BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber
pendapatan negara yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah
satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Dalam prakteknya sering kali
dijumpai adanya pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar
pajaknya. Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa penagihan pajak dapat dipaksakan
penagihannya, sehingga kepada pihak-pihak yang tidak mau membayar pajaknya
tersebut dapat dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa.
Pajak
digolongkan menjadi dua, yaitu:
Pajak
Langsung
pajak yang
harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada
orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) dan PBB. PPh dibayar atau
ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
Pajak Tidak
Langsung
pajak yang
pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak
ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa,
atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan
barang dan jasa.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Materai.
PPN terjadi
karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini
dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan
kepada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan dalam harga
jual barang atau jasa).
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa itu Pajak Daerah dan bagaimana
cara pembayarannya
2.Apa yang dimaksud Bea Materai dan
bagaimana cara pembayarannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. PAJAK DAERAH
2.1
Pengertian Pajak Daerah
Menurut Tony Marsyahrul (2004:5) :
“Pajak daerah adalah pajak yang di
kelolah oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah
daerah TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan
daerah (APBD)”.
Menurut Mardiasmo, (2002:5) : “Pajak
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat di paksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di gunakan untuk membiayai
penyelenggarakan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.
2.2
Jenis-jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun
2000 jenis-jenis pajak daerah adalah sebagai berikut
Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU
34/2000 terdiri dari:
a)
Pajak Hotel.
b)
Pajak Restoran
c)
Pajak Hiburan
d)
Pajak Reklame
e)
Pajak Penerangan Jalan
f)
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g)
Pajak Parkir
2.3 Karakterisktik Pajak Daerah
Pajak Hotel
Menurut peraturan daerah No. 26 tentang
Pajak Hotel (2002:1) : “
pajak hotel di sebut pajak daerah
pungutan daerah atas penyelenggaraan hotel”.
Hotel adalah : “Bangunan yang khusus
disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan atau
fasilitas lainnya dengan di pungut bayaran, termasuk bangunan yang lainnya yang
mengatur,di kelolah dan dimiliki oleh pihak yang sama kecuali untuk pertokoan
dan perkantoran”.
Pengusaha hotel ialah : “Perorangan atau
badan yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas namanya sendiri atau
untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya”.
Objek pajak adalah : “Setiap pelayanan
yang disediakan dengan pembayaran di hotel, Objek pajak berupa
1)
:Fasilitas penginapan seperti gubuk pariwisata (cottage),
Hotel,wisma,losmen dan rumah penginapan termasuk rumah kost dengan jumlah kamar
15 atau lebih menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan.
2)
Pelayanan penunjang antara lain : Telepon, faksimilie, teleks, foto
copy, layanan cuci, setrika, taksi dan pengangkut lainnya disediakan atau
dikelolah hotel
3)
Fasilitas Olahraga dan hiburan
Subjek pajak hotel adalah orang pribadi
atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib pajak hotel
adalah : “Pengusaha hotel”. Dasar pengenaan adalah : “Jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada hotel dan tarif pajak ditetapkan sebesar 10%, Masa pajak I
(satu) bulan takwim, jangka waktu lamanya pajak terutang dalam masa pajak pada
saat pelayanan di hotel.
Pajak Restoran
Menurut Peraturan Daerah No. 29 tentang
Pajak Restoran (2002:1) : “pajak restoran yang di sebut pajak adalah pungutan
daerah atas pelayanan restoran. Restoran atau rumah makan adalah : “Tempat
menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut
bayaran,tidak termasuk usaha jasa boga atau catering.
Objek Pajak yaitu setiap pelayanan yang
disediakan dengan pembayaran di restoran. Subjek pajak orang pribadi atau badan
yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran, Wajib pajak rastoran yaitu
Pengusaha restoran dan tarif pajak di tetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
Pajak Hiburan
Menurut Peraturan Daerah No.28 tentang
Pajak Hiburan (2002:1) : “Pajak Hiburan atau di sebut pajak adalah pajak
hiburan di Kabupaten Musi Banyuasin. Hiburan ialah “semua jenis pertunjukan
permainan dengan nama dan bentuk apapun yang di tonton atau di nikmati oleh
setiap orang dengan dipungut bayaran di Kabupaten Musi Banyuasin.
