Sabtu, 14 November 2015

Makalah Hukum Pajak ( Pajak Daerah )



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Dalam prakteknya sering kali dijumpai adanya pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajaknya. Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa penagihan pajak dapat dipaksakan penagihannya, sehingga kepada pihak-pihak yang tidak mau membayar pajaknya tersebut dapat dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa.

 Pajak digolongkan menjadi dua, yaitu:
Pajak Langsung
pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak     dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) dan PBB. PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
Pajak Tidak Langsung
pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang dan jasa.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Materai.
PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Pajak Daerah dan bagaimana cara pembayarannya
2.Apa yang dimaksud Bea Materai dan bagaimana cara pembayarannya

BAB II
PEMBAHASAN

A. PAJAK DAERAH

2.1 Pengertian Pajak Daerah
Menurut Tony Marsyahrul (2004:5) :

“Pajak daerah adalah pajak yang di kelolah oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD)”.

Menurut Mardiasmo, (2002:5) : “Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat di paksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di gunakan untuk membiayai penyelenggarakan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.

2.2 Jenis-jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 jenis-jenis pajak daerah adalah sebagai berikut
Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU 34/2000 terdiri dari:

a)      Pajak Hotel.

b)      Pajak Restoran

c)      Pajak Hiburan

d)     Pajak Reklame

e)      Pajak Penerangan Jalan

f)       Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

g)      Pajak Parkir

2.3 Karakterisktik Pajak Daerah
Pajak Hotel
Menurut peraturan daerah No. 26 tentang Pajak Hotel (2002:1) : “

pajak hotel di sebut pajak daerah pungutan daerah atas penyelenggaraan hotel”.

Hotel adalah : “Bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan atau fasilitas lainnya dengan di pungut bayaran, termasuk bangunan yang lainnya yang mengatur,di kelolah dan dimiliki oleh pihak yang sama kecuali untuk pertokoan dan perkantoran”.

Pengusaha hotel ialah : “Perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya”.

Objek pajak adalah : “Setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel, Objek pajak berupa

1)      :Fasilitas penginapan seperti gubuk pariwisata (cottage), Hotel,wisma,losmen dan rumah penginapan termasuk rumah kost dengan jumlah kamar 15 atau lebih menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan.

2)      Pelayanan penunjang antara lain : Telepon, faksimilie, teleks, foto copy, layanan cuci, setrika, taksi dan pengangkut lainnya disediakan atau dikelolah hotel

3)      Fasilitas Olahraga dan hiburan



Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib pajak hotel adalah : “Pengusaha hotel”. Dasar pengenaan adalah : “Jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel dan tarif pajak ditetapkan sebesar 10%, Masa pajak I (satu) bulan takwim, jangka waktu lamanya pajak terutang dalam masa pajak pada saat pelayanan di hotel.

Pajak Restoran
Menurut Peraturan Daerah No. 29 tentang Pajak Restoran (2002:1) : “pajak restoran yang di sebut pajak adalah pungutan daerah atas pelayanan restoran. Restoran atau rumah makan adalah : “Tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran,tidak termasuk usaha jasa boga atau catering.

Objek Pajak yaitu setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran. Subjek pajak orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran, Wajib pajak rastoran yaitu Pengusaha restoran dan tarif pajak di tetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).

Pajak Hiburan
Menurut Peraturan Daerah No.28 tentang Pajak Hiburan (2002:1) : “Pajak Hiburan atau di sebut pajak adalah pajak hiburan di Kabupaten Musi Banyuasin. Hiburan ialah “semua jenis pertunjukan permainan dengan nama dan bentuk apapun yang di tonton atau di nikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran di Kabupaten Musi Banyuasin.
Objek Pajak Semua Penyelenggaraan Hiburan berupa :

1)      .Penyelenggara pertunjukan film di bioskop dengan tarif pajak sebesar 31%

2)      .Pertunjukan kesenian tradisional, Pertunjukan sirkus, Pemeran seni, Pameran busana dengan tarif pajak 10%.

3)      Pergelaran Musik dan tarif ditetapkan sebesar 15%

4)      Karaoke ditetapkan sebesar 20%

5)      Permainan Bilyar ditetapkan sebesar 20%

6)      Pertandingan Olahraga ditetapkan sabesar 10%
Subjek pajak hiburan orang pribadi atau badan yang menonton atau menikmati hiburan, Wajib pakak hiburan orang pribadi atau badan penyelenggara hiburan

Pajak Reklame
Menurut Peraturan Daerah No.27 Tentang Pajak Reklame (2002:1) : Pajak reklame yang selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame. Reklame yaitu benda, alat, media yang menurut bentuk susunan dan corak raganya untuk tujuan komersial di pergunakan untuk memperkenalkan,mengajukan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang yang di tempatkan atau di dengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang di lakukan oleh pemerintah.

