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat
kepada hukum. Ketaatan masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:
a) takut berbuat dosa;
b) takut karena kekuasaan dari pihak
penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang bersifat imperatif;
c) takut karena malu berbuat jahat.
Penegakan hukum dengan sarana non penal mempunyai sasaran dan tujuan untuk
kepentingan internalisasi.
Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya
hukum pemerintah Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan
psikotropika. Dengan demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang
tersebut dapat menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika, serta menjadi acuan dan pedoman kepada pengadilan dan para
penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan undang-undang,
khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap kejahatan yang
terjadi.
Persentasi Tindak Pidana Narkoba di
Indonesia Tahun 2007-2011 di Indonesia
B.
Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba
di Malaysia
1.
Sistem Hukum di Malaysia
a.
Lokasi, Luas
dan Topgrafi
Malaysia terletak di Asia Tenggara. Daratan Malaysia terbagi
menjadi Malaysia Barat dan Malaysia Timur. Malaysia terletak di Semenanjung
Malaya dan dibatasi oleh Singapura di sebelah selatan dan Thailand di sebelah
utara. Di sebelah barat, menyebrangi Selat Malaka, terdapat pulau Sumatera,
sedangkan pada sebelah timur terdapat Laut Cina Selatan. Malaysia timur,
terletak di sepertiga bagian utara pulau Kalimantan, dengan sebagian dari
Indonesia di sebelah selatan dan sebagian Brunei yang terletak diantara dua
negara bagian Malaysia Barat (Sabah dan Sarawak). Sebesar 120.000 km² Malaysia
Barat terdiri dari daratan pantai dimana sebelah timur dan barat berada
ditengah-tengah bukit pegunungan. Malaysia Barat yang luasnya mencapai 200.000
km² lebih banyak terdapat hutan dataran rendah dan sungai di negara bagian
Sarawak dan daratan pantai yang naik sampai pada pegunungan di negara bagian
Sabah. Lokasi Malaysia Barat dan Timur memungkinkan adanya cuaca hangat dengan
sedikit variasi musiman. Suhu sehari-hari di dataran rendah berkisar antara
24ºC sampai 35ºC (dengan suhu yang lebih rendah di dataran tinggi). Adanya
angin muson dari arah utara-timur dan arah selatan barat menyebabkan dominannya
iklim basah, dengan curah hujan rata-rata sebesar 2.500 millimeter atau lebih.
Cuaca yang hangat dan basah mendukung pertumbuhan hutan hujan tropis yang
menutupi sekitar 4/5 bagian dari Malaysia.
b. Populasi, Ibu Kota dan GDP
Malaysia memiliki jumlah penduduk sebesar 23.8 juta. Secara
kasaran, 1.8 juta penduduk tinggal di ibu kota, Kuala Lumpur, yang berpusat di
dataran pantai barat Malaysia Barat. Gross domestic product (GDP) Malaysia
diperkirakan sebesar $89.7 milliar dollar AS pada tahun 2000, dengan GDP
perkapita sebesar $3.852 dollar AS.
c.
Kebudayaan dan Bahasa
Secara umum, Malaysia memiliki tiga kelompok etnis: Melayu,
Cina, dan India. 58 persen populasi beretnis Melayu, 28 persen Cina, dan 7
persen India. Terdapat pula kelompok penduduk asli (aborigin), yang merupakan 2
persen dari populasi (dengan persentase yang lebih tinggi di daerah Malaysia
Barat). Bahasa resmi Malaysia adalah Bahasa Melayu. Berbagai dialek Cina juga
digunakan, diantaranya Cantonese, Mandarin, Hokkien, Hakka, Hainanese, dan
Foochow. Bahasa India yang digunakan diantaranya adalah bahasa Tamil, Malayalam,
dan Punjabi. Banyak bahasa penduduk asli juga dugunkan, khususnya bahasa Iban
dan Kadazan dari penduduk asli Malaysia Timur. Sebagian besar penduduk memiliki
kemampuan berbahasa Inggris. Tingkat melek huruf sebesar 84 persen.
d. Agama
Sebagian besar penduduk Malaysia beragama Islam. Penduduk
keturunan India sebagian besar beragama Hindu walaupun terdapat sekelompok
kecil pengikut Sikh. Penduduk Cina sebagian besar beragama Buddha,
Konfusianisme, atau Taoisme. Terdapat juga beberapa kelompok yang beragama Kristen.
e. Jenis
Sistem Hukum
Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan
tradisi hukum kebiasaan Inggris. Tradisi ini berdiri ditengah-tengah sistem
hukum Islam (yang dilaksanakan oleh pengadilan Syari’ah) dan hukum adat
berbagai kelompok penduduk asli.