Objek Pajak Semua Penyelenggaraan
Hiburan berupa :
1)
.Penyelenggara pertunjukan film di bioskop dengan tarif pajak sebesar
31%
2)
.Pertunjukan kesenian tradisional, Pertunjukan sirkus, Pemeran seni,
Pameran busana dengan tarif pajak 10%.
3)
Pergelaran Musik dan tarif ditetapkan sebesar 15%
4)
Karaoke ditetapkan sebesar 20%
5)
Permainan Bilyar ditetapkan sebesar 20%
6)
Pertandingan Olahraga ditetapkan sabesar 10%
Subjek pajak hiburan orang pribadi atau
badan yang menonton atau menikmati hiburan, Wajib pakak hiburan orang pribadi
atau badan penyelenggara hiburan
Pajak Reklame
Menurut Peraturan Daerah No.27 Tentang
Pajak Reklame (2002:1) : Pajak reklame yang selanjutnya disebut pajak adalah
pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame. Reklame yaitu benda, alat, media
yang menurut bentuk susunan dan corak raganya untuk tujuan komersial di
pergunakan untuk memperkenalkan,mengajukan atau memujikan suatu barang, jasa
atau orang yang di tempatkan atau di dengar dari suatu tempat oleh umum kecuali
yang di lakukan oleh pemerintah.
Objek Pajak ialah penyelenggara reklame
seperti :
1)
Reklame Kain
2)
Reklame Melekat, Stiker
3)
Reklame Berjalan termasuk pajak kendaraan
4)
Reklame Udara
5)
Reklame Suara
6)
Reklame Film/Slide
7)
Reklame Peragaan
Subjek Pajak Reklame adalah : “Orang
pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau memesan reklame.Tarif pajak
ditetapkan sebesar 25%.
2.4
Landasan Hukum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah
Dasar Hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 Ayat
(2) : “Segala Pajak Untuk Keperluan Negara Berdasarkan Undang-Undang”.
Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan
retribusi daerah adalah : “Undang-Undang No.18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah
Dan Retribusi Daerah sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Undang-Undang
No.34 Tahun 2000.
2.5
Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah
Pedoman tata cara pemungutan pajak
daerah diatur Keputusan Menteri Dalam Negeri No.170 Tahun 1997 dan Keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 43 Tahun 1999
Tentang Sistem Dan Prosedur Administrasi
Pajak Daerah.
Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak
Daerah
Pendaftaran
Dan Pendataan
A.Kegiatan pendaftaran dan pendataan
untuk wajib pajak baru dengan cara penetapan kepala daerah (Official
Assessment) terdiri dari
a)
Pendaftaran
b)
Pendataan
c)
Formulir / kartu dan daftar
A 1.Kegiatan Pendaftaran Dengan Cara
Dibayar Sendiri (Self Assesment) terdiri dari
a)
Menyiapkan formulir pendaftaran
b)
Menyerahkan formulir pendaftaran kepada wajib pakak setelah dicatat
dalam daftar formulir pendaftaran.
c)
Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendaftaran yang telah di
isi oleh wajib pajak dan atau yang diberi kuasa
d)
Formulir / kartu dan daftar.
A 2.Kegiatan pendataan dengan cara
dibayar sendiri (Self Assesment) untuk wajib pajak yang sudah memiliki NPWPD
terdiri dari
a)
Menyerahkan formulir pendataan
b)
Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendataan (SPTPD) yang telah
di isi oleh wajib pajak atau yang diberi kuasa
c)
Mencatat data pajak daerah dalam kartu data ke dalam daftar SPTPD (Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah) wajib pajak self assessment.
d)
Formulir dan daftar SPTPD.