Objek Pajak ialah penyelenggara reklame seperti :

1)      Reklame Kain

2)      Reklame Melekat, Stiker

3)      Reklame Berjalan termasuk pajak kendaraan

4)       Reklame Udara

5)      Reklame Suara

6)      Reklame Film/Slide

7)      Reklame Peragaan
Subjek Pajak Reklame adalah : “Orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau memesan reklame.Tarif pajak ditetapkan sebesar 25%.

2.4 Landasan Hukum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah
  Dasar Hukum

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 Ayat (2) : “Segala Pajak Untuk Keperluan Negara Berdasarkan Undang-Undang”.

Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah : “Undang-Undang No.18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Undang-Undang No.34 Tahun 2000.

2.5 Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah

Pedoman tata cara pemungutan pajak daerah diatur Keputusan Menteri Dalam Negeri No.170 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 43 Tahun 1999

Tentang Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah.
Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah

Pendaftaran Dan Pendataan

A.Kegiatan pendaftaran dan pendataan untuk wajib pajak baru dengan cara penetapan kepala daerah (Official Assessment) terdiri dari

a)      Pendaftaran
b)      Pendataan
c)      Formulir / kartu dan daftar

A 1.Kegiatan Pendaftaran Dengan Cara Dibayar Sendiri (Self Assesment) terdiri dari

a)      Menyiapkan formulir pendaftaran

b)      Menyerahkan formulir pendaftaran kepada wajib pakak setelah dicatat dalam daftar formulir pendaftaran.

c)      Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendaftaran yang telah di isi oleh wajib pajak dan atau yang diberi kuasa

d)     Formulir / kartu dan daftar.


A 2.Kegiatan pendataan dengan cara dibayar sendiri (Self Assesment) untuk wajib pajak yang sudah memiliki NPWPD terdiri dari

a)      Menyerahkan formulir pendataan

b)      Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendataan (SPTPD) yang telah di isi oleh wajib pajak atau yang diberi kuasa

c)      Mencatat data pajak daerah dalam kartu data ke dalam daftar SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah) wajib pajak self assessment.

d)     Formulir dan daftar SPTPD.




Penetapan

B 1.Kegiatan penetapan dengan cara di bayar sendiri (self assesment) terdiri
Dari

a)              Setelah wajib pajak membayar pajak terutang berdasarkan SPTPD    dicatat dalam kartu data.

b)             Membuat nota perhitungan pajak atas dasar kartu data dan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, Dengan cara menghitung jumlah pajak terutang dan jumlah kredit pajak yang diperhitungkan dalam kartu data

c)               Jika pajak terutang kurang atau tidak dibayar maka di terbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar (SKPDKB)

d)              jika tidak terdapat selisih antara kurang dan kredit, Maka diterbitkan surat ketetapan pajak daerah nihil (SKPDN)

e)              Jika terdapat tambahan objek pajak yang sama selesai akibat di temukannya data baru, Maka diterbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT)

f)              Jika terdapat kelebihan pembayaran pajak terutang, Maka di terbitkan surat ketetapan pajak daerah lebih bayar (SKPDLB)

g)             Setelah pembuatan nota perhitungan pajak selesai, Selanjutnya menyerahkan kembali kartu data kepada unit kerja pendataan.

h)             Menerbitkan daftar SKPDKB,SKPDKBT,SKPDLB,dan SKPDN atas dasar surat etetapan pajak daerah tersebut

i)               Surat ketetapan ditandatangani oleh kepalah unit kerja penetapan.

j)                Menyerahkan copy daftar surat ketetapan di atas kepala unit kerja penagihan,unit kerja perencanaan dan pengendalian operasional.

k)             Menyerahka kepada wajib pajak berupa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN kemudian wajib pajak menandatangani masing-masing tanda terima dan mengembalikannya.

l)               Jumlah pajak terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari pokok pajak.

m)           Apabila SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN yang direrbitkan tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN diterima, Dapat memberikan sanksi administrasi berupa bunga 2% tiap bulan dengan menerbitkan STPD (surat tagihan pajak daerah).



