MAKALAH KRIMINALISTIK
“DACTYLOSCOPY”
Disusun Oleh:
Rifan Takaliuang/13400041
Fitra Ayuwandika/13400026
Margritje M Pau/13400008
Aristo Wehantouw/14300004
Venly Tamaka/13400023
Christovel Tima/13400054
Universitas Pembangunan Indonesia
Fakultas Hukum Semester III
MANADO - 2014
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan YME, karena dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Dactyloscopy(sidik jari)” dalam mata kuliah Kriminalistik dengan
baik. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pencarian data dan
bahan ajar, namun kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Jika didalam makalah ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan,maka kami memohon maaf atasnya.Kami menyadari
bahwa kami jauh dari kesempurnaan. Lebih dan kurangnya di ucapkan Terima Kasih.
Manado,November
2014
Kelompok
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum adalah gabungan dari peraturan-peraturan
yang hidup dan bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau izin
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur
tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
Pada hakikatnya, "Kejahatan itu sebenamya
merupakan gejala sosial yang cukup melelahkan dikalangan masyarakat bila tidak
ditanggulangi dengan serius akan menimbulkan dampak yang merugikan terhadap
ketentraman dan rasa tidak nyaman akan selalu menghantui setiap warga.
Kejahatan juga menunjuk kepada tingkah laku yang bertentangan dengan
Undang-Undang, baik berupa ancaman saja maupun sudah merupakan tindakan nyata
dan memiliki akibat-akibat kerusakan terhadap harta benda, fisik, bahkan
kematian seseorang".[1]
Penegakan hukum merupakan proses untuk
mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan
hukum di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat Undang-Undang
yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Pembicaraan mengenai
proses penegakan hukum ini menjangkau pula sampai pada pembuatan hukum yang
terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan perekonomian dewasa
ini. Hal ini menuntut peran masyarakat dalam berinteraksi sosial semakin
memngkat, oleh karena itu tentunya aktivitas-aktivitas yang ada menjadi
beragam, bahkan memancing adanya tindak kriminalitas yang terjadi di setiap
harinya. Peran penegak hukumjelas-jelas tidak akan bisa lepas dari hal ini,
sehingga menuntut diciptakaimya berbagai macam peraturan untuk dapat
menciptakan ketertiban di dalam masyarakat.
"Secara konseptual hukum pidana merupakan ultimum
remedium (the last resort - sarana pamungkas) dalam penggunaannya sebagai
sarana penanggulangan problema sosial berupa kejahatan. Kejahatan sebagai salah
satu konsep dan kategori perilaku manusia merupakan salah satu tema sentral di
dalam hukum pidana. Posisi hukum pidana di pandang sebagai subsider,
yang membawa konsekuensi bahwa pemerintah seharusnya mendahulukan penggunaan
sarana hukum lain selain pidana".[2]
Dengan kata lain sebelum pemerintah
memberlakukan hukum pidana dalam menyelesaikan suatu problem yang terjadi dalam
masyarakat, sebaiknya menggunakan hukum lain terlebih dahulu seperti hukum
perdata dan hukum admmistrasi, apabila hukum-hukum tersebut tidak mampu,
barulah hukum pidana diberlakukan. Jadi di sini berkaitan dengan
langkah-langkah kriminalisasi.
Dalam pelaksanaan hukum pidana, faktor
perkembangan masyarakat dapat digunakan untuk mendatangkan keputusan hukum yang
dapat memberikan keputusan yang adil dan kebenaran sejati pada semua pihak.
Mencari kebenaran atas semua peristiwa yang
disebabkan oleh perbuatan manusia itu adalah sulit dan tidak mudah karena dalam
suatu peristiwa sering terjadi adanya kekurangan, dan tidak lengkapnya suatu
alat bukti maupun saksi, sehingga para petugas penyidik harus bekerja lebih
keras dalam mengumpulkan bukti-bukti yang sah untuk mendapatkan kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dalam mengusut atau menyelidiki suatu tindak pidana yang
sebenamya. Dalam pembuktian acara pidana setidak-tidaknya harus terdapat dua
alat bukti yang sah sebagai dasar rnenjatuhkan pidana bagi terdakwa (Pasal 183
KUHAP).