Terdapat empat sumber hukum pokok di Malaysia yaitu hukum
tertulis, hukum kebiasaan, hukum Islam dan hukum adat. Hukum tertulis terdiri
dari undang-undang dasar federal dan negara bagian, perundangan parlemen
federal dan legisalasi negara bagian, dan legislasi tambahan (undang-undng dan
peraturan). Legislasi tambahan dibuat oleh badan atau orang yang diberi
kewenangan untuk melakukan tugas tersebut di bawah undang-undang parlemen
federal atau legislasi negara bagian.
Hukum kebiasaan Inggris dan peraturan persamaan hak telah
diadopsi secara formal dalam undang-undang hukum perdata tahun 1956. Hukum
kebiasaan terdiri dari hukum kebiasaan Inggris dan peraturan persamaan hak yang
telah dikembangkan pengadilan Malaysia, yang di dalamnya terdapat kemungkinan
adanya pertentangan dengan hukum tertulis dan juga penyesuaian-penyesuaian
kualifikasi dan keadaan lokal yang dianggap pantas. Terdapat beberapa
undang-undang yang mengkodifikasi sebagian besar hukum kebiasaan, misalnya
undang-undang kontrak tahun 1950, undang-undang penjualan barang-barang dan
undang-undang pemberian keringanan khusus.
Pengadilan Malaysia mengikuti prinsip stare decisis.
Pengadilan mengikuti keputusan pengadilan sebelumnya. Keputusan pengadilan
tinggi mengikat pada tingkat pengadilan di bawahnya. Keputusan pengadilan
banding mengikat pada pengadilan tinggi dan juga tingkat pengadilan di bawahnya
dan keputusan pengadilan federal mengikat pada pengadilan banding dan
pengadilan di bawahnya. Keputusan Dewan Privy (Privy Council) di Inggris
mengikat pada banding yang diajukan di Malaysia. Namun pengajuan banding kepada
Dewan Privy dalam hukum pidana akhirnya dihapuskan pada tahun 1978. Selanjutnya
pengajuan banding kepada Dewan Privy untuk semua persoalan dihapuskan pada
tahun 1985. Keputusan dari ’House of Lords’ tidak mengikat, namun sering
menjadi rujukan.
Hukum Islam bersumber dari Kitab Suci Al Qur’an,
interpretasi atas perbuatan nabi Muhammad, hukum yang disepakati ahli hukum
pada masa kuno, penjelasan/pernyataan dari para cendikiawan kuno dan modern,
dan dalam adat. Dalam konteks Malaysia yang memiliki keragaman ras, hukum Islam
hanya berlaku pada kaum muslim sebagai hukum perseorangan, seperti pernikahan,
perceraian, perwalian, dan warisan.
Hukum adat Malaysia Barat berasal dari hukum adat Melayu kuno, hukum Hindhu, dan hukum Islam. Di Malasia Timur, hukum adat terdiri dari hukum adat Melayu yang berlaku untuk penduduk asli non-Melayu, dan hukum adat Hindu dan Cina yang dikodifikasi dalam undang-undang. Hukum-hukum ini diatur oleh Pengadilan Pribumi (Native Courts).
Hukum adat Malaysia Barat berasal dari hukum adat Melayu kuno, hukum Hindhu, dan hukum Islam. Di Malasia Timur, hukum adat terdiri dari hukum adat Melayu yang berlaku untuk penduduk asli non-Melayu, dan hukum adat Hindu dan Cina yang dikodifikasi dalam undang-undang. Hukum-hukum ini diatur oleh Pengadilan Pribumi (Native Courts).