Formulir dan daftar / buku

a)              Formulir kartu data

b)             Daftar surat ketetapan

.Kegiatan Penyetoran
a)       Kegitan penyetoran melalui bendaharawan khusus penerima (BKP) terdiri dari

a)       BKP menerima setoran disertai surat ketetapan pajak daerah dengan media SSPD (Surat Setoran Pajak daerah)

b)      .Setelah SSPD tersebut di cap, Aslinya disertai SKPD dikembalikan ke wajib pajak yang bersangkutan

c)      .Berdasarkan SSPD yang telah di cap, Dicatat dan dijumlahkan dalam buku pembantu penerimaan sejenis melalui BKP dan selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum.

d)      BKP menyetor uang ke kas daerah secara harian yang disertai bukti setoran Bank.

e)      BKP secara periodikal (bulanan) menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang yang di tandatangani oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah.

f)        mendistribusikan

b)      Kegiatan Penyetoran Melalui Kas Daerah terdiri dari

a)      Kas daerah menerima uang dari wajib pajak disertai dengan media surat ketetapan dan media penyetoran SSPD dan bukti setoran Bank

b)      Selanjutnya setelah SSPD ditandatangani dan di cap oleh pejabat kas daerah, Maka lembar pertama dari SSPD dan bukti setoran Bank diserahkan kembali ke wajib pajak

c)      2 (Dua) lembar tembusan SSPD diberikan oleh kas daerah ke BKP Dipenda yang dilampiri bukti setoran Bank

d)     BKP setelah menerima media penyetoran yang di cap oleh kas daerah dicatat dan dijumlahkan dalam buku pembantu penerimaan sejenis melalui kas daerah dan selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum

e)      .BKP secara periodikal (bulanan) membuat laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang yang ditandatangani oleh Kadipenda

f)        Mendistribusikan

Angsuran Dan Penundaan Pembayaran
Angsuran pembayaran
Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari
Menerima surat per mohonan angsuran dari wajib pajak
Mengadakan penelitian untuk di jadikan bahan dalam persetujuan perjanjian angsuran oleh kadipenda
Membuat surat perjanjian angsuran / penolakan angsuran ditandatangani oleh kadipenda dan apabila permohonan di setujui selanjutnya dibuatkan daftar perjanjian angsuran.
Menyerahkan surat perjanjian angsuran / penolakan angsuran kepada wajib pajak dan daftar surat perjanjian angsuran kepada unit lain-lain yang terkait.
Formulir Dan Buku / Daftar
Formulir SSPD
Buku / Daftar
Buku registrasi permohonan angsuran
Daftar surat perjanjian angsuran
Kegiatan Penundaan pembayaran
Kegiatan yang dilaksanakan
Dipenda melalui unit kerja penetapan menerima surat permohonan penundaan pembayaran oleh Kadipenda.
Mengadakan penelitian untuk dijadikan bahan dalam pemberian persetujuan penundaan pembayaran oleh Kadipenda.
Membuat surat persetujaun penundaan pembayaran / penolakan penundaan pembayaran yang ditandatangani oleh Kadipenda apabila permohonan di setujui dibuatkan sistem persetujuan penundaan
Menyerahkan surat persetujuan penundaan pembayaran kepada wajib pajak dan daftar persetujuan penundaan kepada unit-unit yang te rkait.
 Formulir Dan Buku / Daftar
Formulir surat permohonan penundaan pembayaran
Buku / Daftar
Buku registrasi
Daftar persetujuan penundaan pembayaran
Pelaporan
Kegiatan yang dilaksanakan
Membuat daftar penetapan, Penerimaan dan tunggakan
Membuat daftar tunggakan per wajib pajak
Membuat laporan realisasi penerimaan pajak daerah
Mengajukan laporan realisasi penerimaan pendapatan daerah pada Kadipenda
Mengajukan laporan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah kapada kepala Unit kerja pengelolaan pendapatan daerah lainnya dan perencanaan, Pengendalian operasional
Membuat daftar realisasi setoran masa pada akhir periode
Mengajukan daftar realisasi setoran masa (Self Assessment)
Menyerahkan daftar realisasi setoran masa (Self Assessment)
 Penagihan
 Penagihan dengan surat teguran
Penagihan dengan surat paksa
Penagihan dengan surat perintah melaksanakan penyitaan
Pengumuman lelang dan pelaksanaan lelang
Pencabutan penyitaan dan pengumuman lelang
kegiatan penagihan dengan surat perintah penagihan seketika dan
sekaligus (SPPS dan S)

Kegiatan Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi
Tahapan Kegiatan

a)      Menerima surat permohonan pembetulan pembatalan, Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dari wajib pajak

b)      Meneliti kelengkapan permohonan pembetulan, Pembatalan, Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi wajib pajak setelah dilakukan penelitian dan bila perlu dilakukan pemeriksaan, Dibuat laporan hasil penelitian.