Menurut Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah:
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.[3]
Alat bukti tersebut merupakan suatu alat untuk
membuktikan, suatu upaya untuk dapat menyelesaikan hukum tentang kebenaran
dalil-dalil dalam suatu perkara yang pada hakikatnya harus dipertimbangkan
secara logis. Dalam contoh kasus tindak pidana seperti pencurian, penggelapan,
penipuan dan sejenisnya, petugas penyidik menggunakan beberapa metode pencarian
barang bukti; salah satunya adalah melalui Dactyloscopy (ilmu
tentang sidik jari) yaitu suatu hasil reproduksi tapak-tapak jari, yang
menempel pada barang-barang di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).
Kata Dactyloscopy berasal dari bahasa
Yunani; Dactylos yang berarti jari dan Scopium yang
berarti melihat, meneliti, mempelajari. Pertama kali di kembangkan oleh Francis
Galton, yang pada tahun 1888 mengadakan kerjasama dangan Sir William Herschell
melakukan penyelidikan secara ilmiah mengenai pola-pola garis-garis jari dan
menyusun satu sistem untuk membagi-bagi dan mengenai jenis orang.
"Diperlihatkan, bahwa sidik jari itu
lebih dari sifat ilmu urai (morphologie) dan dikemukakannya empat hal
terpenting untuk dapat menegaskan identitas seseorang: tetap, tegas, berbagai
ragam dan mudah untuk mendaftar dan menyusun"[4]
Pembuktian dengan menggunakan metode
Dactyloscopy memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh metode lain,
salah satunya adalah bahwa sidik jari seseorang bersifat permanen, tidak
berubah selama hidupnya, gambar garis papilernya tidak akan berubah kecuali
besarnya saja, selain itu juga memiliki tingkat akurasi paling tinggi di antara
metode lain, maka baik pelaku, saksi, maupun korban tidak dapat mengelak. Tidak
seperti metode yang menggunakan keterangan saksi yang bisa saja pelaku, saksi
maupun korban dapat berbohong atau memberikan keterangan palsu kepada penyidik
dalam mengungkap tindak pidana.
"Pemakaian sidik jari untuk identifikasi telah berkembang di
seluruh dunia, terutama di negara-negara maju. Keringat yang terdapat ditelapak
dan jari-jari akan menimbulkan jejak pada objek yang dipegang atau disentuh.
Berkaitan dengan itu maka Dactyloscopy atau ilmu tentang sidik jari telah
mendesak metode identifikasi lainnya karena sangat praktis dan akurat"3[5]
Pengetahuan tentang sidik jari latent bagi
masyarakat umum masih terbilang asing dan belum banyak orang yang mengetahui
tentang kegunaan dan sidik jari dalam mengungkap suatu tindak pidana bukanlah
suatu hal yang berlebihan, karena dapat kita lihat bahwa dalam kenyataannya
proses pengungkapan kasus di negeri ini belumlah terbiasa menjadikan sidik jari
latent sebagai alat bukti yang diharuskan kehadirannya pada proses persidangan,
di lain sisi kejahatan terus-menerus berkembang seiring dengan berkembangnya
masyarakat dan tekhnologi yang membuat para pelaku kejahatan semakin lihai
dalam memutar balikkan kebenaran yang ada dan membuat bingung para penegak
hukum.
Pelaku kejahatan berusaha:
1. Hindari orang yang melihat,
2. Hilangkan barang-bukti,
3. Usaha lain untuk tidak diketahui
orang lain[6].
Maka dari itu kita sebagai masyarakat pada
umumnya dan para penegak hukum khususnya dirasa perlu mempelajari setidaknya
mengetahui tentang ilmu sidik jari dan turut bekerja sama dan berperan aktif
dalam rangka penanggulangan tindak pidana yang terjadi dewasa ini. Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul:
"FUNGSI DACTYLOSCOPY BAGI PENYIDIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK
PIDANA"
B. Perumusan Masalah
Dalam
makalah ini kami akan membahas tentang;
A.
Pengertian
dactyloscopy.
B.
Sejarah
Dactyloscopy..
C.
Bentuk-bentuk
pokok sidik jari.
D.
Pengambilan
sidik jari pada mayat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dactyloscopy ( Sidik Jari)
Dactyloscopi
berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari kata Dactilos
artinya “jari” dan scopein artinya melihat/memperhatikan. Dactyloscopy
artinya mengelolah garis-garis kulit yang terdapat pada telapak jari,telapak
tangan dan telapak kaki manusia untuk tujuan penyidikan kejahatan dan
identifikasi manusia. Sidik jari adalah hasil reproduksi telapak
jari yang sengaja diambil dengan memakai tinta dactyloscopy atau bahan lainnya
dan dicapkan diatas permukaan tertentu. Jejak jari adalah bekas-bekas telapak jari
seseorang yang tertinggal pada benda-benda tersebut sebelumnya pernah tersentuh
dan terpegang dengan kulit telapak tangan/jari. Garis-garis Papiler ialah garis-garis halus
yang menonjol yang satu dengan lainnya dibatasi oleh celah /alur dan membentuk
lukisan tertentu yang terdapat pada kulit/telapak tangan dan kaki.