Prinsip aturan hukum yang dipraktekkan di Malaysia secara
umum mengikuti hukum administratif Inggris sebagaimana dikembangkan dalam
pengadilan Malaysia. Keputusan yang dibuat administrator dan pengadilan harus
berada dalam lingkup kebijaksanaan atau yurisdiksi yang diberikan. Mereka harus
mengikuti prinsip ’keadilan alami’ (natural justice).
Salah satu pengecualian dalam aturan hukum adalah kekebalan konstitusional yang diberikan pada penguasa sehingga tidak dapat tersentuh proses pidana ataupun perdata. Kekebalan ini dihapuskan pada tahun 1993 dengan syarat bahwa proses pengadilan terhadap raja atau penguasa harus diselenggarakan melalui pengadilan khusus dan hanya diperbolehkan atas persetujuan jaksa agung.[3]
Salah satu pengecualian dalam aturan hukum adalah kekebalan konstitusional yang diberikan pada penguasa sehingga tidak dapat tersentuh proses pidana ataupun perdata. Kekebalan ini dihapuskan pada tahun 1993 dengan syarat bahwa proses pengadilan terhadap raja atau penguasa harus diselenggarakan melalui pengadilan khusus dan hanya diperbolehkan atas persetujuan jaksa agung.[3]
2.
Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba di
Malaysia
Akta Dadah Berbahaya telah diperkenalkan di Malaysia sejak
tahun 1952. Kemudian dipinda pada 1985 dengan nama Akta Dadah Berbahaya
(Langkah-langkah Pencegahan Khas (khusus)) 1985.
Dasar dadah Negara telah diisyaratkan oleh Tun Dr Mahathir
Mohamad, bekas perdana mentri Malaysia pada 19 Februari 1983 semasa melancarkan
kempen Anti Dadah (Narkoba). Tujuannya untuk mewujudkan Negara Malaysia yang
bebas dari ancaman gejala dadah menjelang tahun 2015 bagi menjamin kesejahtraan
hidup masyarakat dan mengekalkan kestabilan dan ketahanan nasonal.
3. Seksyen 39 B dan seksyen 39 A (2)
Akta Dadah Berbahaya 1952 telah digunakan terhadap pelaku-pelaku yang melakukan
kesalahan tersebut dimana ia membawa hukuman mati atau penjara seumur hidup jika
sabit melakukan kesalahan tersebut.
4. Seksyen 39 B Akta Dadah Berbahaya
1952 dinyatakan bahwa : 39 B. Pengedaran dadah berbahaya.
1. Tiada seorangpun yang boleh, bagi
pihak dirinya atau bagi pihak mana-mana orang lain, sama ada atau tidak orang
lain itu berada di Malaysia (a). mengedarkan dadah berbahaya; atau menawar
untuk mengedarkan dadah berbahaya ; atau (c) melakukan atau menawar atau
melakukan sesuatu perbuatan sebagai persediaan untuk bagi maksud pengedaran
dadah berbahaya.
2. Mana-mana orang yang melanggar
mana-mana peruntukan subseksyen (1) adalah melakukan sesuatu kesalahan terhadap
Akta ini dan jika disabitkan hendaklah dijatuhi hukuman mati.[4]
Didalam
akta dadah berbahaya 1952 yang telah diluluskan di parlimen memuatkan tujuh
bagian yaitu :
1.
Bagian
satu memuat takrif dan tafsiran, yang terdiri dari seksyen 2 dan 3.
2.
Bagian
dua memuat tentang pengawalan terhadap candu mentah, daun koka, jerami popi dan
ganja. Terdiri dari seksyen 4 hingga 7.
3.
Bagian
tiga memuat tentang pengawalan terhadap candu masak, ganja dan resen ganja.
Terdiri dari seksyen 8 hingga 10.
4.
Bagian
empat memuat tentang pengawalan terhadap narkoba berbahaya tertentu. Terdiri
dari seksyen 11 hingga 17.
5.
Bagian
lima memuatkan tentang pengawalan terhadap perdagangan luar. Terdiri dari
seksyen 18 hingga seksyen 25.
6.
Bagian
enam dimansuhkan.