Formulir Dan Buku Yang Diperlukan

Tahapan Kegiatan
a)       Menerima surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Melakukan pemeriksaan dan membuat laporan pemeriksaan ditandatangani oleh petugas dari wajib pajak.

b)      Mencatat ke kartu data selanjutnya diserahkan kapada unit kerja penghitungan untuk dilakukan penghitungan penetapan kelebihan pembayaran pajak.

c)      Memperhitungkan dengan hutang / tunggakan pajak yang lain

d)       Setelah perhitungan dengan hutang pajak yang lain ternyata kelebihan pembayaran pajak kurang / sama dengan hutang pajak lainnya tersebut maka wajib pajak menerima bukti pemindahbukuan sebagai bukti pembayaran / kompensasi dengan pajak terutang dimaksud, Karenanya SKPDLB tidak diterbitkan.

e)      Apabila hutang pajak di perhitungkan di kompensasi dengan kelebihan pembayaran pajak ternyata lebih, Maka wajib pajak akan menerima bukti pemindahbukuan dan sebagai bukti pembayaran / kompensasi dari SKPDLB harus di terbitkan

f)       Setelah menerima SKPDLB dari unit kerja penetapan dan di proses untuk penerbitan





B. BEA MATERAI
3.1 Pengertian Bea Materai
Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan.
3.2 Dasar Hukum Bea Materai
-
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea meterai
-
Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 tentang perubahan tarif bea meterai dan besarnya pengenaan harga nominal yang dikenakan bea materai. Peraturan ini sekaligus mencabut peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 .
-
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000' target="new_window" href="../peraturan/view.php?id=289dff07669d7a23de0ef88d2f7129e7">133/KMK.04/2000 , tentang bentuk,ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
-
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 560/KMK.04/2000, tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor133/KMK.04/2000' target="new_window" href="../peraturan/view.php?id=289dff07669d7a23de0ef88d2f7129e7">133/KMK.04/2000 tentang bentuk, ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
-
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.04/2000, tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor133/KMK.04/2000' target="new_window" href="../peraturan/view.php?id=289dff07669d7a23de0ef88d2f7129e7">133/KMK.04/2000 tentang bentuk, ukuran, dan warna benda meterai desain tahun 2000.
-
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133a/KMK.04/2000 , tentang pengadaan, pengelolaan dan penjualan benda meterai
-
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 , tentang pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain
-
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133c/KMK.04/2000 , tentang pemusnahan benda meterai
-
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122a/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan menggunakan benda meterai.
-
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122b/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan mesin teraan meterai
-
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 122c/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meteri dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan teknologi percetakan.
-
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor  KEP - 122d/PJ./2000 tentang tata cara pelunasan bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan sistem komputerisasi


3.3 Objek Dan Tarif Bea Materai
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 mengatur tentang objek dan tarif bea meterai. Pada hakekatnya objek untuk bea meterai adalahdokumen. Dalam hal ini bentuk dokumen yang menjadi objek dari bea meterai adalah sebagai berikut:
1.
Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
2.
Akta-akta notaris termasuk salinannya. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
3.
Akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah)
4.
a.
Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,00 atau harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing :


-
Yang menyebutkan penerimaan uang


-
Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank


-
Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank


-
Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan

b.
Apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah )

c.
Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea meterai.
5.
Surat berharga seperti wesel , promes dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00. Tarif bea meterai untuk dokumen ini Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 tidak terutang bea meterai.
6.
Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya adalah Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya Rp 3000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea meterai.
7.
Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan serta surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula , yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Tarif bea meterai yang dikenakan sebesar Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ).

3.4 Pengecualian Objek Bea Materai
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tentang dokumen-dokumen yang bukan termasuk objek bea meterai. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Dokumen yang berupa surat penyimpanan barang , konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, keterangan pemindahan yang dituliskan pada ketiga surat tersebut, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim dan surat-surat sejenis lainnya.
  2. Segala bentuk ijazah.
  3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pesiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
  4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara dan kas pemerintah daerah.
  5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah.
  6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern oganisasi
  7. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang, uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
  8. Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.
  9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.