Keterbalikan/kekeliruan arah dan warna adalah bila terjadi tonjolan-tonjolan
garis papiler kulit telapak jari tersebut berwarna putih/terang dan celah-celah
diantara dua garis papiler berwarna hitam maka dikatakan telah terjadi
keterbalikan/kekeliruan warna.[1]
Pola sidik jari
selalu ada dalam setiap tangan dan bersifat permanen. Dalam artian, dari bayi
hingga dewasa pola itu tidak akan berubah sebagaimana garis tangan. Setiap jari
pun memiliki pola sidik jari berbeda. Ada empat pola dasar Dermatoglyphic
tentang sidik jari yang perlu diketahui, yakni Whorl atau Swirl, Arch, Loop,
dan Triradius. Selain itu hanyalah variasi dari kombinasi keempat pola ini.
Setiap orang mungkin saja memiliki Whorl, Arch, atau Loop di setiap ujung jari
(sidik jari) yang berbeda, mungkin sebuah Triradius pada gunung dari Luna dan
di bawah setiap jari, dan kebanyakan orang ada juga yang mempunyai dua Whorl
atau Loop di tangan lainnya. Pola-pola dapat juga ditemukan pada ruas kedua dan
ketiga di setiap jari.
·
Whorl Whorl bisa berbentuk
sebuah Spiral, Bulls-eye, atau Double Loop. Whorl adalah titik-titik menonjol
dan kontras, dan bisa dilihat dengan mudah. Cetakan Spiral dan Bulls-eye adalah
persis sebangun dalam interpretasinya, namun yang kedua memberikan sedikit
lebih banyak fokus.
·
Arch Pola ini bisa
terlihat sebagai sebuah Flat Arch, atau Tented Arch. Perhatikan setiap pola
Arch menaik sangat tinggi.
·
Loop Loop dapat menaik
ke arah ujung jari, atau menjatuh ke arah pergelangan tangan. Common Loop
bergerak ke arah ibu jari, sementara Radial Loop (Loop terbalik) bergerak
mengarahkan ujung pemukulnya ke sisi lengan.
a.
Loop Umum (Common Loop) Tipe paling
umum dari sidik jari adalah Common Loop. Cetakan ini mengungkap kemampuan untuk
menggunakan berbagai ide dari berbagai sumber ide, dan mencampurnya dengan gaya
yang unik.
b.
Loop Memusat (Radial Loop) Sebuah cetakan
menukik yang memasuki dan berangkat dari sisi ibu jari tangan disebut Radial
Loop (kadang-kadang disebut Reverse Loop, atau Inventor Loop). Jika Common Loop
menunjukkan campuran gaya-gaya lain, Radial Loop mengungkapkan kemampuan untuk
menciptakan sebuah gaya atau sistem yang sama sekali baru.[2]
c.
Double Loop Double Loop kebanyakan
disalahpahami oleh hampir semua penandaan Dermatoglyphic. Pada umumnya,
menginterpretasikan Double Loop sama seperti dengan Whorl.
·
Triradius
Triradius (juga disebut “Delta”) dapat digunakan untuk menunjuk
dengan tepat pusat dari setiap gunung. Gunung-gunung itu kemudian bisa dilihat
sebagai terpusat, kecenderungan, atau berpindah.
B.
Sejarah Dactyloscopy (Sidik Jari)
Perkembangan identifikasi sidik jari
tidak lepas dari penelitian, berikut ini para penemu, peneliti, dan sejarah
pemakaian indentifikasi sidik jari:
1.
Marcello
Malpighi (1686) adalah
seorang profesor anatomi pada Universitas Bologna, dia menulis dalam sebuah
karya tentang ridges, spirals dan loops pada sidik jari.
2.
John Evangelist Purkinje (1823) adalah seorang profesor anatomi pada
Universitas Breslau, dia mempublikasikan tentang sembilan pola sidik jari,
namun dia tidak melanjutkan untuk mempelajari sidik jari.
3.