7.
Bagian
ketujuh memuat tentang peruntukan Am dan sampingan. Terdiri dari seksyen 26
hingga 50.
Didalam
bagian tujuh yang memuat peruntukan am dan sampingan didalam seksyen-seksyen
ada menyebutkan hukuman bagi pesalah narkoba. Hukuman atau sanksinya adalah
sebagai berikut:
|
SEKSYEN
|
KESALAHAN/
JENIS NARKOBA
|
HUKUMAN/
SANKSI
|
|
39B
|
§ Pengedar narkoba;
§ Menawar untuk mengedar narkoba berbahaya;
§ Melakukan atau menawar atau melakukan sesuatu perbuatan
sebagai persedian untuk atau bagi pengedar narkoba berbahaya;
§ Memiliki 15 gram atau lebih dan heroin dan morfin;
§ Memiliki 1000 gram atau lebih candu masak atau mentah;
§ Memiliki 40 gram kokain atau lebih;
§ Memiliki 200 gram atau lebih ganja;
§ Memiliki 2000 gram daun koka atau lebih.
Memiliki
50 gram atau lebih Amphetamine Type Stimulants (ATS) contoh; syabu atau pil
ecstasy.
|
Mati
mandatory.
|
|
39(A)(2)
|
§ Memiliki 5-15 gram heroin atau lebih morfin;
§ Memiliki 250-1000 gram candu;
§ Memiliki 50-200 gram ganja;
§ Memiliki lebih 15-40 gram kokain;
§ Memiliki lebih dari 750 gram daun koka;
Memiliki
30-50 gram Amphetamine Type Stimulants (ATS) contoh; syabu atau pil ecstasy.
|
Tidak
kurang lima tahun penjara atau dipenjara seumur hidup dan diwajibkan tidaak
kurang dari 10 rotan sebatan.
|
|
39(A)(1)
|
§
Memiliki
2-5 gram heroin atau morfin;
§ Memiliki 100-200 gram candu;
§ Memiliki 20-50 gram ganja;
§ Memiliki 5-15 gram kokain;
§
Memiliki
250-750 gram daun koka;
Memiliki
5-30 gram Amphetamine Type Stimulants (ATS) contoh; syabu atau pil ecstasy.
|
Tidak
kurang dua tahun penjara tetapi tidak lebih 5 tahun dan diwajibkan sebatan
rotan 3 hingga 9 kali.
-sama-
|
|
6B
|
Menanam
atau mengusahakan pokok ganja.
|
Penjara
seumur hidup dan diwajibkan sebatan rotan tidak kurang 6 kali.
|
|
6
|
Memiliki
kurang dari pada 5 gram candu mentah atau daun koka atau pokok popi atau biji
ganja dari popi.
|
Penjara
tidak lebih dari 5 tahun dan denda tidaak lebih RM20.000.00
|
|
9
|
Memiliki
kurang 100 gram candu masak.
|
Penjara
tidak lebih 5 tahun dan denda tidaak lebih RM20.000.00
|
|
10
|
Alat-alat
menghisap narkoba.
|
Penjara
tidak lebih 5 tahun dan denda tidak lebih RM20.000.00
|
|
12(2)
|
§ Memiliki kurang 2 gram heroin atau morfin;
§ Memiliki lain-lain narkoba kurang dari pada Sek 39(A)(1)
Pejawat
awam yang bertugas dipenjara, pusah pemulihan, lokap polis atau mana-mana
tempat tahanan dan memiliki narkoba ditempat tersebut.
|
Penjara
tidak lebih 5 tahun dan denda tidak lebih RM20.000.00
|
|
15
(A)
|
Memasukan
narkoba (narkoba-narkoba yang dijadualkan) ke dalam badan.
|
Penjara
tidak kurang 5 tahun dan denda tidak lebih RM5.000.00
|
|
15
(B)
|
Berada
di dalam premis tempat hisap narkoba.
|
Penjara
tidak kurang 5 tahun dan denda tidak lebih RM5.000.00
|
Penagih (pecandu) adalah orang yang pengambilan narkobanya
atau tingkah laku pencanduannya menjadi bagian peenting dalam kehidupannya
sehari-hari, mengatasi keperluan-keperluan hidup yang lain seperti makan,
minum, tidur, berkeluarga dan sebagainya.