3.5 Waktu dan Bagaimana Pihak Yang terutang karena Bea Materai
Saat terutang bea meterai adalah sebagai berikut :
  1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak.
    Saat terutangnya bea meterai atas dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, misalnya cek.
  2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak.
    Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat dokumen tersebut selesai dibuat, yang ditutup dengan tandatangan dari pihak-pihak yang bersangkutan.
  3. Dokumen yang dibuat di luar negeri.
    Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat dokumen tersebut digunakan di Indonesia.
Pihak yang terutang bea meterai.
Bea meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

3.6  Pelunasan Bea Materai
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan bea meterai. Pada dasarnya pelunasan bea meterai dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1.
Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai.

Pelunasan dengan benda meterai ini bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu oleh Wajib Pajak sendiri, dan dapat pula dilakukan melalui pemeteraian kemudian oleh pejabat pos. Dalam menempelkan meterai tempel dan menggunakan kertas meterai harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut ( pasal 7 ayat (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 ) :

a.
Meterai tempel harus direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea meterai.

b.
Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan

c.
Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel

d.
Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.

Bila pelunasan bea meterai dilakukan dengan menggunakan kertas meterai maka harus memperhatikan hal-hal sebagaimana yang tercantum dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 sebagai berikut :

a.
Kertas meterai yang sudah digunakan tidak boleh digunakan lagi ( ayat (7) )

b.
Jika isi dokumen yang dikenakan bea meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai ( ayat (8) )

c.
Bila ketentuan penggunaan dan cara pelunasan bea meterai tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai ( ayat (9) )
2.
Cara pelunasan bea meterai dengan cara lain yang ditetapkan menteri keuangan,  yaitu  :

a.
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai

b.
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan

c.
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi

d.
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan alat lain dan teknologi tertentu (Lihat KMK No. 133b/KMK.04/2000).

3.7 Tata Cara Pelunasan Bea Materai
A. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai
  •  
Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai diperbolehkan bagi penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen.
  •  
Penerbit dokumen yang akan menggunakan Mesin Teraan Meterai harus memenuhi beberapa syarat berikut :

1.
Mengajukan permohonan ijin tertulis kepada Kepala KPP setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan meterai yang akan digunakan serta melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.

2.
Melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak  ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
  •  
Dalam hal wajib pajak telah memperoleh ijin untuk menggunakan mesin teraan meterai, maka wajib pajak harus menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada Kepala KPP setempat, paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
  •  
Ijin menggunakan mesin teraan meterai berlaku untuk 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
  •  
Dalam hal mesin teraan meterai rusak atau tidak digunakan lagi, maka Bea Meterai yang belum digunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai lain atau pencetakan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan ataupun dengan sistem komputerisasi.
  •  
Penerbit dokumen yang akan mengalihkan Bea Meterai harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala KPP setempat disertai dengan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan. 

3.8 Tata Cara Pelunasan Bea Materai Dengan Menggunakan Mesin Percetakan
Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan
  •  
Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan hanya digunakan untuk dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  •  
Perusahaan yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak untuk melaksanakan pembubuhan tanda Bea Meterai lunas adalah Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) dan/atau perusahaan sekuriti yang memperoleh ijin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL) yang ditunjuk oleh Bank Indonesia,yaitu : PT Wahyu Abadi, PT Graficindo Megah Utama, PT Swadharma Eragrafindo Sarana, PT Jasuindo Tiga Perkasa, PT Sandipala Arthaputra, PT Karsa Wira Utama.
  •  
Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus melakukan pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai, dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
  •  
Penerbit dokumen yang melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus mengajukan permohonan ijin tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan jumlah Bea Meterai yang telah dibayar.
  •  
Perum PERURI dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek, harus menyampaikan laporan bulanan kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 10 setiap bulan.
  •  
Surat ijin dikeluarkan oleh Dirjen pajak dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
  •  
Bea Meterai yang telah dibayar atas tanda Bea Meterai Lunas yang tercetak pada cek, bilyet giro, dan efek yang belum digunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai atau untuk pembubuhan tanda Bea Meterai dengan cara lainnya.
  •  
Penerbit dokumen yang akan mengalihkan Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.
  •  
Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda Bea Meterai Lunasnya dibubuhkan sebelum tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau meterai tempel.
  •  
Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda lunasnya dibubuhkan sejak tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau dengan meterai tempel ditambah denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai kurang bayar (Lihat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985)