Penetapan
B 1.Kegiatan penetapan dengan cara di
bayar sendiri (self assesment) terdiri
Dari
a) Setelah wajib pajak membayar
pajak terutang berdasarkan SPTPD
dicatat dalam kartu data.
b) Membuat nota perhitungan pajak
atas dasar kartu data dan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, Dengan cara
menghitung jumlah pajak terutang dan jumlah kredit pajak yang diperhitungkan
dalam kartu data
c) Jika pajak terutang kurang atau
tidak dibayar maka di terbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar
(SKPDKB)
d) jika tidak terdapat selisih
antara kurang dan kredit, Maka diterbitkan surat ketetapan pajak daerah nihil
(SKPDN)
e) Jika terdapat tambahan objek
pajak yang sama selesai akibat di temukannya data baru, Maka diterbitkan surat
ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT)
f) Jika terdapat kelebihan
pembayaran pajak terutang, Maka di terbitkan surat ketetapan pajak daerah lebih
bayar (SKPDLB)
g) Setelah pembuatan nota perhitungan
pajak selesai, Selanjutnya menyerahkan kembali kartu data kepada unit kerja
pendataan.
h) Menerbitkan daftar
SKPDKB,SKPDKBT,SKPDLB,dan SKPDN atas dasar surat etetapan pajak daerah tersebut
i) Surat ketetapan ditandatangani
oleh kepalah unit kerja penetapan.
j) Menyerahkan copy daftar surat
ketetapan di atas kepala unit kerja penagihan,unit kerja perencanaan dan
pengendalian operasional.
k) Menyerahka kepada wajib pajak
berupa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN kemudian wajib pajak menandatangani masing-masing
tanda terima dan mengembalikannya.
l) Jumlah pajak terutang dalam
SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari pokok
pajak.
m) Apabila SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN yang
direrbitkan tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari
sejak SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN diterima, Dapat memberikan sanksi administrasi
berupa bunga 2% tiap bulan dengan menerbitkan STPD (surat tagihan pajak
daerah).
Formulir dan daftar / buku
a) Formulir kartu data
b) Daftar surat ketetapan
.Kegiatan
Penyetoran
a)
Kegitan penyetoran melalui bendaharawan khusus penerima (BKP) terdiri
dari
a)
BKP menerima setoran disertai surat ketetapan pajak daerah dengan media
SSPD (Surat Setoran Pajak daerah)
b)
.Setelah SSPD tersebut di cap, Aslinya disertai SKPD dikembalikan ke
wajib pajak yang bersangkutan
c)
.Berdasarkan SSPD yang telah di cap, Dicatat dan dijumlahkan dalam buku
pembantu penerimaan sejenis melalui BKP dan selanjutnya dibukukan dalam buku
kas umum.
d)
BKP menyetor uang ke kas daerah secara harian yang disertai bukti
setoran Bank.
e)
BKP secara periodikal (bulanan) menyiapkan laporan realisasi penerimaan
dan penyetoran uang yang di tandatangani oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
f)
mendistribusikan
b)
Kegiatan Penyetoran Melalui
Kas Daerah terdiri dari
a)
Kas daerah menerima uang dari wajib pajak disertai dengan media surat
ketetapan dan media penyetoran SSPD dan bukti setoran Bank
b)
Selanjutnya setelah SSPD ditandatangani dan di cap oleh pejabat kas
daerah, Maka lembar pertama dari SSPD dan bukti setoran Bank diserahkan kembali
ke wajib pajak
c)
2 (Dua) lembar tembusan SSPD diberikan oleh kas daerah ke BKP Dipenda
yang dilampiri bukti setoran Bank
d)
BKP setelah menerima media penyetoran yang di cap oleh kas daerah
dicatat dan dijumlahkan dalam buku pembantu penerimaan sejenis melalui kas
daerah dan selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum
e)
.BKP secara periodikal (bulanan) membuat laporan realisasi penerimaan
dan penyetoran uang yang ditandatangani oleh Kadipenda
f)
Mendistribusikan
Angsuran Dan Penundaan Pembayaran
Angsuran pembayaran
Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari
Menerima surat per mohonan angsuran dari
wajib pajak
Mengadakan penelitian untuk di jadikan
bahan dalam persetujuan perjanjian angsuran oleh kadipenda
Membuat surat perjanjian angsuran /
penolakan angsuran ditandatangani oleh kadipenda dan apabila permohonan di
setujui selanjutnya dibuatkan daftar perjanjian angsuran.
Menyerahkan surat perjanjian angsuran /
penolakan angsuran kepada wajib pajak dan daftar surat perjanjian angsuran
kepada unit lain-lain yang terkait.
Formulir Dan Buku / Daftar
Formulir SSPD
Buku / Daftar
Buku registrasi permohonan angsuran
Daftar surat perjanjian angsuran
Kegiatan Penundaan pembayaran
Kegiatan yang dilaksanakan
Dipenda melalui unit kerja penetapan
menerima surat permohonan penundaan pembayaran oleh Kadipenda.
Mengadakan penelitian untuk dijadikan
bahan dalam pemberian persetujuan penundaan pembayaran oleh Kadipenda.
Membuat surat persetujaun penundaan
pembayaran / penolakan penundaan pembayaran yang ditandatangani oleh Kadipenda
apabila permohonan di setujui dibuatkan sistem persetujuan penundaan
Menyerahkan surat persetujuan penundaan
pembayaran kepada wajib pajak dan daftar persetujuan penundaan kepada unit-unit
yang te rkait.
Formulir Dan Buku / Daftar
Formulir surat permohonan penundaan
pembayaran
Buku / Daftar
Buku registrasi
Daftar persetujuan penundaan pembayaran
Pelaporan
Kegiatan yang dilaksanakan
Membuat daftar penetapan, Penerimaan dan
tunggakan
Membuat daftar tunggakan per wajib pajak
Membuat laporan realisasi penerimaan
pajak daerah
Mengajukan laporan realisasi penerimaan
pendapatan daerah pada Kadipenda
Mengajukan laporan realisasi penerimaan
pendapatan asli daerah kapada kepala Unit kerja pengelolaan pendapatan daerah
lainnya dan perencanaan, Pengendalian operasional
Membuat daftar realisasi setoran masa
pada akhir periode
Mengajukan daftar realisasi setoran masa
(Self Assessment)
Menyerahkan daftar realisasi setoran
masa (Self Assessment)
Penagihan
Penagihan dengan surat teguran
Penagihan dengan surat paksa
Penagihan dengan surat perintah
melaksanakan penyitaan
Pengumuman lelang dan pelaksanaan lelang
Pencabutan penyitaan dan pengumuman
lelang
kegiatan penagihan dengan surat perintah
penagihan seketika dan
sekaligus (SPPS dan S)
Kegiatan Pembetulan, Pembatalan,
Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi
Tahapan
Kegiatan
a)
Menerima surat permohonan pembetulan pembatalan, Pengurangan ketetapan
dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dari wajib pajak
b)
Meneliti kelengkapan permohonan pembetulan, Pembatalan, Pengurangan
ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi wajib pajak
setelah dilakukan penelitian dan bila perlu dilakukan pemeriksaan, Dibuat
laporan hasil penelitian.
Formulir
Dan Buku Yang Diperlukan
Tahapan Kegiatan
a)
Menerima surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
Melakukan pemeriksaan dan membuat laporan pemeriksaan ditandatangani oleh
petugas dari wajib pajak.
b)
Mencatat ke kartu data selanjutnya diserahkan kapada unit kerja
penghitungan untuk dilakukan penghitungan penetapan kelebihan pembayaran pajak.
c)
Memperhitungkan dengan hutang / tunggakan pajak yang lain
d)
Setelah perhitungan dengan hutang pajak yang lain ternyata kelebihan
pembayaran pajak kurang / sama dengan hutang pajak lainnya tersebut maka wajib
pajak menerima bukti pemindahbukuan sebagai bukti pembayaran / kompensasi
dengan pajak terutang dimaksud, Karenanya SKPDLB tidak diterbitkan.
e)
Apabila hutang pajak di perhitungkan di kompensasi dengan kelebihan
pembayaran pajak ternyata lebih, Maka wajib pajak akan menerima bukti
pemindahbukuan dan sebagai bukti pembayaran / kompensasi dari SKPDLB harus di
terbitkan
f)
Setelah menerima SKPDLB dari unit kerja penetapan dan di proses untuk
penerbitan
B. BEA MATERAI
3.1
Pengertian Bea Materai
Bea Meterai merupakan pajak yang
dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek
Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah
dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain
sebelum dokumen itu digunakan.
3.2 Dasar Hukum Bea Materai
|
-
|
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
tentang Bea meterai
|
|
-
|
Peraturan Pemerintah
Nomor 24 TAHUN 2000 tentang
perubahan tarif bea meterai dan besarnya pengenaan harga nominal yang
dikenakan bea materai. Peraturan ini sekaligus mencabut peraturan sebelumnya
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 .
|
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 133/KMK.04/2000'
target="new_window"
href="../peraturan/view.php?id=289dff07669d7a23de0ef88d2f7129e7">133/KMK.04/2000 ,
tentang bentuk,ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
|
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 560/KMK.04/2000,
tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor133/KMK.04/2000'
target="new_window"
href="../peraturan/view.php?id=289dff07669d7a23de0ef88d2f7129e7">133/KMK.04/2000 tentang
bentuk, ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
|
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 571/KMK.04/2000,
tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor133/KMK.04/2000'
target="new_window"
href="../peraturan/view.php?id=289dff07669d7a23de0ef88d2f7129e7">133/KMK.04/2000 tentang
bentuk, ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
|
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 133a/KMK.04/2000 ,
tentang pengadaan, pengelolaan dan penjualan benda meterai
|
|
-
|
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 133b/KMK.04/2000 ,
tentang pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain
|
|
-
|
|
|
-
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP - 122a/PJ./2000 tentang
tata cara pelunasan bea meterai dengan menggunakan benda meterai.
|
|
-
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP - 122b/PJ./2000 tentang
tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas
dengan mesin teraan meterai
|
|
-
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP - 122c/PJ./2000 tentang
tata cara pelunasan bea meteri dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas
dengan teknologi percetakan.
|
|
-
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP - 122d/PJ./2000 tentang
tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas
dengan sistem komputerisasi
|
3.3
Objek Dan Tarif Bea Materai
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1985 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 mengatur
tentang objek dan tarif bea meterai. Pada hakekatnya objek untuk bea meterai
adalahdokumen. Dalam hal ini bentuk dokumen yang menjadi objek dari bea
meterai adalah sebagai berikut:
|
1.
|
Surat perjanjian dan surat-surat
lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan) yang dibuat
dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Tarif bea meterai untuk dokumen
jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
|
||
|
2.
|
Akta-akta notaris termasuk salinannya.
Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu
rupiah).
|
||
|
3.
|
Akta yang dibuat PPAT termasuk
rangkap-rangkapnya. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp
6.000,00 (enam ribu rupiah)
|
||
|
4.
|
a.
|
Surat yang memuat jumlah uang lebih
dari Rp 1.000.000,00 atau harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing
:
|
|
|
|
|
-
|
Yang menyebutkan penerimaan uang
|
|
|
|
-
|
Yang menyatakan pembukuan uang atau
penyimpanan uang dalam rekening di bank
|
|
|
|
-
|
Yang berisi pemberitahuan saldo
rekening di bank
|
|
|
|
-
|
Yang berisi pengakuan bahwa utang uang
seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan
|
|
|
b.
|
Apabila harga nominalnya lebih dari Rp
250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya
Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah )
|
|
|
|
c.
|
Apabila harga nominalnya tidak lebih
dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea meterai.
|
|
|
5.
|
Surat berharga seperti wesel , promes
dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00. Tarif bea meterai
untuk dokumen ini Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga
nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga
nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 tidak terutang bea meterai.
|
||
|
6.
|
Efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea
meterainya adalah Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga
nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
maka tarif bea meterainya Rp 3000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga
nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea meterai.
|
||
|
7.
|
Surat-surat biasa dan surat-surat
kerumahtanggaan serta surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, lain dari maksud semula , yang akan digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan. Tarif bea meterai yang dikenakan sebesar Rp
6.000,00 ( enam ribu rupiah ).
|
||
3.4
Pengecualian Objek Bea Materai
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1985 mengatur tentang dokumen-dokumen yang bukan termasuk objek bea meterai.
Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
- Dokumen yang berupa surat penyimpanan barang , konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, keterangan pemindahan yang dituliskan pada ketiga surat tersebut, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim dan surat-surat sejenis lainnya.
- Segala bentuk ijazah.
- Tanda terima gaji, uang tunggu, pesiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
- Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara dan kas pemerintah daerah.
- Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah.
- Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern oganisasi
- Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang, uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
- Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.
- Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
3.5
Waktu dan Bagaimana Pihak Yang terutang karena Bea Materai
Saat terutang bea meterai adalah sebagai
berikut :
- Dokumen
yang dibuat oleh satu pihak.
Saat terutangnya bea meterai atas dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, misalnya cek. - Dokumen
yang dibuat oleh lebih dari satu pihak.
Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat dokumen tersebut selesai dibuat, yang ditutup dengan tandatangan dari pihak-pihak yang bersangkutan. - Dokumen
yang dibuat di luar negeri.
Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat dokumen tersebut digunakan di Indonesia.
Pihak yang terutang bea meterai.
Bea meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
Bea meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
3.6 Pelunasan Bea Materai
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan bea meterai. Pada dasarnya pelunasan
bea meterai dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
|
1.
|
Dengan menggunakan benda meterai yaitu
meterai tempel dan kertas meterai.
|
|
|
|
Pelunasan dengan benda meterai ini
bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu oleh Wajib Pajak sendiri, dan dapat
pula dilakukan melalui pemeteraian kemudian oleh pejabat pos. Dalam
menempelkan meterai tempel dan menggunakan kertas meterai harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut ( pasal 7 ayat (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1985 ) :
|
|
|
|
a.
|
Meterai tempel harus direkatkan
seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea
meterai.
|
|
|
b.
|
Meterai tempel direkatkan di tempat
dimana tanda tangan akan dibubuhkan
|
|
|
c.
|
Pembubuhan tanda tangan disertai
dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang
sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan
sebagian lagi di atas meterai tempel
|
|
|
d.
|
Jika digunakan lebih dari satu meterai
tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel
dan sebagian di atas kertas.
|
|
|
Bila pelunasan bea meterai dilakukan
dengan menggunakan kertas meterai maka harus memperhatikan hal-hal
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
sebagai berikut :
|
|
|
|
a.
|
Kertas meterai yang sudah digunakan
tidak boleh digunakan lagi ( ayat (7) )
|
|
|
b.
|
Jika isi dokumen yang dikenakan bea
meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang
digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas
tidak bermeterai ( ayat (8) )
|
|
|
c.
|
Bila ketentuan penggunaan dan cara
pelunasan bea meterai tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap
tidak bermeterai ( ayat (9) )
|
|
2.
|
Cara pelunasan bea meterai dengan cara
lain yang ditetapkan menteri keuangan, yaitu :
|
|
|
|
a.
|
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas
dengan menggunakan mesin teraan meterai
|
|
|
b.
|
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas
dengan teknologi percetakan
|
|
|
c.
|
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas
dengan sistem komputerisasi
|
|
|
d.
|
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas
dengan alat lain dan teknologi tertentu (Lihat KMK No. 133b/KMK.04/2000).
|
3.7
Tata Cara Pelunasan Bea Materai
A. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai
dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai
|
|
Pelunasan Bea Meterai dengan
menggunakan Mesin Teraan Meterai diperbolehkan bagi penerbit dokumen yang
melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen.
|
|
|
|
Penerbit dokumen yang akan menggunakan
Mesin Teraan Meterai harus memenuhi beberapa syarat berikut :
|
|
|
|
1.
|
Mengajukan permohonan ijin tertulis
kepada Kepala KPP setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan
mesin teraan meterai yang akan digunakan serta melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang
harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.
|
|
|
2.
|
Melakukan penyetoran Bea Meterai di
muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
|
|
|
Dalam hal
wajib pajak telah memperoleh ijin untuk menggunakan mesin teraan meterai,
maka wajib pajak harus menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan
meterai kepada Kepala KPP setempat, paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
|
|
|
|
Ijin menggunakan mesin teraan meterai
berlaku untuk 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
|
|
|
|
Dalam hal mesin teraan meterai rusak
atau tidak digunakan lagi, maka Bea Meterai yang belum digunakan dapat
dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai lain atau pencetakan
tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan ataupun dengan sistem
komputerisasi.
|
|
|
|
Penerbit dokumen yang akan mengalihkan
Bea Meterai harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala KPP setempat
disertai dengan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.
|
|
3.8
Tata Cara Pelunasan Bea Materai Dengan Menggunakan Mesin Percetakan
Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan
Teknologi Percetakan
|
|
Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi
percetakan hanya digunakan untuk dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan
efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.
|
|
|
Perusahaan yang ditunjuk oleh Dirjen
Pajak untuk melaksanakan pembubuhan tanda Bea Meterai lunas adalah Perusahaan
Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) dan/atau perusahaan sekuriti
yang memperoleh ijin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu
(BOTASUPAL) yang ditunjuk oleh Bank Indonesia,yaitu : PT Wahyu Abadi, PT
Graficindo Megah Utama, PT Swadharma Eragrafindo Sarana, PT Jasuindo Tiga
Perkasa, PT Sandipala Arthaputra, PT Karsa Wira Utama.
|
|
|
Penerbit dokumen yang akan melakukan
pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus melakukan pembayaran
Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai,
dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
|
|
|
Penerbit dokumen yang melakukan
pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus mengajukan permohonan
ijin tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan
dilunasi Bea Meterai dan jumlah Bea Meterai yang telah dibayar.
|
|
|
Perum PERURI dan perusahaan sekuriti
yang melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau
efek, harus menyampaikan laporan bulanan kepada Dirjen Pajak paling lambat
tanggal 10 setiap bulan.
|
|
|
Surat ijin dikeluarkan oleh Dirjen
pajak dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
|
|
Bea Meterai yang telah dibayar atas
tanda Bea Meterai Lunas yang tercetak pada cek, bilyet giro, dan efek yang
belum digunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai
atau untuk pembubuhan tanda Bea Meterai dengan cara lainnya.
|
|
|
Penerbit dokumen yang akan mengalihkan
Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak
dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.
|
|
|
Bea Meterai kurang bayar atas cek,
bilyet giro, dan efek yang tanda Bea Meterai Lunasnya dibubuhkan sebelum
tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan
menggunakan mesin teraan meterai atau meterai tempel.
|
|
|
Bea
Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda lunasnya
dibubuhkan sejak tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin
teraan meterai atau dengan meterai tempel ditambah denda administrasi sebesar
200% dari Bea Meterai kurang bayar (Lihat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1985)
|
3.9
Tata Cara Pelunasan Bea Materai Menggunakan Komputerisasi
•
Pelunasan Bea Meterai dengan
sistem komputerisasi digunakan untuk dokumen yang berbentuk surat yang memuat
jumlah uang dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal 100
dokumen.
•
Penerbit dokumen yang
menggunakan sistem komputerisasi harus mengajukan ijin tertulis kepada Dirjen
Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen
yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.
•
Penerbit dokumen yang
menggunakan sistem komputerisasi harus membayar Bea Meterai di muka minimal
sebesar perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan,
dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
•
Penerbit dokumen yang
memperoleh ijin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi harus
menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai
kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
•
Ijin pelunasan Bea Meterai
dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar
pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 (satu) bulan
berikutnya.
•
Penerbit dokumen yang saldo Bea
Meterainya kurang dari estimasi kebutuhan satu bulan, harus mengajukan
permohonan ijin baru, dengan terlebih dahulu membayar uang muka minimal sebesar
kekurangan yang harus dipenuhi untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.
•
Bea Meterai yang belum
digunakan karena sesuatu hal, dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin
teraan meterai, atau pencetakan Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan.
•
Penerbit dokumen yang melakukan
pengalihan Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Dirjen Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang dialihkan.
3.10
Pelunasan Bea Materai dengan Pemeteraian Kemudian
Objek Pemeteraian Kemudian
|
|
a.
|
Dokumen yang semula tidak terutang Bea
Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
|
|
|
b.
|
Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau
kurang dilunasi sebaimana mestinya
|
|
|
c.
|
Dokumen yang dibuat di luar negeri
yang akan digunakan di Indonesia
|
Mekanisme Pemeteraian Kemudian
|
|
a.
|
Pemeteraian kemudian dilakukan oleh
pemegang dokumen dengan menggunakan meterai tempel atau SSP yang telah
disahkan oleh Pejabat Pos
|
|
|
b.
|
Lembar ke-1 (satu) dan ke-3 (ketiga)
SSP dilampiri dengan daftar dokumen yang dimeteraikan kemudian yang merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan
|
|
|
c.
|
Pengesahan atas pemeteraian kemudian
dilakukan setelah pemegang dokumen membayar denda
|
Besarnya Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara
Pemeteraian Kemudian
|
|
a.