Sir
William James Herschel (1858) adalah seorang Magistrate of the Hooghly district
diJungipoor, India. Dia mengadakan perjanjian dengan salah seorang pengusaha
bernama Rajyadhar Konai dengan menggunakan sidik jari sebagai personal
identification pengganti tanda tangan.
4.
Dr.
Henry Faulds (1870) adalah seorang ahli bedah Inggris yang
bekerja sebagai Kepala Tsukiji Hospital di Tokyo. Dia tidak hanya mempelajari
sidik jari untuk kepentingan identifikasi, namun juga menciptakan metode untuk
mengklasifikasikannya.
5.
Gilbert
Thompson (1882) adalah seorang ahli geologi Amerika yang bekerja di New Mexico,
dia yang memperkenalkan pengetahuan tentang identifikasi sidik jari di Amerika
Serikat.
Sejarah
Dactiloscopy di Indonesia.
Ilmu sidik jari
di Indonesia khususnya di kalangan kepolisian [harus dicek kebenarannya]
dirintis oleh seorang desertir SS Nazi Jerman yang lari ke Belanda dan kemudian
ditempatkan di Makassar oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai perwira
polisi. Setiap taruna Akpol di Indonesia mengenal namanya sebagai perintis
sidik jari di kalangan kepolisian Indonesia. Nama desertir SS Nazi tersebut
adalah Gustav Poppeck, mertua kedua pelukis maestro S.Sudjojono. Gustav Poppeck
dimamakamkan di TPU Menteng Pulo.
C.
Bentuk-bentuk Pokok Sidik Jari.
1. Sidik
Jari Dikelompokan Dalam 3 Golongan Besar
a) ARCH
“BUSUR” : Bentuk pokok sidik jari yang semua garis-garisnya datang dari satu
sisi lukisan , mengalir atau cenderung mengalir kesisi lain dari lukisan itu,
dengan bergelombang naik di tengah-tengah.
b) LOOP
“SANGKUTAN” : Bentuk pokok lukisan sidik jari dimana satu garis atau yang lebih
datang salah satu pinggir lukisan,melengkung dan menyentuh garis khayal yang
menghubungkan delta dan lengkung dan mencore “titik pusat” dan berhenti atau
cenderung kembali kesisi datangnya semula.
c) WHORL
“LINGKARAN” : Bentuk pokok lukisan sidik jari yang mempunyai paling sedikit dua
delta dengan satu atau lebih garis melengkung atau melingkar dihadapan kedua
delta.[3]
Bentuk
lukisan ini terdiri dari : PLAIN WHORL, CENTRAL FOCKER LOOP ‘SAKU TENGAH’
DOUBLE LOOP WHROL,SANGKUTAN KEMBAR DAN ACCI DENTAL LUKISAN ISTIMEWA.
2.
Karakteristik Sidik Jari.
Bentuk
Pokok sidik jari seperti diuraikan diatas bisa saja sama pada seorang dengan
orang lainnya, atau pada jari satu dengan jari lainnya dari satu orang. Tetapi
kalau sidik jari itu diambil sungguh-sungguh ternyata posisi pada setiap jari
disebut juga karakteristik garis-garis jari atau “GALTON DETAIL” dan berbentuk
sebagai berikut:
Ø Garis
membelah (Bifurcaton)
Ø Garis
yang mendadak berhenti (Ridge Ending)
Ø Pulau
(Island)
Ø Titik
(dot)
Ø Garis
Pendek (shart ridge)
Ø Jembatan
(bridge)
Ø Taji(Spur)
3.
Perumusan
Sidik Jari
1) RUMUS
PERTAMA ialah nilai dari WHROL = 1/1 s/d 32/32 ialah Whrol kolom ganjil
jumlahnya dan ditambah satu untuk penyebut.Whrol kolom genap jumlahnya dan
ditambah satu untuk pembilang.
2) RUMUS
KEDUA ialah huruf
besar : A-T-R-U-W untuk telunjuk kanan/kiri ; Huruf kecil: a-t-r Untuk
lain-lain jari . :a-t-r menghapus rumus ketiga.
3) .RUMUS
KETIGA ialah untuk
jari-jari telunjuk, tengah dan manis. Jika Loop = I-O; Jika worl = I – M – O.
4) RUMUS
KELIMA ialah: JEMPOL – Hitungan garis LOOP : S – M – L Mengikuti garis whorl : I – M – S
5) RUMUS
KELIMA ialah: KELINGKING – Hitungan garis loop/Whrol = 1 dst.