Yang dimaksud pengedaran narkoba adalah mengilang,
mengimport, mengeksport, menyimpan, menyorok, membeli, menjual, memberi,
menerima, meyetor, mengendalikan, mengangkut, membawa, mengantar, mengirim,
brusaha mendapatkan, membekal atau mengedar sesuatu dadah (narkoba) berbahaya
atau dengan cara lain dibawah penguasaan Akta ini atau peraturan-peraturan yang
dibuat akta ini.[5]
Dari pada suatu kajian yang dijalankan dipendaftaran Mahkama
Tinggi dan Mahkama Persekutuan di Kuala Lumpur, di dpati bahwa dari jumlah 38
pesalah yang dihadapkan ke Mahkama Tinggi di Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur
dan di Selangor diantara tahun 1976 hingga 1981 hanya 11 orang yang dijatuhi
hukuman mati dan hukuman mereka disahkan.
Pada Tahun 1980, Raja Azlan Shah sebagai Ketua Hakim
Malaysia ketika itu merasakan bahwa sudah saatnya “para hakim tidak merasa
takut dalam menjatuhkan hukuman mati”. Dalam kasus Pendakwa raya lawan Ooi Leng
Swee YL, defendan telah ditangkap ketika sedang memproses heroin dan didakwa
dengan seksyen 39 B (1) (a) karena mengedar narkoba berbahaya. Persoalan di
hadapan Mahkama Persekutuan ialah sama ada hukuman penjara seumur hidup perlu
ditambah ?. Suffian, ketua Hakim Negara (pada masa itu) didapati tidak
mengambil fakta bahwa pesalah (pelaku) tidak mempunyai sabitan sebelum ini dan
telah mengaku salah atas dakwaan sebaliknya sama dengan Raja Azlan Shah sebagai
ketua Hakim Melaysia yang arif memutuskan bahwa:
“Dengan melihat kepada
peningkatan yang berterusan dalam penyalahgunaan nerkoba dan kesalahan-kesalahan
berkaitan dengannya. Maka sudah sampai masanya tindakan pencegahan yang lebih
bertenaga sebagai peringatan kepada para pengedar narkoba berbahaya, supaya
mereka yang terlibat dalam perniagaan (penjualan) jahat dan amat menguntungkan
ini dapat dipujuk dan dipengaruhi untuk berhenti dan bertaubat, mengetahui
sekiranya mereka ditangkap, kemungkinan besar terdapat hanya satu dan satu saja
hukuman bagi mereka, sepadan dengan kerosakan buruk yang dilakukan oleh mereka
kepada masyarakat”. Defendan dalam kasus ini telah dijatuhkan hukuman mati
oleh Mahkama Persekutuan.[6]
Dalam sksyen 39A yang dipinda, setiap orang yang didapati
bersalah terhadaap Akta ini, yang kesalahannya tidak membawa hukuman mati dan
perkara atas kesalahan ialah Heroin dan Morfin seberat lima gram atau lebih
atau opium siap proses atau mentah seberat 250 gram atau lebih, selaain
dikenakan hukuman yang ditetapkan untuk kesalahan itu dibawah seksyen yang
seseorang itu telah didpati bersalah, dikenakan hukuman penjara seumur hidup
atau untuk suatu tempoh yang tidak kurang dari pada lima tahun, dan boleh juga
dikenakan hukuman sebat yang tidak kuraang dari enam sebatan.
Perlu diingat bahwa seksyen 3 Ordinan Keadilan Jinayah 1953
mendefinisikan penjara seumur hidup sebagai hanya penjara 20 tahun. Disamping
kebaanyakan kes, walaupun sebelum pindaan 1983, mahkama tidak tergamak untuk
menjatuhkan hukuman penjara maksimum yang dibenarkan. Dalam banyak kes mahkama
hanya menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun dan mengarahkan pesalah dibebaskan
dengan jaminan bon atau tanpa penjamin dibawah seksyen 294 Kanun Prosedur
Jinayah.[7]
Dalam memberantas narkoba memang tidak gampang karena
terkait juga dengan masalah ekonomi masyarakat. Masyarakat di Malaysia sebagian
besar sulit mencari pekerjaan (yang layak) seringkali mencari jalan pintas
dengan menjual narkoba yang cukup menggiurkan karena keuntungannya tergolong
(cukup) tinggi. Salah satu kendala utama dalam mengatasi bahaya narkoba adalah
maneuver aparat penegak hukum yang masih setengah-setengah. Disituasi sisi,
aparat hukum memburu-buru penyalahgunaan narkoba dari golongan kelas teri
hingga menengah. Tapi pada sisi lain, seringkali aparat penegak hukum dan elit
politik sengaja melindungi bahkan memelihara pebisnis atau Bandar atau prosedur
atau mafia narkoba kelas atas, kelas kakap dan super kaka. Motifnya jelas
adalah factor ekonomi dan uang.[8]
Di Malaysia hukuman yang paling berat yang boleh dijatuhkan
dal kes jinayah ialah hukuman mati. Dalam kes-kes tertentu seperti pembunuhan,
tidak ada alternative dari pada
hukuman mati. Hukuman mati juga boleh dijatuhkan bagi kesalahan dibawah Akta
Keselamatan Dalam Negeri 1960 dan Akta Dadah Berbahaya 1952. Pengampunan boleh
diberi oleh yang di-Pertuang Agung atau Sultan atau yang di Pertuan Negeri
sesebuah Negeri dengan nasihat Lembaga Pengampunan.
Selepas hukuman mati, hukuman berat yang kedua adalah
hukuman penjara seumur hidup. Dibawah keadilan jinayah 1953, hukuman yang
disarankan ialah umtuk tempoh dua puluh lima tahun. Bagaimanapun, badan
perundangan boleh dengan nyata memperuntukan bahwa hukuman seumur hidup
hendaklah untuk tempoh hanyat seseorang.[9]
Dan hukuman sebat (semacam hukuman cambuk) juga merupakan
salah satu bentuk hukuman yang diberikan dalam tindak pidana narkoba di
Malaysia. Hukumsn ini tidak dilakukan terhadap perempuan melainkan hanya
laki-laki yang bias diberikan hukuman sebat yang berumur melebihi 50 tahun.
Rotan yang digunakan untuk menyebat tidak boleh melebihi ukuran 1 cm dan dalam
kes berhubungan denagan pesalah muda, sebatan itu hendaklah dikenaakan secara
disiplin sekolah, yaitu dengan menggunaka rotan halus.[10]
Sejarah Malaysia menunjukan bahwa masalah penyalagunaan
narkoba sebelum merdeka dan semakin meluas sejak 30 tahun yang lalu. Lebih
membimbangkan dan menyedihkan, pecandu narkoba mula menyerang wanita yang mana
jika dulu pembabitan kaum ini oleh dikra dengan jari, kini jumlah pecandu
narkoba wanita semakin bertambah tahun demi tahun. Statistic sejaak Januari
hingga juni 2010 menunjukan jumlah pecandu narkoba di seluruh Negara Malaysia
adalah 12.079 orang dengan 8.984 pecandu baru dan 3.095 pecandu berulang yaitu
satu jumlah yang menakutkan. Ini disebabkan setiap hari ada 17 kes pecandu
berulang atau 515 kes sebulan. Bukan saja golongan ini menjadi beban kepada
masyarakat tetapi pengaruh mereka adalah sangat buruk dan meluas.[11]
Dalam Akta Dadah Berbahaya 1952 jumlah cambuk untuk pengguna
narkoba adalah tidak lebih dari 10 kali, sedangkan didalam islam had bagi
pengguna narkoba dihukum cambuk sebanyak 40 kali. Hukuman mati yang dikenakan
terhadap pelaku pengedar narkoba masih tidak memberi jera kepada masyarakat,
karena hukuman yang dijalankan di Malaysia adalah didlam penjara, tidak
disaksikan oleh masyarakat. Ini menyebabkan masyarakat tidak mengetahui
bagaimana perjalanan hukuman cambuk terhadap pelaku, msyarakat dan pelaku yang
telah menjjalani hukuman tidak malu dan tidak takut untuk melakukan dan
mengulangi tindak pidana. Karena mereka yang baru melakukan kesalahan tidak
merasakan dan melihat bagaimana hukuman cambuk itu dilakukan dan tidak ada
kesan dalam diri mereka untuk takut dan malu untuk melakukan kesalahan
tersebut. Sedaangkan didalam islam hukuman tak’zir (pengumuman kesaalahan
secara terbuka) adaalah untuk mendidik pesaalah dan orang lain agar takut
(jera) untuk melakukan kesalahan yang sama.
Dengan melihat bentuk hukuman yang telah di kenakan terhadap
pelaku narkoba di Malaysia,
dianggap masih belum memberikan efek jera karena hukuman yang dikenakan
hanyalah pejara dan cambuk tidak lebih dari enam.
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Dalam cara penanggulangan tindak pidana
narkoba dari kedua negara yang berbeda ini sebagian besar sama, terdapat tiga
jenis hukuman yaitu, Pidana Mati (yang terberat), seumur hidup (kurungan) dan
denda. Namun dalam sistem hukum Malaysia dikenal dengan sistem hukum cambuk
yang hanya di lakukan pada pelaku tindak pidana narkoba yang jumlah cambukannya
tidaak lebih dari 10 kali. Hal yang tidak kita temukan di Indonesia.
2.
Yang berbeda adalah sistem hukum negara
Malaysia yang memandang hukum dengan sudut hukum Islam walaupun sebenarnya
Malaysia masih menggunakan sistem hukum kebiasaan Inggris, sedangkan Indonesia
memandang masalah ini dari sudut hukum pidana namun pada benang merahnya
penyelesaiannya atau sanksinya sama. Dalam hal memutuskan pidana mati kepada
terdakwa narkoba Indonesia sering berbenturan dengan hak asasi manusi sehingga eksekusi
terpidana mati lambat laun dinilai tidak efektif, berbanding terbalik dengan
Malaysia.
B.
Saran
1.
Alangkah baiknya jika permasalahan
narkoba ini menjadi suatu tindak pidana yang luar biasa di negara Indonesia
sehingga pengeksekusian terpidana mati maupun proses peradilan negara
benar-benar memberantas peredaran narkoba ini sehingga negara di anggap serius
melawan narkoba.
2.
Dalam memerangi peredaran narkoba
alangkah baiknya jika kita mengadopsi sebagian dari sanksi pidana negara
malaysia yaitu hukuman cambuk, karna dengan hukuman cambuk yang dilakukan di
khalayak ramai membuat terdakwa atau terpidana merasa malu dan enggan untuk
melakukan kembali kesaalahannya.
[4]
https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Akta_Dadah_Berbahaya.
[5] Akta Dadah Berbahaya 1952, Akta 234 Akta
Penagih Dadah (Rawatan Pemulihan) 1983 (Akta 283), Lembaga Penyelidikan
Undang-Undaang, Internasional Law Book Services, Selangor. 2009, h. 12.
[6] Mohamad
Sabri Yususf dan Che Mat Che Bakar, Penyalahgunaan
dan Pengedaran Dadah di Malaysia, Dewan bahasa dan pustaka, 2008, edisi
kedua, h. 86-87.
[7]
Ibid., h. 80-81.
[8] M.
Arief Hakim, Bahaya Narkoba Dan Alkohol
Cara Islam Mencegah, Mengatasi Dan Melawan, Bandung, Komp. Cijambe Indah,
Mei 2004, Cet Pertama, h. 82.
[9]
Ahmad Mohamed Ibrahim, Ahilemah Joned, Sistem
Undang-undang di Malaysia, Dewan Bahasa dan Pustaka, h. 303.
[10]
Mohamad Sabri Yusof, Che Bakar Che Mat, Penyalahgunaan
dan Pengedaran Dadah di Malaysia, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka,
2008, Edisi Kedua, h. 81-82.
[11] http://www.hmetro.com.my/articles/Menggigiltakdapatdadah/Article,diakses
pada10/2/2011 pada jam 11.40.malam