|
Atas dokumen yang semula tidak
terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan
adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku
pada saat pemeteraian kemudian
|
|
|
b.
|
Atas dokumen yang tidak atau kurang
dilunasi adalah sebesar Bea Meterai yang terutang
|
|
|
c.
|
Atas dokumen yang dibuat di luar
negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar Bea Meterai yang
terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian
|
Sanksi
Pemateraian Kemudian
|
|
a.
|
Denda sebesar 200% (dua ratus persen)
dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi untuk point 1d
|
|
|
b.
|
Denda sebesar 200% (dua ratus persen)
dari Bea Meterai terutang untuk point 1c apabila pemeteraian kemudian
dilakukan setelah dokumen digunakan
|
3.11
Pemateraian Kemudian Dengan Materai Tempel
1. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan
Meterai Tempel
|
a.
|
Pemegang dokumen membawa dokumen ke
Kantor Pos terdekat.
|
|
b.
|
Pemegang dokumen melunasi Bea Meterai
yang terutang atas dokumen yang dimeteraikan kemudian sesuai dengan SKMK
Nomor 476/KMK.03/2002.
|
|
c.
|
Pemegang dokumen yang Bea Meterainya
tidak atau kurang dilunasi dikenakan denda administrasi sebesar 200%
dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP kode
MAP 0174.
|
|
d.
|
Dokumen yang telah dimeteraikan
kemudian dan SSP dicap TELAH DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR
13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh
Pejabat Pos disertai dengan tanda tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos
bersangkutan.
|
3.12
Pemateraian Kemudian Dengan Surat Setoran Pajak
2. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan
Surat Setoran Pajak (SSP)
|
a.
|
Membuat daftar dokumen yang akan
dimeteraikan kemudian.
|
|
|
b.
|
||
|
c.
|
Pemegang dokumen yang Bea Meterainya
tidak atau kurang dilunasi dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea
Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP terpisah
dengan SSP yang digunakan untuk memeteraikan kemudian.
|
|
|
d.
|
Cara Pengisian SSP sbb :
|
|
|
|
-
|
SSP yang digunakan untuk melunasi
pemeteraian kemudian diisi dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0171
|
|
|
-
|
SSP yang digunakan untuk membayar
denda administrasi diisi dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0174
|
|
e.
|
Daftar Dokumen yang telah dimeteraikan
kemudian dan SSP yang digunakan untuk membayar pemeteraian kemudian dicap
TELAH DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh Pejabat Pos disertai dengan tanda
tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos bersangkutan.
|
|
3.13
Denda Administrasi yang dikenakan dan
Kewajiban Pemenuhan Bea Meterai
( Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1985
|
1.
|
Dokumen yang terutang bea meterai
tetapi bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya
dikenakan denda sebesar 200% dari bea meterai yang tidak atau kurang di bayar
|
|
2.
|
Pelunasan bea meterai yang terutang
berikut dendanya dilakukan dengan cara pemeteraian kemudian
|
3.14
Bea Materai Atas Dokumen Yang Dibuat Di Luar Negeri
(Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1985)
Dokumen yang dibuat di Luar Negeri pada
saat akan digunakan di Indonesia harus telah dilunasi dengan cara pemeteraian
kemudian. Selain itu, sesuai dengan bunyi pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1985 , pemeteraian kemudian dilakukan pula terhadap :
|
1.
|
Dokumen yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka pengadilan
|
|
2.
|
Dokumen yang bea meterainya tidak atau
kurang dilunasi ditambah denda.
|
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah mempelajari dan Mendiskusikan
Jenis pajak daerah yang berupa Pajak Daerah dan Bea Materai diatas,kita selaku
mahasiswa dapat mengetahui mekanisme,aturan-aturan dan sanksi atas pembayaran
Pajak Daerah dan Bea Materai.
4.2 Saran
Marilah kita selaku Masyarakat Indonesia
agar dapat melaksanakan Wajib Pajak secara tepat waktu dan mematuhi
aturan-aturan Wajib Pajak,agar supaya kita bisa menjadi masyarakat Indonesia
yang baik.
DAFTAR PUSTAKA