6) RUMUS
KEENAM ialah: KUNCI : Hitungan garis loop pertama keduakali kelingking.
4. Pengambilan Sidik Jari.
Pengambilan
sidik jari dilakukan dengan merekam sidik jari pada sehelai kartu sidik jari
yang mempunyai kolom-kolom untuk sidik jari, kolom untuk pencatatan identitas
dan keterangan lain yang berhubungan. Hasil pengambilan sidik jari harus baik
sempurna, yaitu garis-garis papiler harus terlihat jelas, terutama
karakteristik garis papiler yang disebut delta dan core titik pusat.
1.
Peralatan
yang digunakan/diperlukan.
a.
Tinta
Dactiloscopy, sejenis tinta cetak hitam yang dicampur dengan minyak sehingga
tinta cepat kering.
b.
Plat
kaca ukuran 12x28 cm, tempat tinta dactiloscopy.
c.
Roller,
sepotong karet bulat berdiameter +/- 2
cm dan panjang +/- 5 cm yang digunakan untuk meratakan tinta.
d.
Penjepit
kartu sidik jari, yang digunakan untuk menjepit kartu sidik jari agar tidak
bergeser saat pengambilan sidik jari dilakukan.
e.
Kartu
sidik jari, dibuat dari kertas tebal licin berukuran 20x20 cm.
2.
Prosedur
pengambilan Sidik Jari.
a.
Tuangkan
sejumlah tinta dactiloscopy diatas plat kaca kemudian ratakan dengan ruller,
usahakan tinta tidak terlalu tebal.
b.
Formulir
kartu sidik jari diberikan kepada orang-orang yang hendak diambil sidik jarinya
untuk diisi identitasnya sedangkan petugas mengisi tanggal pengambilan sidik
jari nama dan tanda tangan sendiri pada kolom yang tersedia.
c.
Tempatkan
kartu Ak23 pada penjepit kartu sedemikian rupa sehingga kolom untuk jari tangan
kanan yang digulingkan siap untuk dipakai.
d.
Penganglah
tangan kanan orang yang bersangkutan, periksa jari tangannya jika basah dan
kotor brsihkan dahulu.
e.
Mintalah
orang-orang tersebut sesantai mungkin
peganglah ibu jari tangan kanan orang tersebut dengan tangaan tangan gulingkan
jari tersebut pada tepi plat kaca yang telah bertinta mulai dari sisi kuku yang
satu ke sisi kuku yang lain.
Teknik
pengambilan dengan memutar jari kedalam.
f.
Jari-jari
tangan kanan yang telah bertinta digulingkan hanya sekali pada kartu Ak 23
sesuai dengan kolomnya.
g.
Geser
kartu Ak23 sedemikian rupa sehingga kolom untuk jari-jari kiri siap digunakan.
Teliti hasil pengambilan sidik jari tersebut sebelum orang yang bersangkutan
membersihkan tangannya.
3.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kesempurnaan pengambilan sidik jari.
a.
Tinta
yang digunakan digulingkan pada plat kaca tidak rata/ tidak cukup.
b.
Jari-jari
yang digulingkan secara penuh baik pada plat kaca maupun kartu Ak 23.
c.
Jari-jari
bergeser ketika digulingkan/ ditekan pada kartu Ak 23.
d.
Terlalu
banyak tinta.
D.
Pengambilan Sidik Jari Mayat.
Pengambilan sidik jari pada mayat lebih sulitdari pada
pengambilan sidik jari biasa. Dibutuhkan ketelitian, ketekunan dan kesabaraan
serta keberanian.
1.
Mayat
dibagi tiga golongan;
a.
Mayat
yang masih baru (baru saja meninggal).
b.
Mayat
yang telah kaku dan mulai membusuk (awal dekomposisi).
c.
Mayat
yang telah membusuk (dekomposisi), mengering (mumifikasi) terendam air (medok).
2.
Peralatan
yang digunakan/diperlukan
a.
Formulir
Ak 23
b.
Sendok
mayat (Post Morfem Finger Print spoon)
c.
Alat
pembuluh tinta
d.
Alat
suntik
e.
Cairan
pengembang jari mayat
f.
Cairan
pembersih alat suntik
g.
Sarung
tangan karet
3.
Cara
pengambilan sidik jari mayat
a.
Mayat yang masih baru (baru saja meninggal)
Bila
jari mayat masih dapat digerakan, maka caranya mayat ditelungkupkan lalu
pengambilan sidik jari dilakukan secara biasa.
b.
Mayat telah kaku dan baru mulai membusuk
Bila
jari mayat massih dapat menggenggam maka pengambilan sidik jari mayat dilakukan
secara;
-
Tarik
jari mayat hingga lurus kemudian pengambilan dilakukan dengan sendok mayat.
-
Jika
jari sulit diluruskan sayatlah bagian dalam jari pada ruas kedua sehingga jari
dapat diluruskan. Untuk ibu jari sayatlah antara ibu jari dengan telunjuk.
Bila
mayat baru mulai membusuk biasanya kulit sudah terlepas ;
-
Periksalah
kulit tersebut apakah masih baik atau ada bagian yang rusak
-
Kulit
dipasang kembali atau dipasang kembali atau dimasukan kedalam jari petugas
sehingga pengambilan dapat dilakukan
-
Jika
kulitnya sudah terlepas sama sekali, maka kulit dioleskan tinta lalu
ditekan/diapit dua kata dan dipotret, kemudian hassil pemotretan ditempel pada
formulir Ak 23
c.
Mayat yang telah membusuk(dikomposisi), pengeringan
(mumifikassi) dan perendaman (medok)
-
Periksa
apakah jari mayat masih lengkap, pakah hilang pada waktu masih hidup atau telah
dimakan binatang (cacat dalam formulir AK23)
-
Bersihkan kotoran atau bahan asing yang terdapat pada
kulit jari secara hati-hati
-
Kulit
jari dioleskan tinta dan dijepit diantara dua kaca dan dipotret. Hasil
pemotretan ditempelkan pada formulit Ak 23
Pengambilan sidik jari mayat tak dikenaal dimaksudkan
untuk dapat mengidentifikasi mayat tersebut , dengan cara membandingkan sidik
jari mayat tak dikena itu dengan sidik jari seseoraang yang telah diketahui.
Sidik jari orang yang telah diketahui dpat diperoleh
melalui :
-
Pecarian
file
-
Pengecekan
terhadap laporan oraang hilang
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Dengan mempelajari seluk beluk dactyloscopy ( Sidik
Jari), kami dapat mengetahui kelebihan dan keguanaan dari pada sidik jari dalam
penyidikan kriminalistik
B.
Saran.
Sebagai mahasiswa fakultas hukum lebih banyak belajar
tentang ilmu kriminalistik lebih khusus ke arah Dactyloscopy atau ilmu sidik
jari.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunlo. Suharsimi,
1989, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara,
Jakarta.
Atmasasmita, Romli,
1992, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco, Bandung.
Chazawi, Adam, 2002, Pelajaran
Hukum Pidana Bagian I, Radja Giafindo Persada, Jakarta.
Hadi, Sutrisno, 1989, Metodologi
research I, Audi Offset,
Surabaya.
Hainzah, Audi, 1984, Huhum
Acara Pidana, Sapilia Artha Jaya, Jakarta.
I Ketut, Murtika, 1992, Dasar-dasar
Ilmu Kedokteran Kehakiman, Rineka Cipta, Jakarta.
Lamintang, 1982, Dasar-Dasar
Pidana Indonesia, Cetakan I, Sinar Baru, Bandung.
M Karjadi, 1976, Sidik
Jari Sistem Henry, Sistem Baru Yang Diperluas, Politeia, Bogor.
Moelyatno, 1982, Azas-Azas
Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta
Prakoso, Djoko, 1988, Alat
Bukti dan Kekuatan Pembuktian Dalam Proses Pidana, Yogyakarta.
Prodjodikoro, Wirjono,
1986, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco, Bandung.
Purnomo, Bambang, 1982, Azas-Azas
Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soekamto, Soerjono,
1990, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.
^ Ashbaugh, David R. (1991)
"Ridgeology". Journal of Forensic Identification Vol 41
(1) ISSN: 0895-l 73X
[1] Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi,
Eresco, Bandung, 1992, hal 5
[2] Natangsa Surbakti, Kembang Setaman Kajian Filsafat
Hukum, Surakarta, UMS, hal. 80
[4] Karjadi M, Sidik Jari Sistem Henry Sistem Baru Yang
Diperluas, Politeia, Bogor, 1976. Hal 1
[5] Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana. Sapta Arthajaya,
Jakarta, 1984, hal. 13
[6] Materi Rakernis Sie Iden Dit Reskrim, 11 Agustus
2003, hal. 3
[3] VADEMIKUM TINGKAT I POLRI, halaman 467-468