3.9 Tata Cara Pelunasan Bea Materai Menggunakan Komputerisasi
                      Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi digunakan untuk dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal 100 dokumen.
                      Penerbit dokumen yang menggunakan sistem komputerisasi harus mengajukan ijin tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.
                      Penerbit dokumen yang menggunakan sistem komputerisasi harus membayar Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
                      Penerbit dokumen yang memperoleh ijin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi harus menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
                      Ijin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 (satu) bulan berikutnya.
                      Penerbit dokumen yang saldo Bea Meterainya kurang dari estimasi kebutuhan satu bulan, harus mengajukan permohonan ijin baru, dengan terlebih dahulu membayar uang muka minimal sebesar kekurangan yang harus dipenuhi untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.
                      Bea Meterai yang belum digunakan karena sesuatu hal, dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai, atau pencetakan Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan.
                      Penerbit dokumen yang melakukan pengalihan Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang dialihkan.

3.10 Pelunasan Bea Materai dengan Pemeteraian Kemudian
Objek Pemeteraian Kemudian

a.
Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan

b.
Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebaimana mestinya

c.
Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia
Mekanisme Pemeteraian Kemudian

a.
Pemeteraian kemudian dilakukan oleh pemegang dokumen dengan menggunakan meterai tempel atau SSP yang telah disahkan oleh Pejabat Pos

b.
Lembar ke-1 (satu) dan ke-3 (ketiga) SSP dilampiri dengan daftar dokumen yang dimeteraikan kemudian yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan

c.
Pengesahan atas pemeteraian kemudian dilakukan setelah pemegang dokumen membayar denda
Besarnya Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara Pemeteraian Kemudian

a.
Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian

b.
Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi adalah sebesar Bea Meterai yang terutang

c.
Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian


Sanksi Pemateraian Kemudian
 

a.
Denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi untuk point 1d

b.
Denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai terutang untuk point 1c apabila pemeteraian kemudian dilakukan setelah dokumen digunakan

3.11 Pemateraian Kemudian Dengan Materai Tempel
1. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan Meterai Tempel
a.
Pemegang dokumen membawa dokumen ke Kantor Pos terdekat.
b.
Pemegang dokumen melunasi Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang dimeteraikan kemudian sesuai dengan SKMK Nomor 476/KMK.03/2002.
c.
Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi dikenakan  denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP kode MAP 0174.
d.
Dokumen yang telah dimeteraikan kemudian dan SSP dicap TELAH DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh Pejabat Pos disertai dengan tanda tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos bersangkutan.
3.12 Pemateraian Kemudian Dengan Surat Setoran Pajak
2. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan Surat Setoran Pajak (SSP)
a.
Membuat daftar dokumen yang akan dimeteraikan kemudian.
b.
Membayar Bea Meterai terutang berdasarkan Pasal 4 SKMK Nomor 476/KMK.03/2002.
c.
Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP terpisah dengan SSP yang digunakan untuk memeteraikan kemudian.
d.
Cara Pengisian SSP sbb :

-
SSP yang digunakan untuk melunasi pemeteraian kemudian diisi dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0171

-
SSP yang digunakan untuk membayar denda administrasi diisi dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0174
e.
Daftar Dokumen yang telah dimeteraikan kemudian dan SSP yang digunakan untuk membayar pemeteraian kemudian dicap TELAH DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh Pejabat Pos disertai dengan tanda tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos bersangkutan.

3.13 Denda Administrasi yang dikenakan dan Kewajiban Pemenuhan Bea Meterai
( Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
1.
Dokumen yang terutang bea meterai tetapi bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda sebesar 200% dari bea meterai yang tidak atau kurang di bayar
2.
Pelunasan bea meterai yang terutang berikut dendanya dilakukan dengan cara pemeteraian kemudian

3.14 Bea Materai Atas Dokumen Yang Dibuat Di Luar Negeri
(Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985)
Dokumen yang dibuat di Luar Negeri pada saat akan digunakan di Indonesia harus telah dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian. Selain itu, sesuai dengan bunyi pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 , pemeteraian kemudian dilakukan pula terhadap :
1.
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
2.
Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi ditambah denda.








BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah mempelajari dan Mendiskusikan Jenis pajak daerah yang berupa Pajak Daerah dan Bea Materai diatas,kita selaku mahasiswa dapat mengetahui mekanisme,aturan-aturan dan sanksi atas pembayaran Pajak Daerah dan Bea Materai.

4.2 Saran
Marilah kita selaku Masyarakat Indonesia agar dapat melaksanakan Wajib Pajak secara tepat waktu dan mematuhi aturan-aturan Wajib Pajak,agar supaya kita bisa menjadi masyarakat Indonesia yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar