Universitas Pembangunan Indonesia
Fakultas Hukum Semester III
MANADO-2014
" KRIMINALISTIK"
BAB I
LATAR BELAKANG DAN PENGERTIAN KRIMINALISTIK
1.1. Latar Belakang
Ada beberapa hal yang menjadi latar
belakang dipelajarinya kriminalisstik sampai dengan saat ini, yakni antara lain
:
a.
Perkembangan
dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagaimana dikemukakan oleh kriminologi
Mr. M.A. Bonger dalam bukunya Pengantar
Tentang Kriminologi ( terjemahan ) mengatakan antara lain sebagai berikut:
“ jika kriminologi diartikan secara luas, juga termasuk Kriminalistik ( police
scientifique ), ilmu pengetahuan untuk dilaksanakan, yang menyelidiki teknik
kejahatan dan pengusutan kejahatan”. Selanjutnya dikemukakan pula oleh Prof.
Dr. W.M.E. Noach dalam bukunya Criminologie
een inleiding mengatakan antara lain : “ Kriminologi dalam arti luas yaitu
kriminologi dalam arti sempit ditambah dengan Kriminalistik”.
b.
Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku (Hukum Acara Pidana)
Berbicara mengenai kaitannya Hukum Acara
Pidana dengan ilmu Kriminalistik, dapat kita lihat pada Pasal 184 KUHP yang
secara limitatif alat bukti dalam bagian empat tentang pembuktian dan putusan
dalam acara pemeriksaan biasa. Di antara alat-alat bukti yang sah, disebutkan
keterangan ahli disamping adanya keterangan saksi. Keterangan ahli hanya dapat
dijadikan hasil pemeriksaan ahli dan salah satu cabang Forensik Science seperti Kimia Forensic, Kedokteran Forensic,
Ballistic Forensic, dan pemeriksaan dokumen forensik.
Hasil pemeriksaan ahli tersebut harus
dituangkan dalam Berita Acara Pro Justisia sehingga baru dianggap sah sesuai
ketentuan yang diatur dalam Hukum Acara Pidana. Selanjutnya dalam Pasal 183
KUHP menyebutkan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan Pidana Kepada sesorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Kemudian
dalam pasal 180 ayat 4 KUHP Hakim Ketua dapat memerintahkan penelitian ulang
dalam hal keberatan yang beralasan dst.
c.
Pencengahan
Perbuatan/Tindakan Sewenang-wenang dari Alat Penegak Hukum
Bila dikaitkan dengan Hukum Acara Pidana kita
yakni UU No. 8 Tahun 1981, maka setiap pembatasan terhadap tindakan
sewenang-wenang tercermin dalam Pasal 17 mengenai Pra Peradilan, Pasal 19
mengenai lamanya penangkapan dan Pasal 21 mengenai limitarif tindak pidana mana
saja dalam KUHP yang dpat dilaakukaan penahanan.
1.2.
Arti
Kriminalistik
a.
Prof.
Dr. W.M.E. Noach, dalam bukunya “ Criminologie Eeninleiding “, mengemukakan
bahwa kriminologi dlam arti luas yaitu kriminologi dalam arti sempit ditambah
dengan kriminalistik. Selanjutnya beliau mengemukakan bahwa kriminalistik
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah teknik
sebagai alat untuk mengadakan pengajaran atau penyidikan perkara kejahatan secara teknis dengan
mempergunakan ilmu-ilmu alam kimia dan lain-lain seperti ilmu kedokteran
Kehakiman, ilmu alam Kehakiman, antara lain ilmu sidik jari, dan ilmu kimia
Kehakiman seperti ilmu tentang keracunan da lain-lain.
Berdasarkan beberapa pendapat yang
dikemukakan diatas, maka dapat dipetik intisari atau elemen-elemen dari pada
kriminalistik, pertama : Ilmu Pengentauan, kedua : menpelajari kejahatan
sebagai maslah teknik, ketiga : dapat dilaksanakan, keempat : mempergunakan
bantuan ilmu-ilmu pengetahuan kealaman.
1.3.
Tokoh-Tokoh
Ilmu Forensik Kriminalistik
Tokoh-tokoh ilmu Forensik Kriminalistik
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hans Gross (1847-1915) dengan bukunya “ Handbuch fur Untersuchungsrichter als
System der Kriminalistik” yang telah merintis dan mengembangkan The Study of Criminal Investigation.
b. Alphonse Bertillion (1853-1914).
Kriminalis bangsa prancis yang mula-mula mengembangkan metode identifikasi
melalui sinyalemen potret dan antropometri.
c. Francis Gallon (1822-1911) yang telah
memberi sumbangan yang sangat berarti dalam study Umum sidik jari (Finger
Prints) dan pengklasifikasian berkas jari untuk file.
BAB II
PENYIDIKAN
2.1. Arti Penyidikan
Berdasarkan UU no. 8 Tahun 1981 tentang
Acara Pidana, pasa Pasal 1 dan 2 menyebutkan Penyidikan adalah serangkaian
tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulakan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Apabila kita teliti secara saksama bahwa
pertama-tama: penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik yang berarti
merupakan serangkaian tindak penyidik yang dilaksanakan secara teratur, tertib,
sesuai dengan, kedua: metode atau cara yang diatur dalaam uu ini ( UU No 8
Tahun 1981 ) dan peraturan ppelaksananya ( Peraturan Pemerintah, petunjuk
teknis, petunjuk lapangan ) yang kemudia dimaksudnkan, ketiga: untuk mencari
dan mengumpulkan bukti ( Psikis dan fisik ) dimana digunakan seperangkat peralatan
sesuai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi seperti mesin tik, metal
detektor, test kit, dan laboratorium kriminal.
Adapun kegiatan-kegiatan tertentu dan
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku baik metode maupun
cara-caranya, adalah Penyelidikan, penindakan, pemeriksaan.
2.2 Penyelidikan
Yang
diartikan penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang did uga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dlakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam UU ini ( UU No. 8
Tahun 1981 Pasal 1 angka 5 ).
Hakekat
penyelidikan menurut UU No 8 Tahun 1981 bertujuan untuk:
a.
Mendahului
guna persiapan tindakan kegiatan penyidikan yang akan dilakukan.
b.
Mencegah
terjadinya pelanggaran Hak asasi
c.
Membatasi
penggunaan upaya paksa secara dini
d.
Menghindari
ppenyidik dari kemungkinan timbuulnya resiko tuntutan hukum.
Sebagai langkah persiapan
untuk melaksanakan penyelidikan dapat ditempuh antara lain sebagai berikut:
a.
Mempelajari
tugas penyelidikan yang akan dilakukan, agar dapat menjabarkan kegiatan yang
akan dilakukan yang meliputi;
1.
Peristiwa
tindak pidana atau kejahatan yang terjadi
2.
Barang
bukti
3.
Tersaangka
4.
Korban
5.
Saksi
6.
Waktu
b.
Meneliti,
menelaah dan mencek keterangan, daata atau fakta yang baru diterima, apakah dapat
dikonfirmasikan dengan informasi yang sudah ada/tersedia dan tindakan apa yang
perlu segera diselesaikan.
c.
Memilih
dan menentukan petugas, sarana dan biaya yang diperlukan.
d.
Memperkirakan
hambatan, resiko yang mungkin terjadi.
2.3. Penindakan
Penindakan adalah setiap tindakan hukum
yang dilakukan terhadap orang maupun benda yang ada hubungannya dengan tindak
pidana yang terjadi. Tindakan hukum tersebut antara lain berupa pemanggilan
tersangka dan saksi, penangkapan, penahanan, penggeledahaan dan penyitaan.
Penyitaan adalah serangkaian tindakan
penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidaak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutsn dan peradilan. Adapun benda yang dapat
disita untuk kepentingan pembuktian dan dijadikan sebagai bukti terdiri dari;
a.
Benda
atau tagihan tersangka yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dai tindak
pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
b.
Benda
yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya.
c.
Benda
yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
d.
Benda
yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana.
e.
Benda
yang lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yaang
dilakukaan.
f.
Benda
yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau pailit.
2.4. Pemeriksaan
Pemeriksaan
merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan
tersangkan atau saksi dan atau barang bukti maupun unsur-unsur tindak pidana
yang telah terjadi sehingga kedudukan atau peranaan seseorang maupun barang
bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas.
Dalam
rangka pelaksanaan penyidikan secara ilmiah telah menggunakan kelengkapan
teknologi, seperti:
a.
Identifikasi,
yang berperan:
1.
Untuk
mengidentifikasi seseorang melalui Sidik Jari (dactiloscopy)
2.
Mengidentifikasi
orang atau benda melaliu potret dan atau pemotretan.
3.
Pengenalan
seseorang memaliu sinyalem “Portrait parle”.
4.
Pengenalan
seseorang melalui identifikasi gigi (odontologi forensic).
b.
Laboratorium
Kriminil
Fungsi dari laboratorium ini adalah
merupakan bantuan teknis operasional penyidikan dalam ranhka usaha
mengungkapkan tindak pidana yang mengunakan aspek teknologi khususnya melaksankaan
pemeriksaan bendaaa bukti mati (physical evidence) dengan menggunakan ilmu
pengetahuan forensik, yang meliputi anara lain pemeriksaan kimia forensik,
pemeriksaan racun forensik, pemeriksaan balistik dan metalurgi forensik,
pemeriksaan fisika forensik, pemeriksaan kedokteran forensik, pemeriksaan
dokumen forensik, pemeriksaan uang palsu forensik, pemeriksaan fotografi
forensik.
BAB III
TINDAKAN PERTAMA DI TEMPAT KEJADIAN
PENDAHULUAN
a.
Tempat
kejadian perkara TKP adalah:
1)
Tempat
suatu tindak pidana dilakukan/terjadi atau akibat yang ditimbulkannya.
2)
Tempat-tempat
lain yang dijadikan temuan barang-barang bukti atau korban yang berhubungan
dengan tindak pidana.
b.
Penanganan
tempat kejadian perkara adalah tindakan penyidik yang dilakukan di TKP dengan:
1)
Tindakan
pertama ditempat kejadian perkara (TPTKP)
2)
Pengolahan
tempat kejadian perkara (Crime Scene Processing)
c.
TPTKP
adalah tindakan penyelidik atau penyidik Kepolisian di TKP segera setelaah
terjadi tindak pidana, untuk melakukan pertolongan pada korban, penutupan dan
pengamanan TKP guna penyidikan lebih lanjut.
d.
Pengolahan
TKP adalah tindakan/kegiatan-kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,
menganalisis, mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan,
bukti-bukti, serta identitas tersangka, guna memberi arah kepada penyidikan
selanjutnya.
e.
Sistem
penyidikan. Sistem yang digunakan oleh Kepolisian RI adalah sistem untuk
mengusahakan dan mengunkapkan poko-pokok masalah sebagai berikut:
1)
Siapa
korban, pelaku, saksi, dan lain-lain.
2)
Apa
yang terjadi, tindak pidana apa.
3)
Dimana
telah terjadi.
4)
Dengan
alat apa yang digunakan.
5)
Mengapa,
apa motifnya, alasanya.
6)
Bagaimana
caranya.
7)
Bilamana
kejadian tersebut dilakukan (waktu kejadian).
3.1. Penanganan TKP
Urutannya sebagai berikut;
a.
Adanya
tindak pidana yg diketahui melalui laporan, pengaduan, tertangkap tangan, dan
diketahui langsung oleh penyidik (polisi)
b.
Petugas
menerima laporan segra menuju ke TKP dan mengambil tindakan pertama-TPTKP.
1)
Mengamankan
TKP
2)
Memberikan
laporan Kepada satuan reserse
3)
Memberikanperlindungan
dan pertolongan kepda korban
4)
Pemotretan
5)
Pembuatan
sketsa
6)
Pembuatan
berita acara pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang bersangkutan.
3.2. Penanganan Barang Bukti
a.
Pengumpulan
Barang Bukti
1)
pengambilan dan pengumpulan barag bukti
2)
pengambilan dan pengumpulan barang bukti dalam
kasus-kasus:
a.
Tindakan
pidana dengan/disertai pembongkaran dan memasuki tempat tertutup
b.
Pembakaran
(kebakaran yang disengaja) serta kebakaran (kelalaiaian)
c.
Tindak
pidana narkotika/obat bius
d.
Kasus-kasus
yang ada hubungannya dengan racun
e.
Kejahatan
susila
f.
Tindak
pidana pemalsuansurat di TKP
g.
Kecelakaan
Lalu lintas (sengaja atau tidak termasuk tabrak lari)
b.
Pengambilan
dan pembungkusan barang bukti
1)
Pisau
yang digunakan ada sidik jarinya.
2)
Senjata
api yang diperkirakan terdapat sidik jari.
3)
Anak
peluru (bullet) yang ditemukan di TKP
4)
Selongsong
peluru.
5)
Mesiu/serbuk.
6)
Peluru
yang belum terpakai.
7)
Pecahan
logam dan peluru.
8)
Pakaian
si korban
9)
Dokumen
atau surat.
10)
Rambut.
11)
Sperma.
12)
Darah.
BAB IV
PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA
4.1.
Pengertian
a.
Tempat
Kejadian Perkara (TKP) adalah :
·
Tempat
dimana suatu tindak pidana dilaakukan/terjadi atau akibat yang ditimblkannya.
·
Tempat-tempat
lain dimana barang-barang bukti atau korban yang berhubungan dengan tindak
pidana tersebut dapat diketemukan
b.
Penanganan
Tempat Kejadia Perkara
Adalah tindakan penyelidikan atau penyidik
yang dilaakukan di TKP yang menyelenggarakan kegiatan dan tindakan yang
dilakukan ditempat kejadian perkara terdiri atas :
·
Tindakan
pertama di Tempat Kejadian Perkara
·
Pengolahan
di tempat kejadian perkara ( crime scene processing )
c.
Tindakan
pertama di Tempat Kejadian Pekara
Adalah tindakan yang harus dilakukan
segera stelah terjadinya tindak pidana untuk melakukan
pertolongan/perlindungan.
d.
Pengolahan
Tempat Kejadian Perkara.
Adalah tindakan atau kegiatan-kegiatan
setelah tindakan pertama ditempat kejadian perkara dilakukan dengan maksud
mencari, mengumpulkan, mengaanalisa dll.
4.2.
Ketentuan Tentang Tempat Kejadian Perkaara
(TKP)
a.
Secara
umum setiap tempat dimana diduga telah terjadi tindakan tindak pidana harus
dianggap sebagai TKP
b.
TKP
merupakan salah satu sumber keterangan yang penting dan bukti-bukti yang dapat
menunjukan/membuktikan adanya hubungan antara korban, pelaku, barang bukti dan
TKP itu sendiri
4.3.
Tujuan
Penanganan Tempat Kejadian Perkara
Tujuannya adalah;
a.
Menjga
agar TKP berada dalam keaadaannya sebagaimana pada saat dilihat dn diketemukan
petugas yang melakukan tindakan pertama.
b.
Melindungi
agar barang bukti yang diperlukan tidak hilang, rusak, tidak ada enambahan/pengurangan
dan tidak berubah letaknya.
c.
Untuk
memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan lebih lanjut dalaam
menjajaki/menentukan pelaku, korban, saksi-saksi, barang bukti, modus operandi
dan alat yang dipergunakan dalam rangka mengungkapkan tindak pidananya.
Persipan
Sebelum
mendatangi TKP perlu dipersiapkan personil dan sarana/peralatan yang
memadai/sesuai dengan situasi dan kondisi kasus yang akan dihadapi, meliputi
persiapan sebagai berikut :
a.
Personil,
termasuk unsur-unsur labkrim, identifikasi dan dokter bila ada.
b.
Kendaraan
dan perhubungan untuk kecepatan bertindaak dan memelihara hubungaan petugas
dengan Markas Komando.
c.
Peralatan
yang diperlukan dalam penanganan TKP terdiri anatar lain :
1.
Alat-alat
pemeriksaan pendahuluan
2.
Kaca
pembesar
3.
Kompas
4.
Sarung
tangan
5.
Alat
pengatur jarak (meteran)
6.
Alat
potert dan lain-lain
Pelaksanaan
Apabila
menjumpai suatu tindak pidana segeralah melakukan tindakan antara lain :
a.
Memberikan
perlindungan dan ertolongan pertama
b.
Menurutp
dan mengamankan Tempat Kejadian Perkara (mempertahankan status quo)
c.
Segera
menghubungi kepada Petugas terdekat, tanpa mengabaikan keamanan Tempaat
Kejadian Perkaara dan harus melaporkan segala sesuatu yang telah dikerjakannya.
Pengolahan Tempat Kejadian Perkara
Tindakan-tindakannya sebagai berikut :
a.
Pengamatan
Umum (General Observation),
Antara lain sebagai berikut;
1.
Jalan
masuk/keluarnya si pelaku.
2.
Adanya
kejanggalan yang didapati ditempat kejadian perkara dan sekitarnya.
3.
Keadaan
cuaaca waktu kejadian.
4.
Alat-alat
yang mungkin dipergunakan/ditinggalkan olehpelaku.
5.
Tanda/bekas
perlawanan/kekerasan.
b.
Pemotretan
dan Pembuatan Sketsa.
1.
Pemotretan.
a)
Pemotretan
harus dilakukan dengan maksud untuk :
1)
Mengabadikan
situsi TKP ermasuk korban dan barang bukti lain pada saat dikemukakan.
2)
Untuk
dapat memberikan gambaraannya nyata tentang situasi dan kondisi TKP
3)
Untuk
membantu dan melengkapi kekurangan dalaam pengolahan TKP termasuk kekurangan
dalam pencatatan dan pembuatan sketsa.
b)
Objek
pemotretan
1)
TKP
secara keseluruhan dari berbagai sudut sesuai pemotretan kriminal.
2)
Detail/close
up terhadap setiap objek dalam TKP yang diperlukan untuk penyidikan (digunakan
skala/penggaris, dapat dilakukan bersama dengan penanganan barang bukti)
c)
Catatan
penjelasan pemotretan yang memuat:
1.
Hari,
tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan
2.
Merk
dan tipe kemra , lensa dan film
3.
Speed
kamera dan diafragma
4.
Sumber
cahaya
5.
Filter
yang diperlukan.
2.
Pembuatan
sketsa
a)
Sketsa
harus dibuat dengan maksud;
1.
Menggambar
TKP sedetile mungkin
2.
Sebaagai
bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika diperlukan
b)
Sebagai
lampiran Berita Acara Pemeriksaan ditempat kejadian perkara dan pembuatan
sketsa terebut
c)
Penanganan
Korban, Saksi dn Pelaku
3.
Penanganan
Saksi
Mengumpulakan keterangan dari pada saksi:
v Melakikan wawancara dengan mengajukan
pertanyaan kepada oraang/ pihak yang diperkirakan melihat, mendengar dan
mengetahui sehubungan dengan kejadian tersebut.
v Keterangan yang didapat dari beberapa
saksi yang dapat digolongkan mana saksi yang diduga keras terlibat dalam tindak
pidana yang terjadi dan mana saksi yang tidak
v Melakukan pemeriksaan singkat terhadap
golongaan saksi yang diduga keras terlibat dalam tindak pidana yang terjadi
guna mendapatkan keterangan dan petunjuk lebih lanjut.
v Melakukan pemeriksaan terhadap korban,
keadaan korban, penampilan korban, sikap atau dibawa ke rumah sakit/dokter ahli
untuk diminta Visum et Repertum.
4.
Penangnan
Pelaku
v Meneliti dan mengamankan bukti-bukti
v Melakukan pemeriksaan singkat untuk
memperoleh keterangan sementara
v Dalam kasus susila yang yang lain (homosex
dan lesbian) segera dimintakan fisum kepda dokter ahli
v Kalau dalam waktu singkat tersangka
tertangkap segera diperiksa ke dokter dan mintakan Visum et Repertum
5.
Penanganan
Barang Bukti
v Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penangnan barang bukti;
o
Setiap
terjadi kontak fisik anatara dua obyek akan selalu terjadi perpndahan material
o
Makin
jarang dan tidak wajar suatu barang ditempat kejadian, makin tinggi nilainya
sebagai barang bukti
o
Barang-barang
yang umum terdapat akan mempunyai nilai tinggi sebagai barang bukti bila
terdapat karakteridtik yang tidak umum dari barang tersebut.
o
Harus
selalu beranggapan bahwa barang bukti yang tidak berarti bagi kita, mungkin
sangat berharga sebagai barang bukti bagi orang yang ahli
v Pencarian baarang bukti dilakukan ditempat
kejadian perkara dan sekitarnya apabila perlu dengan disertai penggeledahan
badan, dilaksanakan secara teliti, cermat dan tekun
v Pencarian barang bukti dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut (tergantung kondisi tenpat dan jumlah petugas) :
(a)
Metode
Spiral (spiral method)
(b)
Metode
Zone (Zone Method)
(c)
Metode
Strip dan metode strip ganda (Strip Method and Double strip method)
(d)
Metode
Roda (Wheal Method)
v Pengambilan dan pengumpulan barang bukti
A)
Pengambilan
barang bukti harus dilakukan dengan cara yang benar disesuaikan dengan
bentuk/macam barang bukti yang akan diambil berupa padat, cair gas
B)
Pengambilan
dan pengumpulan barang bukti dalam kasus-kasus:
1.
Tindak
pidana dengan disertai pembongkaran dan memasuki tempat tertutup
2.
Pembakaran
(kebakaran yang disengaja, kebakaran (kelalaian)
3.
Tindak
Pidana Narkotika/obat bius
4.
Kasus
yang ada hubungannya dengan racun
5.
Kejahatan
Susila
6.
Tindak
pidana pemalsuan surat
7.
Kecelakaan
lalu-lintas (sengaja atau tidak termasuk tabrak lari)
8.
Bekas
perusahan yang baru menjadi, contoh : cat mobil, minyak oli, dan rem serta
kaca.
C)
Pengambilan
dan pembungkusan barang bukti
1.
Pisau
yang dipergunakan dan sidik jarinya
2.
Senjata
api yang diperkirakan terdapat sidik jari.
3.
Anak
pelru (bullet) yang ditemukan di TKP.
4.
Selongsong
peluru
5.
Mesiu/serbuk
6.
Peluru
yang belum terpakai.
7.
Pecahan
logam.
8.
Pakaian
si korban.
9.
Dokumen
dan surat.
10.
Rambut.
11.
Sperma.
12.
Darah.
13.
Pengambilan
dan pengumpulan barang bukti gas.
14.
Pengkhiran
penangkapan TKP.
BAB V
PENANGANAN KORBAN SAKSI DAN PELAAKU DI TKP
5.1.
Penanganan
Korban Mati
Dalam penanganan korban mati, perlunya
memanfaatkan bantuan teknis dokter yang didatangi dengan menanyakan hal-hal
berikut:
1)
Jangka
waktu/lama kematian berdasarkan tanda-tanda kematian antara lain kaku mayat,
lebam manyat, tanda pembusukan.
2)
Cara
kematian (mode or manner of death)
3)
Sebab
kematiankorban (cause of death)
4)
Kemungkinan
adanya perubahan posisi mayat pada waktu diperiksa dibandingkan dengan posisi
semula pada saat terjadinya kematian.
5.2.
Tanda-tanda
Mati (kematian)
a.
Kematian
Kematian adalah terhentinya tanda-tanda kehidupan
secara permanen dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1)
Detik
jantung tidak ada/berhenti.
2)
Denyut
darah pada pergelangan tidak ada/berhenti.
3)
Muka
pucat.
4)
Mata
suram.
5)
Tidak
ada reaksi bila mata atau bibir disentuh.
6)
Biji
mata tidak mengecil bila mata atau bibir disentuh.
7)
Tidak
ada uap dimulut.
8)
Keluar
bintik-bintik dikulit.
9)
Mulai
kaku.
Apabila diukur dengan waktu, maka terdapat
gejala-gejala sebagai berikut:
-
1 jam : timbul bintik-bintik
mayat
-
1-3 : badan mssih lembek
-
3-6 : kaku dimulai dari
rahang, tengkuk, badan, lengan dan kaki
-
6-12 :kaku sama sekali (Rigor
Mortis)
-
12-24 : mulai lembek lagi
berturut-turut dari tengkuk, badan, lengan kaki dan rahang.
-
24
jam : lembek sama sekali
menuju protes embususkan.
Secara garis besar ada dua cara kematian:
1)
Kematian
yang wajar akibat sakit.
2)
Kematian
tidak wajar bukan akibat penyakit seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan,
dan lain-lain.
b.
Lebam
mayat
Lebam manyat terjadi akibat terhentinya aliran
darah. Dengan gaya berat, maka butir-butir darah akan mengendap dibagian tubuh
yang terendah. Lebam mulai timbul setelah 30 menit setelah kemaatian, sebagai
bercak-bercak biru terbentuk sempurna. Waraanya merah tua kebru-biruan. Pada
mayat terlentang, lebam akan ditemukan sepaanjaang punggung, bokong, dan paha
bagian belakang.
c.
Kaku
mayat
Setelah 2-3 jam setelah meninggal mayat
berangsur-angsur menjadi kaku, mjlai bagian kepalaa ke arah kaki. Setelah 8-12
jam seluruh tubuh kan kaku. Setelah 24 jam, kekakuan bengangsur-angsur hilang
dengaan arah yang sama yaitu diaa kepala ke kaki.
Penyebab terjadinya karena perubahan kimiawi dalam
otot dan perjalanan ke ataau dari arah kepala ke kaki, berdasarkan bangunan
tubuh karena otot-otot dibagian kepala lebih kecil daripada di bagian kaki.
Apabila sebelum 6 jam kematian, kekakuan di lawan dan dibuat posisi lain
(misalnya siku diluruskan), mka kekakuan dapat dipertahankan pada posisi baru.
d.
Kejang
mayat
Merupakan kekakuan pada tubuh tertentu yang
terjadi pada waktu menjelang ajal. Selama 15-30 menit pertama, suhu tubuh belum
turun karena masih menghasilkan panas. Penurunan suhu tubuh dipengaruhi:
1)
Keadaan
tubuh korban (kurus/gemuk);
2)
Pakaian
yang dikenakan;
3)
Tempat
dimana berada;
4)
Saat/waktu
kematian misalnya pagi, sore atau malam; dan
5)
Suhu
pada saat kematian- demandie.
e.
Pembususkan
Pembusukan terlihat setelah 24 jam kematian.
Proses ini disebabkan oleh kuman-kuman dan getah-getah pencernaan dalam tubuh.
Pembususkan mulai tampak pada perut kembung kanan bawah berwarna
kehijau-hijauan, kemuadian menjalar keseluruh perut dan sela-sela iga. Setelah
2 x 24 jam terjadi penggembungan akibaat pembentukan gas-gas hasil penguraian
kuman-kuman sehingga saat ini sukar dikenali.
f.
Mati lemas (asfiksa)
Ialah kematian yang terjadi karena tubuh
kekurangan zat asam dan kelebihan zat arang, akibatnya terhentinya fungsi
pernapasan dan peredaran darah.
5.3.
Penanganan
Saksi
Penanganan saksi diantaranya mengumpulakan
keterangan dari saki: melakukan interview/wawancara/pembicaraan dengan
mengajukan pertanyaan kepada orang atau pihak yang diperkirakan melihat,
mendengar dan mengetahui sehubungan dengan kejadian tersebut.
Penanganan Pelaku
a.
Meneliti
dan mengamankan bukti-bukti
b.
Melakukan
pemeriksaan singkat untuk memperoleh keterangan
c.
Dalam
kasus kejhatan susila segera di mintakan visum
d.
Dalam
waktu singkat tersangka tertangkap segera diperiksa ke dokter dan minta visum
et repertum ( jangan sampai mencuci bekas-bekas noda darah atau sperma dan
lain-lain).
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK atau
P3K)
a.
Arti
PPPK adlah pertolongan sementara yang diberikaan kepada sesorang yang saakit
sekonyong-konyong atau mendadak atau yang mendapat kecelakaan dll
b.
Pembuatan
pernapasan buasan (Artificial respiration)
Tiga cara membuat napas buatan yang
efisien adalah sebaagai berikut;
1)
Cara
Silvester (1858)
Sikorban ditidurkan terlentang, sedangkan
penolong duduk diatas lutut dan kakinya ke belakang (berlutut). Penolong
memegang lengan bawah korban, mengangkat kedua lengan ke atas, kemudian
kebelakang sampai menyentuh laintai, sehingga terjsi pernapasan.
2)
Cara
Schafer (1930)
Sikorban diletakan tengkurap, miringkan
mulut dn hidungnya agar tidak terhalang. Penolong berlutut, sehingga badan
korban ada dianara kedua kaki penolong. Letakan kedua telapak tangan, kedua ibu
jari berada 3 cm diatas tulang punggng.dengan lengan lurus bengkokkan ke depan,
sehingga menekan rongga dada. Maka terjadilah pengeluaran napas.
3)
Cara
Holger-Nielsen (1932)
korban diletakan tertelungkup dengan muka
diatas tangannya. Penolong berlutut atau beridir diatas kaki lutut dimuka
kepala korban. Letakan kedua tangan diatas punggung korban kira-kira sedikit di
bawah tulang belikat, jari direnggangkan, sedangkan kedua ibu jari hampir
rapat. Selanjutnya bergerak membungkuk kedepan atas tekanlah perlahan-lahan dan
sama rata di atas punggung korban, sehingga terjadi pengeluaran napas.
c.
Pemeriksaan
pada luka
Visum et Repertum (VR)
a.
Pengertian
1)
Lembaga
Kriminologi Universitas Indonesia.
Adalah suatu laporan tertulis yang dibuat
oleh dokter berdasarkan sumpah serta menggunakan pengetahuannya atas apa yang
dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban atau benda lain, guna kepentingan
yustisi (pro yustisia).
b.
Kegunaan
VR
VR sangat membantu bagi hakim dalam
usahanya membuat tentang suatu perkara. Viisum et Repertum merupakan dokter
ahli, diluar kemaampuan pengetahuan penyidik maupun hakim.
c.
Jenis
Visum et Repetum
terbagi atas;
1)
Visum
et repertum untuk orang hidup dibagian dalam
a)
Visum
et repertum (biasa) diberikan kepada pihak peminta (polisi) untuk korban yang
tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
b)
Visum
et repertum sementara diberikan apabila korban memelurkan perawatan lebih
lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya.
c)
Visum
et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lagi
karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
2)
Visum
et repertum orang mati (jenazah). Bersfiat subjektif sehinggah hakim tidak
terikaat pada pendapat seorang ahli tapi harus diyakini oleh hakim akan
kebenarannya meskipun pada praktiknya visum ini dipakai dasar oleh hakim dalam
keputusan. Visum ini memuat kesimpulan :
a)
Jenis
luka yang ditemukan,
b)
Penyebab
terjadinya luka,
c)
Kualitas
pada orang hidup atau sebab kematian pada mayat sebagai hasil bedah mayat
(otopsi).
d.
Prosedur
permintaan Visum et Repertum
1)
Diajukan
oleh penyidik secara tertulis
2)
Untuk
korban mati (mayat) ibu ajri kaki kanan diberi lebel yang disegel dengan memua
nama, tanggal kejadian, keterangan singkat kejadian, nama dan identitas petugas
yang meminta visum.
3)
Tidak
dibenarkan meminta visum atas kejadian yang lampau karena bertentangan dengan
rahasia jabatan yang bersangkutan.
4)
Untuk
korban hidup, korban harus pergi ke dokter yang ditunjuk penyidik.
5)
Untuk
korban mati (mayat) tidak dibenarkan meminta visum pemeriksaan luar saja tetapi
harus minta visum otopsi (bedah mayat) atau tidak.
6)
Jika
keluarga korban menolaak untuk dibedah ada dua cara untuk mengatasinya;
a.
Keluarga
diberi penjelasan bahwa apabila tidak diotopsi kemunkinan nanti digali
kembaali, bila hakim meminta.
b.
Dikenakan
pasal 222 KUHP kepada keluarganya dengan tuduhn menghalangi pemeriksaan korban
dengan ancaman hukum 9 bulan penjara.
7)
Mencantumkan
keterangan lengkap tentang korban, seperti kejadian, jam ditemukan, jam
kematian, identitias dan lain-lain. Untuk mayat lebih dari satu, perminaan
dibuat sendiri (tidak digabungkan).
BAB VI
PENERAPAN
ILMU FORENSIK BAGI KEPENTINGAN PERADILAN
PENDAHULUAN
Dalam situasi yang sangat sulit memperoleh
pengakuan/keterangan yang MURNI (pure confession) dari seorang tersangka. Maka
guna membantu para aparat penegak hukum utamanya penyidik, pemburu kejahatan
(crime hunter) atau para ilmuan ataupun tokoh-tokoh di bidang pemberantasan
kejahatan yang telah puluhan tahun mempunyaai pengalaman berkecamping dengan
dunia kejahatan telah dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang dinamakan
kriminalistik, yang dapat dimanfaatkan baik untuk di lingkungan pendidikan
maupun yang bertugas di lapangan.
PENYAJIAN
Kriminalistik
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penyidiksn kejahatan dengan
bantuan ilmu-ilmu forensik. Disamping itu kriminalistik secara relatif barulah
dianggap lengkap dan bermanfaat bagi dunia peradilan apabila ia mendapat
dukungan ilmu-ilmu forensik yang diterapkan secara ilmiah bagi pengungkapan
suatu Kasus Kejahatan.
Penerapan
ilmu-ilmu forensik dalam bidang Hukum Pidana Formal utamanya diarahkan untuk
pemeriksaan bukti-bukti material (bukti fisik) berupa benda mati dalam suatu
kasus kejahatan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemeriksaan
bukti-bukti material (bukti fisik) dimaksud dpat dibagi 2 yakni pemeriksaan
pendahuluan (preliminary test) terhadap baraang bukti di lapangan antara lain narcotics test kit, blood test kit, paraffin
test kit, metal detector. Penggunaan test
kit ini seyogianya sudah harus benar-benaar dikuad=sai oleh Petugas
penyidik di lapangan, karena hasil pemeriksaan pendahuluan ini sangat
bermanfaat dalam pengenalan, seleksi barang bukti maupun sebagai dasar tindakan
upaya paksa. Yang berikutnya adalah pemeriksaan secara Laboratories
Kriminalistik pada laboratorium kriminil baik di Markas Besar Kepolisian Negara
R.I. Lembaga Kriminologi di Universitas Indonesia maupun Instansi Pemerintah
yang dalam hal ini Departemen Kesehatan Dinas Pengawasan Obat, Makanan dan
Minuman. Khusus pada laboraatorium kriminil Polri, secara struktural diwadahi
dalam berbagai sub departemen pemeriksaan teknis sesuai dengan pembagian
aspek-aspek ilmu krminalistik seperti :
1. Sub
Departemen Kimia Forensik
2. Sub
Departemen Narkotik Forensik
3. Sub
Departemen Toksikologi Forendik
4. Sub
Departemen Fisika Forensik
5. Sub
Departemen Dokumen Forensik
6. Sub
Departemen Dang Palsu Forensik
7. Sub
Departemen Balistik daan Metallurgi Forensik
8. Sub
Departemen Fotografi Forensik
Adapun
jenis-jenis pemeriksaan pada masing-masing sub departemen tersebut diatas adlah
sebagai berikut:
1. Sub
Departemen Kimia Forensik
a. Pemeriksaan
Kimia umum yaitu pemeriksaan produk-produk industrial dan bahan-bahan, terutama
untukmengetahui keaslian barang bukti misalnya dalam kasus pemalsuan, contoh :
-
Makanan dan minuman dalam kemasan
-
Alat dan bahan kosmetik
-
Bahan bakar dan minyak pelumas
b. Pemeriksaan
serologi yaitu pemeriksaan cairan tubuh dan beberapaa bagian organ tubuh,
contoh :
-
Darah
-
Sperma
-
Air ludah keringat
-
Berbagai macam rambut
2. Sub
Departemen Narkotik Forensik
a. Pemeriksaan
narkotik sesuai Undang-Undang R.I No. 9 Tahun 1976;
- Golongan Opium yang berasal dari tumbuhan papawer
somniforum, yaitu dalam bentuk opium mentah, opium masak, opium obat, jicing
dan jicingko (tengko)
- Golongan alkaloid opium dan turunannya seperti morphine,
herion, codein, dan lain-lain.
- Golonan codein yang berasal dari tumbuhan Erythroxylon
coca
- Narkotik sintesis atau narkotik berdasarkan Surat
Keputusan Mentri Kesehatan seperti Pethidin Methadon dan Meperidin
b. Pemeriksaan
Psykotropik atau bahan obat berbahaya sesuai UU Bahan Obat Berbahaya St. 1949
No. 377 :
- Golongan Depresant yaitu : Barbiturat beserta turunannya
- Golongan Halucinogin yaitu : Psylocin, psylocibin dan
sebagainya
-
Golongan Stimulat yaitu : Amphetamin
c. Pemeriksaan
obat-obatan keras golongan tfransquilizer (golongan anti psykotis) seperti
valium, mogadon (nitrazepam), lexotam, mandrax, rohypnol.
d. Pemeriksaan
cairan tubuh korban narkotik terutama darah dan urine
e. Pemeriksaan
pemalsuan obat-obatan.
3. Sub
Departemen Toksikologi Forensik
a. Pemeriksaan
keracunan yang diduga dari bahan makanan, bahan pengawet, zat warna dan
bahan-bahan lain yang ditambahkan pada makanan.
b. Pemeriksaan
keracunan yang diduga karena obat atau caampuran obat.
c. Pemeriksaan
keracunan yang di duga karena pestisid dan sebaagainya.
d. Pemeriksaan
keracunan yang di duga karena industri bahan-bahan tertentu.
e. Pemeriksaan
keracunan karena lingkunagn seperti akibat bahan buangan dari pabrik sisa
pembakaran kendaran bermotor, pemakaian pestisida dan sebagainya
4. Sub
Departemen Fisika Forensik
a. Pemeriksaan
kasus kecelakaan dan sabotase (pemeriksaan TKP)
b. Pemeriksaan
jejak dan berkas (tool marks)
c. Pemeriksaan
produk industri
d. Pemeriksaan
dengan instrumen :
-
Lie Detector
-
Metal Detector
-
Gas Chromatography
-
Mass Spectrumeter
-
Liquid Chromatography
-
Emission/Laser Spectrograph
-
UV-VIS Spectrometer
-
Infra Red Spectrometer
5. Sub
Departemen Ballistic daan Metallurgy Forensik
a. Pemeriksaan
senjata api, peluru, anaka peluru dan selongsong peluru
b. Pemeriksaan
bahan peledak
c. Pemeriksaan
Nomor Series terutama dalam kasus pemalsuan
6. Sub
Departemen Dokumen Forensik
a. Pemeriksaan
tulisan tangan
b. Pemeriksaan
tulisan ketik
c. Pemriksaan
tanda tangan
d. Pemeriksaan
tulisan cap tempel
e. Pemeriksaan
bahan cetakan
7. Sub
Departemen dang Palsu Forensik
a. Pemeriksaan
uang kertas R.I
b. Pemeriksaan
uang logam R.I
c. Pemeriksaan
uang kertas dan logam asing
d. Pemeriksaan
perangko dan materai
8. Sub
Departemen Fotografi Forensik
a. Melaksanakan
fotografi forensik terhadap barang bukti dalam menunjang seluruh kegiatan
pemeriksaan yang dilakukan oleh semua sub departemen.
b. Melakkanpemotretan
TKP dan barang buti dalam kasus yang memerlukan pengolahan laboratoies sejak
dari TKP (kebakaran, peledakan, pengrusakan dan sebagainya)
Kesimpulannya
bahwa dalam penanganan barang ukti material (fisik) untuk kepentingan
peradilan, diaksanakan oleh 2 instansi petugas penyidik yakni petuga yang
berada di lapangan atau yang pertama kali menangani, mengolah barang bukti pada
saat ditempat kejadian perkara dan petugas yang berada di laboratorium kriminil
sebagai bantuan teknis dalam penyidikan.
BAB VII
PEMERIKSAAN
KEDOKTERAN FORENSIK
PENDAHULUAN
Dalam
pemeriksaan kedokteran forensik dengan mengikuti prosedur dari pemeriksaan
untuk menghindari kesalahan yang total terutama pada perkara-perkara yang besar
dan mengundang opini publik, jangan dibebani oleh hasil pemeriksaan kedokteran
forensik.
PENYAJIAN
7.1. Pemeriksaan Luka-Luka Korban
Luka terjadi akibat suatu kekerasan. Bergantung kepada
jenis dan besar kecilnya kekerasan, kaka luka yang terjadi pun akan mempunyai
berbagai bentuk dan ukuran. Jenis kekerasan dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu
:
a.
Kekerasan Mekanis:
-
Kekerasan oleh benda tumpul
a) Luka
Memar: terjadi penggumpalan darah dibawah kulit akibat pecahnya
pembuluh-pembuluh darah halus. Luka terjadi pembengkakan dan warna
kebiru-biruan
b) Luka
Lecet : hilangnya sebagian atau seluruh lapisan kulit ari yang disebabkan oleh
geseran benda tumpul pada permukaan tubuh.
c) Luka
Robek : robekan pada kulit meliputi seluruh lapisan kulit, dapat sampai ke otot
bahkan ketulang.luka robek dapat ditimbulkan oleh benturan benda tumpul atau
tubuh jatuh pada tempat yang keras dengan permukaan tidak rata.
-
Kekerasan ole benda tajam
a) Luka
Tusuk : luka yang disebabkan benda tajam
atau benda runcing, yang mengenai tubuh dengan arah tegak lurus atau
kurang lebih tegak lurus.
b) Luka
Iris : diakibatkan benda tajam yang mengenai tubuh dengan arah yang kurang
lebih sejajar dengan permukaan tubuh.
c) Luka
Bacok : ialah semacam luka iris yang terjadi akibat benda tajam yang lebih
besaar dengan mengarahkan tenaga yang lebih besar pula.
-
Kekerasan oleh tembakan senjata api
1. Luka
tembak masuk jarak jauh :
·
Yang mengenai sasaran hanyalah anak peluru.
·
Terdiri dari satu lubang luka berbentuk bulat,
dikelilingi luka lecet, disebut : Kelim Lecet (Kelim Memar).
·
Pada kelim lecet dapat di temukan pita berwarna hitam
terdiri dari lemak (dari dalam laras senjata), disebut kelim lemak.
2. Luka
tembak masuk jarak dekat :
·
Terjadi apabila jarak penembakan masih dalam batas daya
capai butir mesiu yang tidak habis terbakar.
·
Gambaran luka seperti luka tembak jarak jauh yang di
sekelilingnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam yang terdiri dari butir
mesiu yang tidak habis-habis terbakar, disebut : Kelim Tattoo.
3. Luka
tembah masuk jarak sangat dekat :
·
Terjadi apabila yang turut mengenai sasaran ialah semua
partikel yang dihasilkan suatu tembakan.
·
Gambaran luka sperti luka tembak jarak dekat ditambah
dengan Kelim Jelaga yang merupakan pemwarnaan hitam pada kulit sebelah luar
dari kelim tattoo.
·
Juga dapat dijumpai kelim api yang merupakan daeraah
kemerahan akibat udara panas.
4. Luka
tembak masuk tempel
·
Luka tembak yang masuk jarak nol
·
Moncong senjata diletakan pada kulit
·
Anak peluru dan partikel lainnya akan turut masuk kedalam
tubuh karena tidak dapat menyebar, akibat laras yang menghalangi.
·
Gambaran luka merupakan suatu lubang yang dikelilingo
oleh kelim memar, dengan jarak laras merupakan pita luka lecet atau luka memar
yang mengelilinginya.
·
Dinding saluranluka akan nampak berwarna hitam
·
Apabila tembakan dilepaskan di daerah yang dibawh kulit
langsung terdapat tulang (misalnya di kepala), maka luka tembak tempel tersebut
disertai sobekan kulit yang berentuk bintang.
5. Luka
temabak keluar :
·
Terjadi apabila naka peluru masih mempunyai cukup tenaga
untuk terus menembus keluar pada sisi tubuh yang lain.
·
Merupakan luka terbuka, benrbentuk tidak teratur,
kadangkala ia merupakan celah saja.
·
Pada luka tembak keluar tidak ada kelim.
·
Luka tempbus pada tulasng tipis, yang diakibatkan oleh
anak peluru akan mempunyai gambaran merupakan corong yang membuka kearah perginya peluru.
b.
Kekerasan Fisik:
-
Kekerasan oleh suhu tinggi :
·
Disebut juga luka bakar
·
Terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1) Tingkat
pertama : berupa berwarna kemerahan pada kulit, contoh ; kena panas matahari.
2) Tingkat
kedua : terdapat gelembung-gelembung berisi cairan pada kulit yang terkena.
3) Tingkat
keiga : kerusakan mengenai seluruh tebal kulit. Bila sembuh akan menginggalkan
parut.
4) Tingkat
kempat :kerusakan mengenai kulit, jaringan di bawah kulit, otot, sampai ke
tulang. Terjjadi proses pengarangan.
Bagaimana
mengetahui Orang Mati Karena Terbakar atau Mati Daulu Kemudian dibakar :
Pada orang
yang matikarena terbakar, maka pada jenazah akan ditemukan :
·
Warna jaringan merah terang (karena karbon monksida dalam
peredaran darah)
·
Didaapatkan jelaga/arang dalam saluran nates atas
·
Pemeriksaan laboratoies diperlukan untuk mendeteksi
karbon monoksida daan infiltrasi butir-butir darah putih dalam cairan gelembung
-
Kekerasan oleh suhu rendah :
·
Diindonesia jarang/hampir tidak dijumpai
·
Disebut juga : Frost bite
·
Terjadi kematian jaringan karena rusaknya sistem
peredaran darah dan persarafan
-
Kekrasan oleh arus listrik :
·
Mempunyai gambaran yang khas. Pada tempat kontak, kulit
menunjukan luka bakar dengan tepi yang menimbul
·
Sekitarnya tampak daerah pucat (halo) dan luarnya bagi
terdapat daerah kemerahan
·
Pada tempaat keluarnya arus listrik terdapat luka lecet
atau robek
c.
Kekerasan Zat kimiawi:
-
Kekerasan oleh asam kuat:
·
Menyebabkan terserapnya cairan dan sel kulit
·
Terjadinya penggumpalan protein
·
Luka tampak sebagaai bagian yang kering dan teraba keras
·
Umunya tidaak menyebaabkan kematian, kecuali bila
meliputi permukaan tubuh yang sangat halus
-
Kekerasan oleh basa kuat :
·
Basaa kuat yang mengenai kulit akan dapatmemasuki sel
·
Terjadi reaksi penyabunan, menyebaabkan sel mengembung,
basa daan memberikan perabaan licin
7.2 Pemeriksaan Kematian
1. Penjelasan
Kematian ialah terhentinya
tanda-tanda kehidupan secara permanen.
2. Cara Kematian
Secara garis besar, ada 2 cara
kematian, yaitu :
a.
Kematian yang wajar akibat suatu penyakit (infeksi,
serangan jantung daan lain-lain)
b.
Kematian yang tidak wajar L bukan akibat suatu penyakit.
Ini merupakan :
-
Pembunuhan
-
Bunuh diri
-
Kecelakaan
Pada setiap
kasus kematian tidak wajar yang di duga karena tindak pidana maka Penyidik
harus mengajukan permintaan Visum et
Repertum / keterangan ahli. Dalam menghadapi suatu kasus kematian,
sebaiknya di anggap sebagai suatu kematian yang tidak wajar sebelum dapt
dibuktikan kematian waajar. Jika dijumpai kasusnya suatu pembunuhan, maka
langkah selanjutnya adalah membuat permintaan Visum et Repertum jenasah.
Sebaliknya
kalau ada dugaan akan suatu kasus bunuh diri yang diltarbelakangi pembunuhan,
maka ajukanlah permintaan Visum et
Repertum/bedah jenazah untuk menentukan sebab kematian secara pasti.
Kematian kecelakaan ada kalanya juga memerlukan bedah jenazah bila dikaitkan dengan penyelesian asuransi
namum tidak jarang terjadi kasus pembunuhan yang dibuat seolah-olah suatu
kecelakaan. Oleh karena itu bedah jenazah merupakan upaya penting untuk
memastikan di saamping pemeriksaan-pemeriksaan yang lain.
3. Sebab Kematian
Harus
dibedakan pengertian akan sebab kematian dari cara kematian. Sebab kematian
ialah kelainan apa yang terjadi didalam tubuh korban, akibat suatu dari luar
atau dalam, yang menghentikan fungsi kehidupan
4. Tanda-Tanda Kematian
Pada orang yang meninggal dapat
dijumpai tanda-tanda yang
dapatdigunakaan sebagai petunjuk bahwa ia sudah benar-benar meninggal.
Tanda-tanda ini dapat bersifat dini atau lanjut
a.
Tanda-tanda kematian dini:
-
Pergerakan terhenti
-
Denyut terhenti
-
Pernafasan terhenti
-
Kulit menjadi pucat
-
Suhu tubuh menurun
b.
Tanda-tanda kematian lanjut
Setelah
kematian berlangsung beberapa saat lamanya, maka pada mayat dapat dijumpai
perubahan-perubahan maupun tanda-tanda yang berguna sebagai petunjuk penting :
penentuan lama kematian, posisi tubuh setelah mati, penyebab kematian, dan
lain-lain.
a) Lebam
Mayat (pewarnaan setelah kematian)
Terjadi akibat terhentinya
aliran darah. Dengan adanya gaya berat, maka butir-butir darah akan mengendap
dibagian tubuh terendah. Pada mayat terlentang, lebam akan ditemukan sepanjang
punggung, bokong, paha bagianbelakang, yang tampak sebagai daaerah-daerah kulit
yang berwarna merah tua kebiru-biruan.
Lebam mulai timbul 20-30 menit
setelah kematian, sebagai bercak-bercak kebaruan. Setelah 6-8 jam kematian,
lebam berbentuk sempurna. Apabila sebelum 6 jam posisi mayat diubah maka lebam
masih dapat berpindah sesuai posisi yang baru.
Korban yang mati akibat
keracunan gas/zat tertentu (seperti korban monoksida/CO dan sianida) lebam akan
berwarna merah terang.
b) Kaku
Mayat
Sesorang yang baru saja meninggal, tubuhnya akan lemas.
Setelah 2-3 jam kematian, mayat berangsur-angsur menjadi kaku, dimulai dari
bagian kepala kearah kaki.
Selurh tubuh
akan menjadi kaku setelah 8-12 jam kematian. Setelah 24 jam kematian, kekauan
ini bengangsur-angsur hilang dengan arah yang sama, yaitu dari kepala ke kaki.
Penyebab
terjadinya kaku mayat ialah perubahan kimiawi dalam otot dan penjalaran dari
arah kepala ke kai dengan diterangkan berdasarkan bangun tubuh dimana oto-otot
dibagian kepala lebih kecil dari pada ke arah bawah.
Apabila
sebelum 6 jam kematian, kekaauan suatu bagian tubuh dilawan dan dibuat mejadi
posisi yang lain, misalnya meluruskan siku yang terlipat, maka kekakuan dapat
dipertahankan pada posisi yang baru.
Dengan
pemeriksaan kakau mayat dapat diperkirakan lamanya kematian, yaitu :
-
Bila kaku sebagian tubuh korban, maka kematian telah
berlangsung 5-6 jam.
-
Bila kaku seluruh tubuh, maka kematian telah berlangsung
8-12 jam.
4. Kejang Mayat/ Spasme
Kadaverik
Ialah kekakuan pada mayat
bagian tubuh tertentu yang terjadi oleh karena pada waktu menjelang ajalnya
orang tersebut berada dalam keadaan kejiwaan yang sangat tegang dan oto bagian
tubuh bersangkutan mengalami aktifitas tinggi.
5.Penurunan Suhu mayat
Pada saat-saat pertama
kematian, suhu tubuh akan turun sangat lambat. Beberapa saat kemudian, suhu
tubuh turun dengan cepat, lalu setelah mendekati suhu lingkungan, penurunan
suhu tubuh terjadi lambat lagi. Selama 15-30 menit pertama, suhu tubuh mayat
tidak menurun karena tubuh masih menghasilkan panas. Ini terjadi karena
dipengaruhi banyak hal, anatar lain : Keadaan tubuh korban sendiri : kurus atau
gemuk
-
Pakaian yang dikenakan
-
Tempat ia berada : rusng tertutup atau terbuka
-
Saat kematian : pagi, siang, sore atau malam
-
Suhu tubuh pada saat kematian : demam atau tidak
Walaupun
demikian secara kasar, bila orang meninggal diraba masih hangat, maka paling
sedikit matinya sudah 2 jam. Bila sudah dingin, maka kematian sudah berlangsung
paling sedikit 8 jam.
6. Pembusukan
Pembusukan
terlihat 24 jam setelah kematian. Proses ini diseabkan oleh kerja kuman dan
getah-getah pencerna dalm tubuh. Pembusukan akan tampak mula-mula pada perut
kanan bawah berwarna kehijau-hijauan yang kemudia menjalar keseluruh perut dan
sela-sela iga. Setelsh 2 x 24 jam, terjadi penggelembungan akibat pembentukan
gas-gas hasil penguraian oleh kuman. Oleh karena itu biasanya bentuk tubuh
berubah dan sukar dikenali.
7. Mati Lemas (Asfiksia)
Merupakan kematian yang terjadi
karena tubuh kekurangan zat asam dan kelebihan zat asam arang. Keadaan ini
timbul sebagai akibat terhentinya fungsi pernahfasan dan peredaran darah.
Fungsi kehidupan manusia terutama dijalankan oleh 2
sistem, yaitu sistem pernafasan dan sistem peredaran darah. Tentuna kedua
sistem ini bekerja dibawah pengaruh sistem/ susunan saraf pusat. Fungsi utama
kedua sistem ini ialah mengambil zat asam dari udara dan mengedarkan keseluruh
tubuh untuk melangsungkan proses pembakaran zat-zat makanan. Proses ini
menghasilkan tenaga/energi untuk menjalankan fungsi sehari-hari.
Dengan demikian apabila pernafasan dan peredaran darah
terhenti, fungsi kehidupan akan terhenti pula. Peristiwa tersebut Kematian Klinis. Apabila kematian ini
berlanjut sampai 4-6 jam, maka jaringan tubuh akan mengalami kematian dan
kerusakan. Keadaan ini tidak dapat dipulihkan kembali dan disebut : Kemaian
Jaringan/ Seluler. Mati lemas dapat terjadi oleh sebab :
Ø
Mekanis
a) Sumbatan
Saluran Pernafasan
·
Pembekapan
penutupan lubang hidung atau
mulut dengan alat/tangan, yang menyebabkan tidak dapatnya zat asam masuk ke
dalam tubuh, maka orang akan mati lemas. Tandanya ialah, memar/lecet disekitar lubang
hidung/mulut. Apabila dalam usaha pembekapan, korban ditekan pada dinding atau
dibafingkan lalu diduduki, maka carilah tanda-tanda kekerasan di daerah
belakang kepala.
·
Benda asing menyumbat saluran nafas (terselak):
Biasanya merupakan suatu
kecelakaan. Pembunuhan dengan cara ini jarang/bahkan tidak dijumpai sebab pada
korban akan terjadi refleks muntah pada saat benda asing dimasukan.
·
Tenggelam
Dengan tenggelam dimaksudnkan : masuknya cairan ke dalam
saluran nafas. Kematian oleh tenggelam terjadi karena:
-
kejang otot-otot pernafasan sehingga korbaan mati lemas
-
sumbatan jalan nafas oleh air yang masuk, diperberat
dengan terjadinya pembentukan lendir yang kental dalam saluran nafas.
-
Jantung berhenti bekerja secara mendadak karena gangguan
unsur-unsur kimia dalam darah.
Kematian
biasanya terjadi kurang dari 5 menit. Waktu yang diperlukan untuk terapungnya
kembali tubuh yan tenggelam ialah 2 x 24 jam. Ini dikaitkan dengan waktu yang
diperlukan untuk terjadinya proses pembusukan dan pembentukan gas-gas dalam
tubuh korban, sehingga memungkinkan tubuh terapung kepermukaan air. Pada mayat
yang mati karena tenggelam dapat ditemukan :
1) Busa
halus kaluar dari lubang hidung dan/atau mulut sebagai akibat dihembuskannya
udara nafas yang berulang-ulang melalui lendir yang kental di saluran nafas,
pada saat menjelang kematian.
2) Spasme
Kadaverik : tangan korban yang masih menggenggam rerumputan atau tnaman air
sebagai gambaran usaha menjangkau benda didekatnya saat menjelang kematian.
3) Kerusakan
bagian-bagian tubuh dikepala dan punggung karena gigitan hewan liar, kepiting
dan ikan.
4) Kulit
yang mengeriput didaerah tertentu (telapak tanagan dan kaki) sebaagai pertanda
terendam dalam air
5) Untuk
membuktikan bahwa korban memang meninggal karena tenggelam dan bukan meninggal
didarat baru jatuh/dibuang kedalam air ialah dengan pemeriksaan secara
mikroskopis pada jaringan paru-paru bagian tepi dan sum-sum tulang. Dengan
ditemukannya semacam ganggang kersik (diatomae) dalam contoh jaringa tersebut
memperkuat dugaan bahwa korban mati karena tenggelam.
b) Penekanan
pada dinding saluran nafas atas
·
Pencekikan
Penekanan daerah leher dengan
menggunakan satu atau kedua tangan. Dengan demikian akan nampak bekas kekerasan
sebagai luka lecet jenis tekan pada daerah cekikan. Pada otopsi dapat dijumpai
respan darah dibawah kulit dan pangkal tenggorokan dan kadangkala tulang lidah
(tulang hyoid) patah.
·
Penjeratan
Ialah tindakan melingkari leher
(dengan tali/kawat) dan lingkaran itu dipersempit dengan tenaga dari luar. Pada
pembunuhan, biasanya letak jeraat agak rendah, mempunyai jarak dengan daru
karena pembunuh lebih mudah mencapaimaksudnya (korbannya lekas meninggal).
·
Menggantung
Menyerupai penjeratan, hanya disini tenaga yang
dipergunakan untuk mempersempit lingkaran jerat pada leher ialah berat badan
korban sendiri. Berat badanpun dapat sebaagian atau keseluruhan. Bedanya dengan
penjeratan, disini letak jerat di leher tinggi dan membentuk sudut puncak
keatas. Apabila korban tergantung cukup lama, maka lebam mayat dapat dijumpai pada
bagian terendah lengan dan tungkai. Ini merupakan salah atu hal yang penting
dalam mengamati korban yang meninggal karena menggantung.
c) Penekanan
pada dinding dada
·
Orang tertindih rerutuhan bangunan
·
Bayi tertindih selimut tebal
BABVIII
IDENTIFIKASI
KEJADIAN
PENDAHULUAN
Penentuan identitas seseorang adalah salah satu tugas
kepolisian dari seluruh lingkup tugas kepolisian. Penentuan identifikasi tidak
hanya pada orang yang mati saja, tetapi kadang-kadang juga menyangkut orang
hidup.
PENYAJIAN
Untuk mencari dan menentukan identitas perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut.
1)
Identitas untuk orang hidup
a) Penampilan
secara umum (general appearance):
-
Tinggi badan
-
Berat badan
-
Jenis kelamin
-
Perkiraan umum
-
Warna kulit
-
Rambut
-
Mata
-
Dan lain-lain sinyalemen diri, misalnya jaringan perut
tato dan sebagainya.
b) Pakaian
Pengenalan pakaian ini sepenuhnya adalah tugas kepolisian
yang setiap anggota POLRI harus mahr melakukannya. Buatlah catatan daftar
ciri-ciri pakaian secara lengkap.
-
Jenis pakaian yang dipakai, kemeja, jaket, jam dan
lain-lain.
-
Pola pakaian misalnya dengan saku, beberapa banyak sakunya, letaknya.
-
Bahan pakaian: nilon, wol dan lain-lain.
-
Corak pakaian: berwarna, polos, bergaris, berkembang dan
lain-lain.
-
Tanda/lebel/merek kemeja, celana dan lain-lain.
-
Ukuran besar kecilnya, misalnya kecil, sedang, besar (S,M
dan L).
-
Tanda pengenal dari penyakitnya atau mungkin tanda dari
penatu (binatu).
-
Demikian juga pakaian dalam harus dicatat seperti pakaian
luar tersebut di atas.
-
Raba saku-saku pakaian apa ada tanda-tanda identitas
diri. Apa yang ditenukan dalam saku diatat dan disimpan sebagai barang bukti,
misalnya KTP, tiket/karcis KA, uang daan lain-lain.
-
Perhiasan kalau ada, mungkin cincin, gelang dan lain-lain
yang mungkin ada tertera namanya.
c) Sidik
Jari
Merupakan tugas kepolisian untuk membuat/ mengambil sidik
jari dan mencari apakah sebelumnya pernah disimpan dalam berkas POLRI. Sidik
jari tidak akan berubah karenaa umur maupun akibaat luka.
d) Jaringan
Perut
Dapat berasal dari luka-lukamaupun akibat-akibat operasi.
Catat letaknya, bentuknya, ukurannya, jenisnya, apakah luka (penyakit) atau
akibat operasi. Kadang-kadang jaringan akibat luka ini yang tipis/halus pada
umur yang lebih tua akan semakin tidaak jelas.
e) Tato
(rajahan kulit)
Seperti jaringan perut cTt sifat-sifat dan kadang-kadang
jelas terbaca suatu nama atau kalimat tersebut. Perhatikan warna dan pola
rajahan tersebut.
f) Kesadaaran
Catat tingkat kesadaran, apakah benaar betul sadar,
setengah sdar, mengigau dan lain-lain kelainan kejiwaan.
g) Antropometrik
Mintalah bantuan dokter/ ahli untuk membuat pemeriksaan
antrropometrik, difoto serta dibuat foto dengan sinar rontgen dan lain-lain.
h) Medik
Mungkin perlu bantuan kedokteran pula untuk membantu
menentukab identitas seseorang dari beberapa aspek kedokteran, misalnya :
-
Laboratorium untuk pemeriksaan golongan darah
-
Aspek kedokteran gigi (odontologi forensik) untuk membuat
rekaman gigi geligi ( dental rekording ).
2)
Identifikasi dari mayat/kerangka
Personal
identitas mayat timbul biasanya dalam keadaan sebagai berikut:
-
Mayat yang baru dan tidak dirusak misalnya diketemukan di
sungai, tetapi tidak ada sarana identitas yang diketemukan seperti KTP dan
lain-lain.
-
Mayat atau kelompok mayat yang mengalami luka-luka parah.
Misalnya pada kecelakaan pesawat terbang dan lain-lain, yang dengan cara visum
tidak mungkin ditentukan identitasnya, maka hanya tanda kelamin, perkiraan
umur, dan tinggi-besar keadaan tubuh saja yang bisa diduga.
-
Mayat yang mengalami kehancuran yang lanjut akan tinggal
kerangka saja. Untuk itu perlu bantuan ahli atau dokter untuk mencari identitas
dengan penentuan:
·
Tinggi
·
Jenis kelamin
·
Umur
·
Kelainan-kelaainan pada tulang
·
Gigi geligi
8.1 Metode identifikasi
Dalam tahun
1879, seorang ahli antropoli berkebangsaan perancis bernama Alohonse Bertillon,
mengadakan suatu sistem identifikasi dengan cara melakukan pengukuran atas
bagian-bagian tubuh seseorang (tulang belulaang) yang secara teoritis ilmiah
dianggap tidak akan berubah selama hidup.
Kekurangan sistem bertillon itu terletak pada tidak
adanya 2 orang yang dapat melakukan pengukuran dengan cara atau hasil yang
sama. Seorang penjahat sering mendapatkan hasil pengukuran yang berbeda-beda.
Seperti yang disebutkan tadi bahwa dalam sejarah telah
diciptakan berbagai macam metode identifikasi antara lain : sinyalemen-sinyalemen
potret dan antropometrri (ukuran-ukuran badan) atau yang disebut “Bertilonnage”, yang mulai dikembangkan
kira-kira tahun 1882 di Francis kemudian ke Eropa dan Amerika Utara. Dalam
praaktek ternyata bahwa metode-metode ini tidak memenuhi semua persyaratan yang
seharusnya dimiliki oleh suatu netode identifikasi yang baik. Demikian juga
dalam pelaksaan antrropometri, dimana orang-orang dibawah umur 20 tahun belum
bolehterdaftar karena ukuran-ukuran badannya masih mengalami pertumbuhan. Suatu
metode identifikasi lain yang jitu telah ditemukan dalam bentuk “Dactiloscopy” (ilmu tentang sidik
jari)isitilah ini mula-mula dipakai oleh seorang dokter di ArgentinanFransisco
Latzina yang secara atimologi terdiri atas kata-kata: dactulos = jari-jari,
scopien = engamati. Dasar dari dactiloscopy :
·
Tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari yang sama.
·
Sidik jari tidak berubah selama hidupnya seseorang.
Sifat-sifat
tersebut di atas menjadikan sidik jari seseorang bisa dipakai sebagai alat yang
sangat berguna untuk menentukan idenstitas seseorang
8.2 Cara-cara mengumpulkan Bahan/Data Pengenal Yang diperlukan
Dalam
pengumpulan bahan-bahan untuk keperluan pengenalan dan penyidikan diperlukan
hal-hal sebagai berikut:
-
sinyalemen dari orang yang disidik oleh polisi
-
suatu sinyalemen potert dari orang-orang/seseorang
-
satu atau lebih sidik jari
-
modus operandi (cara bekerja dari seorang penjahat)
Dengan
bantuan alat-alat tersebut tadi, maka polisi yang bertugas menyidik seseorang
sangat mudah untuk mengenalnya diantara kumpulan orang banyak. Kecuali
dactiloscopy lain halnya, sebab dalam ilmu sidik jari adanya persamaan tapak
jari tersebut baru bisa ditentukan dengan melihat dan meneliti sidik jari yang
telah diambil dengan seseorang yang sedang di tahan.
BAB IX
N A R K O T
I K A
PENDAHULUAN
Untuk
kepentingan dan ilmu pengetahuan dalam UU No. 9 Tahun 1976, tentang narkotika
dibuka kemungkinan untuk mengimpor narkotika, mengekspor obat-obatan yang
mengandung narkotika, menanam dan memelihara papaper, koka, dan ganja.
PENYAJIAN
9.1 Pengenalan Narkotika dan Psikotropika
Penggolongan narkotika menurut
cara pembuatan dibagi dalam;
1. Narkotika
alam
A.
Opium
didalam perdagangan, kita mengenal 3 macam opium, yaitu :
-
Opium
mentah
Opium mentah adalah getah yang membeku sendiri diperoleh
dari buah tanaman Papaver Somniferum Linn, familia Papaveraceae. Getah ini
dikeringkan dengan bantuan sinar matahari atau dengan pengering buatan dan
dibentuk mirip kue. Getah ini mula-mula berwarna putih yang keudian berubah
menjadi coklat, coklat tua, coklat hitam. Tanaman ini tumbuh di Asia Kecil,
Persia, Cina, Afrika, India yang di budidayakan di negara-negara Balkan,
Hongaria, dan daerah segi tiga emas.
Ciri-ciri Opium mentah:
§ Massa
kental;
§ Padat;
§ Berbentuk
empat persegi panjang berukuran lebar 8-15 cm, tebal ±3 cm;
§ Berat
antara 03-2 kg;
§ Warna
coklat hitam atau hitam; dan
§ Bau
khas opium, lebih-lebih dibakar.
-
Opium
Masak
Terbagi dalam :
i.
Candu, yaitu hasil yang diperoleh dari opium mentah
melalui rentetan pengolaham, khususnya dengan pelarutan, pemanasa, dan peragian
dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain dengan maksud mengubahnya menjadi
suatu ekstark yang cocok untuk pemadatan.
Ciri-ciri Candu:
§ Cairan
kental;
§ Warna
coklat sampai coklat hitam; dan
§ Bau
khas opium.
ii.
Jicing, yakni sisa-sisa candu setelah dihisap dengan atau
tanpa campuran daun opium atau bahan laain.
Ciri-ciri jicing:
§ Bentuk
grandul;
§ Warna
hitam;
§ Bau
khas opium.
iii.
Jicingko, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan
jicing. Ciri-ciri jingko adalah bentuk grandul, warnah hitam, bau khas opium.
-
Opium
obat
Opium obat adalah opium kental yang mengalami pengolahan,
sehingga dapat digunakan untuk pengobatan, baik dalam bentuk bubuk atau dalam
bentuk lain, sesuai dengan syarat yang ditentukan didalam buku resmi yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan (Farmakologi Indonesia). Ciri-ciri opium
obat : bentuk bubuk, warna coklat atau hitam dan bau khas.
B.
Koka
Tanaman koka adalah tanaman dari semua penus
Ertythroxylon dari familia Erythroxilaceae. Tersebar di Amerika Selatan
terutama Peru, Bolivia dan dibudidayakan dalam jumlah besar dibagian timur
pengunungan Andes, mulai dari boliavia sampai Argentina. Di indonesia tanaman
ini juga tumbuh, sehingga pada zaman Belanda dikenal juga istilah Java Coca.
Ciri-ciri tanaman koka:
§ Merupakan
tanaman perdu;
§ Dapat
mencapai tinggi 1,5 meter;
§ Tanaman
berkayu dan bercabang;
§ Daun
letaknya berselingan, melekat pada tangkai batang; dan
§ Bentuk
daun bulat telur.
C.
Cannabis
sativa (Ganja = mariyuana = dagja = kif)
Tanaman ganja adalah semua bagian yang termasuk biji dan termasuk
buahnya dari semua tanaman Genus Canabis dari Familia Moraceae. Cannabis Indica
adalah salah satu jenis Cannabis yang terbanyak mengandung resin dari jenis
lainnya.
Tanaman
ini tumbuh di India, Afrika, Amerika Selatan, serta Indonesia dan merupakan
tanaman perdu yang mudah tumbuhdengan mencapai tinggi ± 2meter. Tanaman berumah
dua mempunyai pucuk-pucuk yang berbunga dan dua-duanya membentuk resin yang
memiliki daya psikoaktif.
Ciri-ciri tanaman ganja:
ü Bentuk
daun
§ Berjari
lima, selalu ganjil (3,5,7 dan seterusnya)
§ Tepi
daun bergerigi;
§ Permukaan
daun berbulu; dan
§ Bila
diremas mengenluarkan bau yang spesifik.
ü Bentuk
bunga
§ Ada
dua macam bunga;
§ Bunga
jantan mempunyai lima kelopak bunga; dan
§ Bunga
betina berwarna merah lembayung.
ü Bentuk
buah kecil-kecil sebesar buah merica berwaarna kecoklat-coklatan.
Efek yang ditimbulkan oleh zat berkhasiat (resin) yang dikandung oleh
tanaman tersebut, diantaranya tetra hidrokanabinol dan asara kanabional
(canabinolicacid).
Dalam perdagangan dikenal istilah-istilah yang menunjukan bagian dari
tanaman tersebut yangdigunakan sebagai narkotika.
·
Bhang, ialah kumpulan daun besar beserta cabang-cabang
muda dari tanaaman betina.
·
Ganja, ialah kumpulan pucuk bunga tanaman betina
·
Damar Ganja, Charas = Hashish, ialah damar yang diambil
daari tanaman ganja, termasuk hasil pengolahannya. Damar merupkan massa kental
atau padat, berwarna coklat, berbentuk segi empat yang terkadang tidak
beraturan dan berbau khas agak merangsang.
·
Hashish Oil = minyak damar ganja. Ini merupakan cairan kental berwarna coklat atau coklat
hitam.
2. Narkotika
Semisintetik
Yang dimaksud dengan narkotika semisintetik ialah
narkotika yang dibuat dari alkaloid opium yang mempunyai inti phenanthren dan
diproses secara kimiawi menjadi suatu bahan obat yang berkhasiat sebagai
narkotika dan analgetika (penghilang rasa sakit). Contoh; heroin. Berbentuk
serbuk putih, kuning coklat atau berwarna coklat. Kadan-kadang ditemukan dalam
bentuk granul, berbau seperti cuka dan rasanya pahit. Dalam perdagangan heroin
disebut juga Hongkong, Roks, Brown Sugar, Chinese Heroin, Whete dragon pearl.
9.2 Gejala Penyalagunaan liarkotika/psikotropika
a.
Narkotika
1)
Opium
(antara lain morfin, heroin)
Yang paling
sering digunakan adalah dengan cara menyuntikan, meskipun permulaannya
kadang-kadang dipakai dengan cara meroko. Gejala yang timbul setelah pemakaina
opim adalah gembira berlebihan, banyak bicara tapi cadel dan ada kemungkinan
gejala yang muncul adalah menjadi tak peduli dengan keadaan sekitarnya (apatis)
dan ngantuk, kemampuan daya penilaian menjadi berkurang dan sering bersikap
pesuruh (menentang melakukan hal-hal yang melawan hukum).
2)
Kokain
Penggunaan
yang sering adalah dengan cara menaruh bubuk kokain pada selaput lendir hidung
kemudian dihirup.kadang-kadan juga disuntikan. Gejala yang timbul adalah hiper
aktif, rasa gembira, rasa harga diri meningkat, banyak bicara, mungkin dapat
terjadi mual, muntah dan berkeringat/raa dingin.
3)
Ganja
Ganja
(mariyuana, hasis), lebih sering digunakan dengan cara merokok dan menimbulkan
gejala-gejala antara lain seolah-olah waktu berlalu dengan lambat (Apatis).
Merasa seolah-olah bunyi musik lebih asik, selain itu mata menjadi merah dan
mulut kering. Juga dapat terjadi kecurigaan yang tidak beralasansama sekali dan
hal ini dapat menimbulkan akibat suatu tindak pidana.
b.
Psikotropika
Penyalahgunaan
psikotropika dari jennis yang termasuk obat penenanng dnan obat tidur dapat
menimbulkan gejala-gejala yang mirip antara satu sama lainnya.mulai dengan
gejala emosi yang labil, mudah tersinggung, banyak bicara meskipun cadel,
semponyongaan, gangguan perhatian/daya ingat yang berlanjut dengan hilangnya
kontrol pada rangsang seksual serta agresivitas dan dapat menimbulkan perilaku
penyimpangan yang berakibat pada pelanggaran hukum.
9.3 Bahaya penyalagunaan narkotika/psikotropika
Bahaya-bahaya
itu dapat terjadi dan berakibat pada hal-hal sebagai berikut;
a.
Gangguan
kesehatan fisik
Gangguan
kesehatan fisik antar lain ;
1)
Ketergantungan. Salah satu ciri ketergantungan dapat
berupa adanya sindrom putus obat (whitdrawal syndrome) yaitu tidak dipakainya
lagi/pengurangan dosis narkotika/psikotropika oleh karena berbagai sebab akan
menimbulkan gejala-gejala baik yang ringan maupun berta, tergantung dari jenis
obat yang dipakai.
2)
Penyakit yang timbul akibat penyalahgunaan jenis
narkotika tertentu (misalnya morfin, heroin) karena pemakaian dengan alat
suntik dan cairan pelarut yang tidaksteril. Akibatnya dpat terjadi
penyakitradang hati (lever), radaang pembuluh darah balik (vena), radang
ginjal, radang jantung daan radang paru-paru.
3)
Keadaan gawat sampai dengan kematian akibat kelebihan
dosis (over dosis)
b.
Gangguan
kesehatan jiwa
Gangguan
ini bervariasi muli dengan gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat sampai
proses gangguan proses pikir dan gangguan prilaku.
c.
Gangguan
fungsi sosial/pekerjaan
Seringnya
timbul kerusuhan di rumah akibat penyalahgunaan narkotika/psikotropika dapat
menyebaabkan hubungan dengan orang lain dan saudara-saudaranya menjadi renggang
dan makin jauh.
d.
Gangguan
kepada ketertiban dan keamanan masyarakat
Karena
sering membuat onar/kerusuhan, mencuri, menodong dan lain-lain maka terpaksa
berurusan dengan penegaak hukum.
BAB X
KASUS-KASUS
KRIMINALITAS
PENDAHULUAN
Di indonesia
orang berusah bunuh diri karena bebagai macam sebab diantaranya dengan gantung diri. Perbuatan yang
mengakibatkan kematian. Orang yang menggantung diri itu sampai mati karena:
a.
Lemas, sebab pemasukan hawa keparu-paru dari pangkal
tenggorokan yang melalui batang tenggorokan tidak berjalan.
b.
Otak tidak dapat aliran darah sebab urat-urat darah leher
terbendung sehingga korban mula-mula pingsan kemudian mati.
c.
Denyut jantung terhenti akibat urat-urat saraf heler
tertekan dan menyebabkan urat saraf terpenting yanitu nervus vagus turut tertekan, sehingga denyut jantung terhenti.
PENYAJIAN
10.1 Gantung Diri
Orang yang menggantung diri itu biasanya dalam kondisi
bingung, saraf terganggu, sehingga tidak sempat membuat simpul tali yang sulit.
Sebelum menurunkan korban, hendaknya mengadakan pemeriksaan disekitarnya sampai
selesai. Pemutusan tali harus dilakukan diluar simpul, sehingga simpulanya
tidak rusak dan dapat di usut. Tanda-tanda gantung diri adalah;
a.
Air
muka menjadi biru
Ini
keadaan yang lazim. Sebabnya adalah pembuluh darah balik (aderen) lebih besar,
lebih lunak dan dindingnya lebih tipis dari pembuluh darah nadi (slagaderen).
Pembuluh darah balik itu mengalirkan darah dari kepala ke jantung, sedangkan
pembuluh darah nadi leher mengalirkan darah dari jantung ke kepala. Akibatnya
pembuluh darah balik leher tertekan lebih dahulu, sehingga pengaluran darah
dari kepala menjadi tertutup. Pembuluh nadi leher tidak segera tertekan sama
sekali dan sementara masih dapat mengalirkan darah ke kepala. Jadi, banyak
darah terbendung dikepala, yang mengakibatkan air muka menjadi biru.
b. Air muka menjadi pucat
Sebab-sebabnya
adalah semua urat darah leher tertekan, sehingga pengaliran darah tertutup sama
sekali. Jadi pengaliran darah ke dan dari kepala tertutup sama sekali, sehingga
air muka menjadi pucat.
c.
Air
muka separuh biru dan separuh lainnya pucat
Sebanya
ialah simpul tali pada leher tidk terdapat dibelakang kepala, tetpi di samping
kepala.
d.
Lidah
menjulur keluar
Disebabkan
pangkal tenggorrokan tertekan ke belakang dan keatas. Menjulurnya lidah ini
tidak selalu terdapat pada korban gantung diri saja, tapi praktisi juga
terdapat pada semua mayat yang sudah dalam keadaan bususk. Bahkan kadang-kadang
juga pada pengantungan diri tidak terdapat lidah yang menjulur.
10.2 Mati tenggelam
Kemungkinan penyebab terjadinya tengelam di kolam atau di
sunga adalah bunuh diri, kecelakaan atau karena sengaja dianiaya atau dibunuh
oleh orang lain. Pertama-tama bagi penyelidik yang penting ialah mengusut
apakah benar orang itu bunuh diri atau mendapat kecelakaan dalam air, atau
sudah mati dibunuh yang kemudian dilemparkan kedalam air.
Orang yang bunuh diri atau mendapat kecelakaan dalam air
pada waktu menjatuhkan diri atau jatuh kedalam air masih hidung dan
berkesempatan bernapas. Artinya orang itu masih sempt menyedot hawa dan waktu
bernapas turut tersedot kedalam gelembung paru-paru.
10.3 Korban Keracunan
Berbagai macam racun yang dapat merusak anggota tubuh
manusia adalah asam belerang, asam sendawa, asam garam, asam cuka dan asam
biru, bahkan juga alkali, air raksa, sublimat, timbal, warangan, juga bermacam-macam
obat tidur seperti adelin, veronal, bromural dan sebagainya, candu morfin,
nikotin, kecubung, tuba, air karbol dan lain-lain.
Bunuh diri dengan asam belerang, asam sendawam asam
garam, dan asam cuka mengakibatkan perubahan kulit disekita mulut korban yakni
gosong menjadi kehitam-hitaman. Sedngkan warangan menyebabkan korban
muntah-muntah atau mencret. Warangan banyak digunakan karena murah. Oleh karena
itu muntahan dan kotoran berak harus diambil untuk pemeriksaan lebih lanjut di
laboratorium.
Jika korban meningal akibat racun, maka polisi harus
segera mencari bahan-bahan racun ditempat sekitarnya untuk bukti, misalnya sisa
waarangan, sisa jenis asam, pil tidur atau wadah seperti gelas, stoples, botol,
tube, doos, kertas bungkusan, dan sebagainya.
Apabila
sisa-sisa makanan dan minuman serta muntahan, kotoran , air kencing dan
lain-lainnya itu hendak dibungkus (ditaurh dalam botol, stoples dan lain-lain)
harus diberi bahan pengekal (pengawet). Bahan yang paling baik untuk itu ialah
alkohol 96%.
Bahan
pengekal itu ini gunanya juga untuk mencegah agar bahan-bahan lainnya yang
tercampur dengan racun, seperti nasi, ikan, daging dan sayur, tidak lekas busuk
dan proses pembusukan itu jangan sampai mempengaruhi adanya racun tersebut.
Apabila hendak di bawa kelaboratorium maka semuanya harus dibawa selain korban
yaitu barang/benda yang berada disamping, bawah, atas serta pembungkus mayat
itu karena kemungkinan juga ada racunnya yang dicari.
10.4 Abortus (keguguran)
a.
Pengertian
Abortus
(keguguran) adalah keadaan yang terjadi dalam pengakhiran atau ancaman
pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.
b.
Pembagian
Dibagi atas
;
1) Abortus
spontan: terjadi dengan sendirinya, tanpa usaha diluar.
2) Abortus
provokatus: terjadi karena diusahakan.
Jika
diusahakan dengan menggunakan obat-obatan atau alat-alat dengan tujuan
pengobatan, maka disebut abortus provokatus medisinalis/terapeutikus. Jika
diushakan tanpa alasan diaas dan bertentangan dengan undang-undang dinegara ini
dinamakan provokatus kriminalis.
c.
Aspek
hukum abortus
Dalam
KUHP tidak dibedaakan pengertian mengenai abortus provokatus apakah itu untuk
kepentingan pengobatan (medisinalis), yaitu tindakan mengusahakan abortus untuk
menyelamatkan jiwa ibu, ataukah itu merupakan abortus kriminalis yang
sebenarnya merupakan usaha untuk melepaskan tanggung jawab dan terlarang.
Dalam
menegakkan pasal-pasal KUHP yang berkaitan dengan kasus abortus, maka sebaiknya
penyidik meminta bantuan dokter agar tidak terjadi bahwa kasus abortus
kriminalis terlewatkan karena dibuat seolah-olah merupakan abortus kriminalis
dengan tujuan keelamatan jiwa ibu. Sebaliknya kasus abortus jangan sampai
dicurigai mempunyai unsur kejaahatan, mengingat adanya abortus yang merupakan
bagian dari suatu penyakit, sehinga tindaakan abortus sendiri merupakan usaha
untuk menyelamatkan jiwa ibu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar