Minggu, 24 Mei 2015

KRIMINALISTIK

Universitas Pembangunan Indonesia
Fakultas Hukum Semester III
MANADO-2014 


" KRIMINALISTIK"
BAB I
LATAR BELAKANG DAN PENGERTIAN KRIMINALISTIK

1.1. Latar Belakang
Ada beberapa hal yang menjadi latar belakang dipelajarinya kriminalisstik sampai dengan saat ini, yakni antara lain :

a.       Perkembangan dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagaimana dikemukakan oleh kriminologi Mr. M.A. Bonger dalam bukunya Pengantar Tentang Kriminologi ( terjemahan ) mengatakan antara lain sebagai berikut: “ jika kriminologi diartikan secara luas, juga termasuk Kriminalistik ( police scientifique ), ilmu pengetahuan untuk dilaksanakan, yang menyelidiki teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan”. Selanjutnya dikemukakan pula oleh Prof. Dr. W.M.E. Noach dalam bukunya Criminologie een inleiding mengatakan antara lain : “ Kriminologi dalam arti luas yaitu kriminologi dalam arti sempit ditambah dengan Kriminalistik”.

b.      Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (Hukum Acara Pidana)
Berbicara mengenai kaitannya Hukum Acara Pidana dengan ilmu Kriminalistik, dapat kita lihat pada Pasal 184 KUHP yang secara limitatif alat bukti dalam bagian empat tentang pembuktian dan putusan dalam acara pemeriksaan biasa. Di antara alat-alat bukti yang sah, disebutkan keterangan ahli disamping adanya keterangan saksi. Keterangan ahli hanya dapat dijadikan hasil pemeriksaan ahli dan salah satu cabang Forensik Science seperti Kimia Forensic, Kedokteran Forensic, Ballistic Forensic, dan pemeriksaan dokumen forensik.
Hasil pemeriksaan ahli tersebut harus dituangkan dalam Berita Acara Pro Justisia sehingga baru dianggap sah sesuai ketentuan yang diatur dalam Hukum Acara Pidana. Selanjutnya dalam Pasal 183 KUHP menyebutkan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan Pidana Kepada sesorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Kemudian dalam pasal 180 ayat 4 KUHP Hakim Ketua dapat memerintahkan penelitian ulang dalam hal keberatan yang beralasan dst.

c.       Pencengahan Perbuatan/Tindakan Sewenang-wenang dari Alat Penegak Hukum
Bila dikaitkan dengan Hukum Acara Pidana kita yakni UU No. 8 Tahun 1981, maka setiap pembatasan terhadap tindakan sewenang-wenang tercermin dalam Pasal 17 mengenai Pra Peradilan, Pasal 19 mengenai lamanya penangkapan dan Pasal 21 mengenai limitarif tindak pidana mana saja dalam KUHP yang dpat dilaakukaan penahanan.


1.2. Arti Kriminalistik
a.       Prof. Dr. W.M.E. Noach, dalam bukunya “ Criminologie Eeninleiding “, mengemukakan bahwa kriminologi dlam arti luas yaitu kriminologi dalam arti sempit ditambah dengan kriminalistik. Selanjutnya beliau mengemukakan bahwa kriminalistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah teknik sebagai alat untuk mengadakan pengajaran atau penyidikan  perkara kejahatan secara teknis dengan mempergunakan ilmu-ilmu alam kimia dan lain-lain seperti ilmu kedokteran Kehakiman, ilmu alam Kehakiman, antara lain ilmu sidik jari, dan ilmu kimia Kehakiman seperti ilmu tentang keracunan da lain-lain.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan diatas, maka dapat dipetik intisari atau elemen-elemen dari pada kriminalistik, pertama : Ilmu Pengentauan, kedua : menpelajari kejahatan sebagai maslah teknik, ketiga : dapat dilaksanakan, keempat : mempergunakan bantuan ilmu-ilmu pengetahuan kealaman.
1.3. Tokoh-Tokoh Ilmu Forensik Kriminalistik
Tokoh-tokoh ilmu Forensik Kriminalistik diantaranya adalah sebagai berikut:
a.      Hans Gross (1847-1915) dengan bukunya “ Handbuch fur Untersuchungsrichter als System der Kriminalistik” yang telah merintis dan mengembangkan The Study of Criminal Investigation.
b.      Alphonse Bertillion (1853-1914). Kriminalis bangsa prancis yang mula-mula mengembangkan metode identifikasi melalui sinyalemen potret dan antropometri.
c.       Francis Gallon (1822-1911) yang telah memberi sumbangan yang sangat berarti dalam study Umum sidik jari (Finger Prints) dan pengklasifikasian berkas jari untuk file.


BAB II
PENYIDIKAN
2.1. Arti Penyidikan
Berdasarkan UU no. 8 Tahun 1981 tentang Acara Pidana, pasa Pasal 1 dan 2 menyebutkan Penyidikan adalah serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulakan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Apabila kita teliti secara saksama bahwa pertama-tama: penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik yang berarti merupakan serangkaian tindak penyidik yang dilaksanakan secara teratur, tertib, sesuai dengan, kedua: metode atau cara yang diatur dalaam uu ini ( UU No 8 Tahun 1981 ) dan peraturan ppelaksananya ( Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, petunjuk lapangan ) yang kemudia dimaksudnkan, ketiga: untuk mencari dan mengumpulkan bukti ( Psikis dan fisik ) dimana digunakan seperangkat peralatan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi seperti mesin tik, metal detektor, test kit, dan laboratorium kriminal.
Adapun kegiatan-kegiatan tertentu dan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku baik metode maupun cara-caranya, adalah Penyelidikan, penindakan, pemeriksaan.

2.2 Penyelidikan
                Yang diartikan penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang did uga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dlakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam UU ini ( UU No. 8 Tahun 1981 Pasal 1 angka 5 ).
                Hakekat penyelidikan menurut UU No 8 Tahun 1981 bertujuan untuk:
a.       Mendahului guna persiapan tindakan kegiatan penyidikan yang akan dilakukan.
b.      Mencegah terjadinya pelanggaran Hak asasi
c.       Membatasi penggunaan upaya paksa secara dini
d.      Menghindari ppenyidik dari kemungkinan timbuulnya resiko tuntutan hukum.
Sebagai langkah persiapan untuk melaksanakan penyelidikan dapat ditempuh antara lain sebagai berikut:
a.       Mempelajari tugas penyelidikan yang akan dilakukan, agar dapat menjabarkan kegiatan yang akan dilakukan yang meliputi;
1.       Peristiwa tindak pidana atau kejahatan yang terjadi
2.       Barang bukti
3.       Tersaangka
4.       Korban
5.       Saksi
6.       Waktu
b.      Meneliti, menelaah dan mencek keterangan, daata atau fakta yang baru diterima, apakah dapat dikonfirmasikan dengan informasi yang sudah ada/tersedia dan tindakan apa yang perlu segera diselesaikan.
c.       Memilih dan menentukan petugas, sarana dan biaya yang diperlukan.
d.      Memperkirakan hambatan, resiko yang mungkin terjadi.

2.3. Penindakan
Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang maupun benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi. Tindakan hukum tersebut antara lain berupa pemanggilan tersangka dan saksi, penangkapan, penahanan, penggeledahaan dan penyitaan.
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidaak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutsn dan peradilan. Adapun benda yang dapat disita untuk kepentingan pembuktian dan dijadikan sebagai bukti terdiri dari;
a.       Benda atau tagihan tersangka yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dai tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
b.      Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
c.       Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
d.      Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana.
e.      Benda yang lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yaang dilakukaan.
f.        Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau pailit.

2.4. Pemeriksaan
                Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangkan atau saksi dan atau barang bukti maupun unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi sehingga kedudukan atau peranaan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas.
                Dalam rangka pelaksanaan penyidikan secara ilmiah telah menggunakan kelengkapan teknologi, seperti:
a.       Identifikasi, yang berperan:
1.       Untuk mengidentifikasi seseorang melalui Sidik Jari (dactiloscopy)
2.       Mengidentifikasi orang atau benda melaliu potret dan atau pemotretan.
3.       Pengenalan seseorang memaliu sinyalem “Portrait parle”.
4.       Pengenalan seseorang melalui identifikasi gigi (odontologi forensic).
b.      Laboratorium Kriminil
Fungsi dari laboratorium ini adalah merupakan bantuan teknis operasional penyidikan dalam ranhka usaha mengungkapkan tindak pidana yang mengunakan aspek teknologi khususnya melaksankaan pemeriksaan bendaaa bukti mati (physical evidence) dengan menggunakan ilmu pengetahuan forensik, yang meliputi anara lain pemeriksaan kimia forensik, pemeriksaan racun forensik, pemeriksaan balistik dan metalurgi forensik, pemeriksaan fisika forensik, pemeriksaan kedokteran forensik, pemeriksaan dokumen forensik, pemeriksaan uang palsu forensik, pemeriksaan fotografi forensik.



BAB III
TINDAKAN PERTAMA DI TEMPAT KEJADIAN
PENDAHULUAN
a.       Tempat kejadian perkara TKP adalah:
1)      Tempat suatu tindak pidana dilakukan/terjadi atau akibat yang ditimbulkannya.
2)      Tempat-tempat lain yang dijadikan temuan barang-barang bukti atau korban yang berhubungan dengan tindak pidana.
b.      Penanganan tempat kejadian perkara adalah tindakan penyidik yang dilakukan di TKP dengan:
1)      Tindakan pertama ditempat kejadian perkara (TPTKP)
2)      Pengolahan tempat kejadian perkara (Crime Scene Processing)
c.       TPTKP adalah tindakan penyelidik atau penyidik Kepolisian di TKP segera setelaah terjadi tindak pidana, untuk melakukan pertolongan pada korban, penutupan dan pengamanan TKP guna penyidikan lebih lanjut.
d.      Pengolahan TKP adalah tindakan/kegiatan-kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, menganalisis, mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, bukti-bukti, serta identitas tersangka, guna memberi arah kepada penyidikan selanjutnya.
e.      Sistem penyidikan. Sistem yang digunakan oleh Kepolisian RI adalah sistem untuk mengusahakan dan mengunkapkan poko-pokok masalah sebagai berikut:
1)      Siapa korban, pelaku, saksi, dan lain-lain.
2)      Apa yang terjadi, tindak pidana apa.
3)      Dimana telah terjadi.
4)      Dengan alat apa yang digunakan.
5)      Mengapa, apa motifnya, alasanya.
6)      Bagaimana caranya.
7)      Bilamana kejadian tersebut dilakukan (waktu kejadian).

3.1. Penanganan TKP
Urutannya sebagai berikut;
a.       Adanya tindak pidana yg diketahui melalui laporan, pengaduan, tertangkap tangan, dan diketahui langsung oleh penyidik (polisi)
b.      Petugas menerima laporan segra menuju ke TKP dan mengambil tindakan pertama-TPTKP.
1)      Mengamankan TKP
2)      Memberikan laporan Kepada satuan reserse
3)      Memberikanperlindungan dan pertolongan kepda korban
4)      Pemotretan
5)      Pembuatan sketsa
6)      Pembuatan berita acara pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang bersangkutan.


3.2. Penanganan Barang Bukti

a.       Pengumpulan Barang Bukti
1)       pengambilan dan pengumpulan barag bukti
2)       pengambilan dan pengumpulan barang bukti dalam kasus-kasus:
a.       Tindakan pidana dengan/disertai pembongkaran dan memasuki tempat tertutup
b.      Pembakaran (kebakaran yang disengaja) serta kebakaran (kelalaiaian)
c.       Tindak pidana narkotika/obat bius
d.      Kasus-kasus yang ada hubungannya dengan racun
e.      Kejahatan susila
f.        Tindak pidana pemalsuansurat di TKP
g.       Kecelakaan Lalu lintas (sengaja atau tidak termasuk tabrak lari)
b.      Pengambilan dan pembungkusan barang bukti
1)      Pisau yang digunakan ada sidik jarinya.
2)      Senjata api yang diperkirakan terdapat sidik jari.
3)      Anak peluru (bullet) yang ditemukan di TKP
4)      Selongsong peluru.
5)      Mesiu/serbuk.
6)      Peluru yang belum terpakai.
7)      Pecahan logam dan peluru.
8)      Pakaian si korban
9)      Dokumen atau surat.
10)   Rambut.
11)   Sperma.
12)   Darah.


BAB IV
PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

4.1. Pengertian
a.       Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah :
·         Tempat dimana suatu tindak pidana dilaakukan/terjadi atau akibat yang ditimblkannya.
·         Tempat-tempat lain dimana barang-barang bukti atau korban yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat diketemukan
b.      Penanganan Tempat Kejadia Perkara
Adalah tindakan penyelidikan atau penyidik yang dilaakukan di TKP yang menyelenggarakan kegiatan dan tindakan yang dilakukan ditempat kejadian perkara terdiri atas :
·         Tindakan pertama di Tempat Kejadian Perkara
·         Pengolahan di tempat kejadian perkara ( crime scene processing )
c.       Tindakan pertama di Tempat Kejadian Pekara
Adalah tindakan yang harus dilakukan segera stelah terjadinya tindak pidana untuk melakukan pertolongan/perlindungan.
d.      Pengolahan Tempat Kejadian Perkara.
Adalah tindakan atau kegiatan-kegiatan setelah tindakan pertama ditempat kejadian perkara dilakukan dengan maksud mencari, mengumpulkan, mengaanalisa dll.

4.2.  Ketentuan Tentang Tempat Kejadian Perkaara (TKP)
a.       Secara umum setiap tempat dimana diduga telah terjadi tindakan tindak pidana harus dianggap sebagai TKP
b.      TKP merupakan salah satu sumber keterangan yang penting dan bukti-bukti yang dapat menunjukan/membuktikan adanya hubungan antara korban, pelaku, barang bukti dan TKP itu sendiri
4.3. Tujuan Penanganan Tempat Kejadian Perkara
Tujuannya adalah;
a.       Menjga agar TKP berada dalam keaadaannya sebagaimana pada saat dilihat dn diketemukan petugas yang melakukan tindakan pertama.
b.      Melindungi agar barang bukti yang diperlukan tidak hilang, rusak, tidak ada enambahan/pengurangan dan tidak berubah letaknya.
c.       Untuk memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan lebih lanjut dalaam menjajaki/menentukan pelaku, korban, saksi-saksi, barang bukti, modus operandi dan alat yang dipergunakan dalam rangka mengungkapkan tindak pidananya.

Persipan
                Sebelum mendatangi TKP perlu dipersiapkan personil dan sarana/peralatan yang memadai/sesuai dengan situasi dan kondisi kasus yang akan dihadapi, meliputi persiapan sebagai berikut :
a.       Personil, termasuk unsur-unsur labkrim, identifikasi dan dokter bila ada.
b.      Kendaraan dan perhubungan untuk kecepatan bertindaak dan memelihara hubungaan petugas dengan Markas Komando.
c.       Peralatan yang diperlukan dalam penanganan TKP terdiri anatar lain :
1.       Alat-alat pemeriksaan pendahuluan
2.       Kaca pembesar
3.       Kompas
4.       Sarung tangan
5.       Alat pengatur jarak (meteran)
6.       Alat potert dan lain-lain

Pelaksanaan
                Apabila menjumpai suatu tindak pidana segeralah melakukan tindakan antara lain :
a.       Memberikan perlindungan dan ertolongan pertama
b.      Menurutp dan mengamankan Tempat Kejadian Perkara (mempertahankan status quo)
c.       Segera menghubungi kepada Petugas terdekat, tanpa mengabaikan keamanan Tempaat Kejadian Perkaara dan harus melaporkan segala sesuatu yang telah dikerjakannya.


Pengolahan Tempat Kejadian Perkara
Tindakan-tindakannya sebagai berikut :
a.       Pengamatan Umum (General Observation),
Antara lain sebagai berikut;
1.       Jalan masuk/keluarnya si pelaku.
2.       Adanya kejanggalan yang didapati ditempat kejadian perkara dan sekitarnya.
3.       Keadaan cuaaca waktu kejadian.
4.       Alat-alat yang mungkin dipergunakan/ditinggalkan olehpelaku.
5.       Tanda/bekas perlawanan/kekerasan.
b.      Pemotretan dan Pembuatan Sketsa.
1.       Pemotretan.
a)      Pemotretan harus dilakukan dengan maksud untuk :
1)      Mengabadikan situsi TKP ermasuk korban dan barang bukti lain pada saat dikemukakan.
2)      Untuk dapat memberikan gambaraannya nyata tentang situasi dan kondisi TKP
3)      Untuk membantu dan melengkapi kekurangan dalaam pengolahan TKP termasuk kekurangan dalam pencatatan dan pembuatan sketsa.
b)      Objek pemotretan
1)      TKP secara keseluruhan dari berbagai sudut sesuai pemotretan kriminal.
2)      Detail/close up terhadap setiap objek dalam TKP yang diperlukan untuk penyidikan (digunakan skala/penggaris, dapat dilakukan bersama dengan penanganan barang bukti)
c)       Catatan penjelasan pemotretan yang memuat:
1.       Hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan
2.       Merk dan tipe kemra , lensa dan film
3.       Speed kamera dan diafragma
4.       Sumber cahaya
5.       Filter yang diperlukan.
2.       Pembuatan sketsa
a)      Sketsa harus dibuat dengan maksud;
1.       Menggambar TKP sedetile mungkin
2.       Sebaagai bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika diperlukan
b)      Sebagai lampiran Berita Acara Pemeriksaan ditempat kejadian perkara dan pembuatan sketsa terebut
c)       Penanganan Korban, Saksi dn Pelaku

3.          Penanganan Saksi
Mengumpulakan keterangan dari pada saksi:
v  Melakikan wawancara dengan mengajukan pertanyaan kepada oraang/ pihak yang diperkirakan melihat, mendengar dan mengetahui sehubungan dengan kejadian tersebut.
v  Keterangan yang didapat dari beberapa saksi yang dapat digolongkan mana saksi yang diduga keras terlibat dalam tindak pidana yang terjadi dan mana saksi yang tidak
v  Melakukan pemeriksaan singkat terhadap golongaan saksi yang diduga keras terlibat dalam tindak pidana yang terjadi guna mendapatkan keterangan dan petunjuk lebih lanjut.
v  Melakukan pemeriksaan terhadap korban, keadaan korban, penampilan korban, sikap atau dibawa ke rumah sakit/dokter ahli untuk diminta Visum et Repertum.
4.          Penangnan Pelaku
v  Meneliti dan mengamankan bukti-bukti
v  Melakukan pemeriksaan singkat untuk memperoleh keterangan sementara
v  Dalam kasus susila yang yang lain (homosex dan lesbian) segera dimintakan fisum kepda dokter ahli
v  Kalau dalam waktu singkat tersangka tertangkap segera diperiksa ke dokter dan mintakan Visum et Repertum
5.          Penanganan Barang Bukti
v  Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penangnan barang bukti;
o     Setiap terjadi kontak fisik anatara dua obyek akan selalu terjadi perpndahan material
o     Makin jarang dan tidak wajar suatu barang ditempat kejadian, makin tinggi nilainya sebagai barang bukti
o     Barang-barang yang umum terdapat akan mempunyai nilai tinggi sebagai barang bukti bila terdapat karakteridtik yang tidak umum dari barang tersebut.
o     Harus selalu beranggapan bahwa barang bukti yang tidak berarti bagi kita, mungkin sangat berharga sebagai barang bukti bagi orang yang ahli
v  Pencarian baarang bukti dilakukan ditempat kejadian perkara dan sekitarnya apabila perlu dengan disertai penggeledahan badan, dilaksanakan secara teliti, cermat dan tekun
v  Pencarian barang bukti dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut (tergantung kondisi tenpat dan jumlah petugas) :
(a)    Metode Spiral (spiral method)
(b)   Metode Zone (Zone Method)
(c)    Metode Strip dan metode strip ganda (Strip Method and Double strip method)
(d)   Metode Roda (Wheal Method)
v  Pengambilan dan pengumpulan barang bukti
A)     Pengambilan barang bukti harus dilakukan dengan cara yang benar disesuaikan dengan bentuk/macam barang bukti yang akan diambil berupa padat, cair gas
B)      Pengambilan dan pengumpulan barang bukti dalam kasus-kasus:
1.       Tindak pidana dengan disertai pembongkaran dan memasuki tempat tertutup
2.       Pembakaran (kebakaran yang disengaja, kebakaran (kelalaian)
3.       Tindak Pidana Narkotika/obat bius
4.       Kasus yang ada hubungannya dengan racun
5.       Kejahatan Susila
6.       Tindak pidana pemalsuan surat
7.       Kecelakaan lalu-lintas (sengaja atau tidak termasuk tabrak lari)
8.       Bekas perusahan yang baru menjadi, contoh : cat mobil, minyak oli, dan rem serta kaca.
C)      Pengambilan dan pembungkusan barang bukti
1.       Pisau yang dipergunakan dan sidik jarinya
2.       Senjata api yang diperkirakan terdapat sidik jari.
3.       Anak pelru (bullet) yang ditemukan di TKP.
4.       Selongsong peluru
5.       Mesiu/serbuk
6.       Peluru yang belum terpakai.
7.       Pecahan logam.
8.       Pakaian si korban.
9.       Dokumen dan surat.
10.   Rambut.
11.   Sperma.
12.   Darah.
13.   Pengambilan dan pengumpulan barang bukti gas.
14.   Pengkhiran penangkapan TKP.



BAB V
PENANGANAN KORBAN SAKSI DAN PELAAKU DI TKP

5.1. Penanganan Korban Mati
Dalam penanganan korban mati, perlunya memanfaatkan bantuan teknis dokter yang didatangi dengan menanyakan hal-hal berikut:
1)      Jangka waktu/lama kematian berdasarkan tanda-tanda kematian antara lain kaku mayat, lebam manyat, tanda pembusukan.
2)      Cara kematian (mode or manner of death)
3)      Sebab kematiankorban (cause of death)
4)      Kemungkinan adanya perubahan posisi mayat pada waktu diperiksa dibandingkan dengan posisi semula pada saat terjadinya kematian.

5.2. Tanda-tanda Mati (kematian)
a.       Kematian
Kematian adalah terhentinya tanda-tanda kehidupan secara permanen dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1)      Detik jantung tidak ada/berhenti.
2)      Denyut darah pada pergelangan tidak ada/berhenti.
3)      Muka pucat.
4)      Mata suram.
5)      Tidak ada reaksi bila mata atau bibir disentuh.
6)      Biji mata tidak mengecil bila mata atau bibir disentuh.
7)      Tidak ada uap dimulut.
8)      Keluar bintik-bintik dikulit.
9)      Mulai kaku.
Apabila diukur dengan waktu, maka terdapat gejala-gejala sebagai berikut:
-          1 jam : timbul bintik-bintik mayat
-          1-3 : badan mssih lembek
-          3-6 : kaku dimulai dari rahang, tengkuk, badan, lengan dan kaki
-          6-12 :kaku sama sekali (Rigor Mortis)
-          12-24 : mulai lembek lagi berturut-turut dari tengkuk, badan, lengan kaki dan rahang.
-          24 jam : lembek sama sekali menuju protes embususkan.
Secara garis besar ada dua cara kematian:
1)      Kematian yang wajar akibat sakit.
2)      Kematian tidak wajar bukan akibat penyakit seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan lain-lain.
b.      Lebam mayat
Lebam manyat terjadi akibat terhentinya aliran darah. Dengan gaya berat, maka butir-butir darah akan mengendap dibagian tubuh yang terendah. Lebam mulai timbul setelah 30 menit setelah kemaatian, sebagai bercak-bercak biru terbentuk sempurna. Waraanya merah tua kebru-biruan. Pada mayat terlentang, lebam akan ditemukan sepaanjaang punggung, bokong, dan paha bagian belakang.
c.       Kaku mayat
Setelah 2-3 jam setelah meninggal mayat berangsur-angsur menjadi kaku, mjlai bagian kepalaa ke arah kaki. Setelah 8-12 jam seluruh tubuh kan kaku. Setelah 24 jam, kekakuan bengangsur-angsur hilang dengaan arah yang sama yaitu diaa kepala ke kaki.
Penyebab terjadinya karena perubahan kimiawi dalam otot dan perjalanan ke ataau dari arah kepala ke kaki, berdasarkan bangunan tubuh karena otot-otot dibagian kepala lebih kecil daripada di bagian kaki. Apabila sebelum 6 jam kematian, kekakuan di lawan dan dibuat posisi lain (misalnya siku diluruskan), mka kekakuan dapat dipertahankan pada posisi baru.
d.      Kejang mayat
Merupakan kekakuan pada tubuh tertentu yang terjadi pada waktu menjelang ajal. Selama 15-30 menit pertama, suhu tubuh belum turun karena masih menghasilkan panas. Penurunan suhu tubuh dipengaruhi:
1)      Keadaan tubuh korban (kurus/gemuk);
2)      Pakaian yang dikenakan;
3)      Tempat dimana berada;
4)      Saat/waktu kematian misalnya pagi, sore atau malam; dan
5)      Suhu pada saat kematian- demandie.
e.      Pembususkan
Pembusukan terlihat setelah 24 jam kematian. Proses ini disebabkan oleh kuman-kuman dan getah-getah pencernaan dalam tubuh. Pembususkan mulai tampak pada perut kembung kanan bawah berwarna kehijau-hijauan, kemuadian menjalar keseluruh perut dan sela-sela iga. Setelah 2 x 24 jam terjadi penggembungan akibaat pembentukan gas-gas hasil penguraian kuman-kuman sehingga saat ini sukar dikenali.
f.        Mati  lemas (asfiksa)
Ialah kematian yang terjadi karena tubuh kekurangan zat asam dan kelebihan zat arang, akibatnya terhentinya fungsi pernapasan dan peredaran darah.

5.3. Penanganan Saksi
Penanganan saksi diantaranya mengumpulakan keterangan dari saki: melakukan interview/wawancara/pembicaraan dengan mengajukan pertanyaan kepada orang atau pihak yang diperkirakan melihat, mendengar dan mengetahui sehubungan dengan kejadian tersebut.

Penanganan Pelaku
a.       Meneliti dan mengamankan bukti-bukti
b.      Melakukan pemeriksaan singkat untuk memperoleh keterangan
c.       Dalam kasus kejhatan susila segera di mintakan visum
d.      Dalam waktu singkat tersangka tertangkap segera diperiksa ke dokter dan minta visum et repertum ( jangan sampai mencuci bekas-bekas noda darah atau sperma dan lain-lain).

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK atau P3K)
a.       Arti PPPK adlah pertolongan sementara yang diberikaan kepada sesorang yang saakit sekonyong-konyong atau mendadak atau yang mendapat kecelakaan dll
b.      Pembuatan pernapasan buasan (Artificial respiration)
Tiga cara membuat napas buatan yang efisien adalah sebaagai berikut;
1)      Cara Silvester (1858)
Sikorban ditidurkan terlentang, sedangkan penolong duduk diatas lutut dan kakinya ke belakang (berlutut). Penolong memegang lengan bawah korban, mengangkat kedua lengan ke atas, kemudian kebelakang sampai menyentuh laintai, sehingga terjsi pernapasan.
2)      Cara Schafer (1930)
Sikorban diletakan tengkurap, miringkan mulut dn hidungnya agar tidak terhalang. Penolong berlutut, sehingga badan korban ada dianara kedua kaki penolong. Letakan kedua telapak tangan, kedua ibu jari berada 3 cm diatas tulang punggng.dengan lengan lurus bengkokkan ke depan, sehingga menekan rongga dada. Maka terjadilah pengeluaran napas.
3)      Cara Holger-Nielsen (1932)
korban diletakan tertelungkup dengan muka diatas tangannya. Penolong berlutut atau beridir diatas kaki lutut dimuka kepala korban. Letakan kedua tangan diatas punggung korban kira-kira sedikit di bawah tulang belikat, jari direnggangkan, sedangkan kedua ibu jari hampir rapat. Selanjutnya bergerak membungkuk kedepan atas tekanlah perlahan-lahan dan sama rata di atas punggung korban, sehingga terjadi pengeluaran napas.
c.       Pemeriksaan pada luka


Visum et Repertum (VR)
a.       Pengertian
1)      Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia.
Adalah suatu laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah serta menggunakan pengetahuannya atas apa yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban atau benda lain, guna kepentingan yustisi (pro yustisia).
b.      Kegunaan VR
VR sangat membantu bagi hakim dalam usahanya membuat tentang suatu perkara. Viisum et Repertum merupakan dokter ahli, diluar kemaampuan pengetahuan penyidik maupun hakim.
c.       Jenis Visum et Repetum
terbagi atas;
1)      Visum et repertum untuk orang hidup dibagian dalam
a)      Visum et repertum (biasa) diberikan kepada pihak peminta (polisi) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
b)      Visum et repertum sementara diberikan apabila korban memelurkan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya.
c)       Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lagi karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
2)      Visum et repertum orang mati (jenazah). Bersfiat subjektif sehinggah hakim tidak terikaat pada pendapat seorang ahli tapi harus diyakini oleh hakim akan kebenarannya meskipun pada praktiknya visum ini dipakai dasar oleh hakim dalam keputusan. Visum ini memuat kesimpulan :
a)      Jenis luka yang ditemukan,
b)      Penyebab terjadinya luka,
c)       Kualitas pada orang hidup atau sebab kematian pada mayat sebagai hasil bedah mayat (otopsi).
d.      Prosedur permintaan Visum et Repertum
1)      Diajukan oleh penyidik secara tertulis
2)      Untuk korban mati (mayat) ibu ajri kaki kanan diberi lebel yang disegel dengan memua nama, tanggal kejadian, keterangan singkat kejadian, nama dan identitas petugas yang meminta visum.
3)      Tidak dibenarkan meminta visum atas kejadian yang lampau karena bertentangan dengan rahasia jabatan yang bersangkutan.
4)      Untuk korban hidup, korban harus pergi ke dokter yang ditunjuk penyidik.
5)      Untuk korban mati (mayat) tidak dibenarkan meminta visum pemeriksaan luar saja tetapi harus minta visum otopsi (bedah mayat) atau tidak.
6)      Jika keluarga korban menolaak untuk dibedah ada dua cara untuk mengatasinya;
a.       Keluarga diberi penjelasan bahwa apabila tidak diotopsi kemunkinan nanti digali kembaali, bila hakim meminta.
b.      Dikenakan pasal 222 KUHP kepada keluarganya dengan tuduhn menghalangi pemeriksaan korban dengan ancaman hukum 9 bulan penjara.
7)      Mencantumkan keterangan lengkap tentang korban, seperti kejadian, jam ditemukan, jam kematian, identitias dan lain-lain. Untuk mayat lebih dari satu, perminaan dibuat sendiri (tidak digabungkan).


BAB VI
PENERAPAN ILMU FORENSIK BAGI KEPENTINGAN PERADILAN

PENDAHULUAN                                                 
            Dalam situasi yang sangat sulit memperoleh pengakuan/keterangan yang MURNI (pure confession) dari seorang tersangka. Maka guna membantu para aparat penegak hukum utamanya penyidik, pemburu kejahatan (crime hunter) atau para ilmuan ataupun tokoh-tokoh di bidang pemberantasan kejahatan yang telah puluhan tahun mempunyaai pengalaman berkecamping dengan dunia kejahatan telah dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang dinamakan kriminalistik, yang dapat dimanfaatkan baik untuk di lingkungan pendidikan maupun yang bertugas di lapangan.
PENYAJIAN
Kriminalistik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penyidiksn kejahatan dengan bantuan ilmu-ilmu forensik. Disamping itu kriminalistik secara relatif barulah dianggap lengkap dan bermanfaat bagi dunia peradilan apabila ia mendapat dukungan ilmu-ilmu forensik yang diterapkan secara ilmiah bagi pengungkapan suatu Kasus Kejahatan.
Penerapan ilmu-ilmu forensik dalam bidang Hukum Pidana Formal utamanya diarahkan untuk pemeriksaan bukti-bukti material (bukti fisik) berupa benda mati dalam suatu kasus kejahatan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemeriksaan bukti-bukti material (bukti fisik) dimaksud dpat dibagi 2 yakni pemeriksaan pendahuluan (preliminary test) terhadap baraang bukti di lapangan antara lain narcotics test kit, blood test kit, paraffin test kit, metal detector. Penggunaan test kit ini seyogianya sudah harus benar-benaar dikuad=sai oleh Petugas penyidik di lapangan, karena hasil pemeriksaan pendahuluan ini sangat bermanfaat dalam pengenalan, seleksi barang bukti maupun sebagai dasar tindakan upaya paksa. Yang berikutnya adalah pemeriksaan secara Laboratories Kriminalistik pada laboratorium kriminil baik di Markas Besar Kepolisian Negara R.I. Lembaga Kriminologi di Universitas Indonesia maupun Instansi Pemerintah yang dalam hal ini Departemen Kesehatan Dinas Pengawasan Obat, Makanan dan Minuman. Khusus pada laboraatorium kriminil Polri, secara struktural diwadahi dalam berbagai sub departemen pemeriksaan teknis sesuai dengan pembagian aspek-aspek ilmu krminalistik seperti :
1.      Sub Departemen Kimia Forensik
2.      Sub Departemen Narkotik Forensik
3.      Sub Departemen Toksikologi Forendik
4.      Sub Departemen Fisika Forensik
5.      Sub Departemen Dokumen Forensik
6.      Sub Departemen Dang Palsu Forensik
7.      Sub Departemen Balistik daan Metallurgi Forensik
8.      Sub Departemen Fotografi Forensik
Adapun jenis-jenis pemeriksaan pada masing-masing sub departemen tersebut diatas adlah sebagai berikut:
1.      Sub Departemen Kimia Forensik
a.       Pemeriksaan Kimia umum yaitu pemeriksaan produk-produk industrial dan bahan-bahan, terutama untukmengetahui keaslian barang bukti misalnya dalam kasus pemalsuan, contoh :
-          Makanan dan minuman dalam kemasan
-          Alat dan bahan kosmetik
-          Bahan bakar dan minyak pelumas
b.      Pemeriksaan serologi yaitu pemeriksaan cairan tubuh dan beberapaa bagian organ tubuh, contoh :
-          Darah
-          Sperma
-          Air ludah keringat
-          Berbagai macam rambut
2.      Sub Departemen Narkotik Forensik
a.       Pemeriksaan narkotik sesuai Undang-Undang R.I No. 9 Tahun 1976;
- Golongan Opium yang berasal dari tumbuhan papawer somniforum, yaitu dalam bentuk opium mentah, opium masak, opium obat, jicing dan jicingko (tengko)
- Golongan alkaloid opium dan turunannya seperti morphine, herion, codein, dan lain-lain.
-   Golonan codein yang berasal dari tumbuhan Erythroxylon coca
- Narkotik sintesis atau narkotik berdasarkan Surat Keputusan Mentri Kesehatan seperti Pethidin Methadon dan Meperidin
b.      Pemeriksaan Psykotropik atau bahan obat berbahaya sesuai UU Bahan Obat Berbahaya St. 1949 No. 377 :
-   Golongan Depresant yaitu : Barbiturat beserta turunannya
-   Golongan Halucinogin yaitu : Psylocin, psylocibin dan sebagainya
-   Golongan Stimulat yaitu : Amphetamin
c.       Pemeriksaan obat-obatan keras golongan tfransquilizer (golongan anti psykotis) seperti valium, mogadon (nitrazepam), lexotam, mandrax, rohypnol.
d.      Pemeriksaan cairan tubuh korban narkotik terutama darah dan urine
e.       Pemeriksaan pemalsuan obat-obatan.
3.      Sub Departemen Toksikologi Forensik
a.       Pemeriksaan keracunan yang diduga dari bahan makanan, bahan pengawet, zat warna dan bahan-bahan lain yang ditambahkan pada makanan.
b.      Pemeriksaan keracunan yang diduga karena obat atau caampuran obat.
c.       Pemeriksaan keracunan yang di duga karena pestisid dan sebaagainya.
d.      Pemeriksaan keracunan yang di duga karena industri bahan-bahan tertentu.
e.       Pemeriksaan keracunan karena lingkunagn seperti akibat bahan buangan dari pabrik sisa pembakaran kendaran bermotor, pemakaian pestisida dan sebagainya
4.      Sub Departemen Fisika Forensik
a.       Pemeriksaan kasus kecelakaan dan sabotase (pemeriksaan TKP)
b.      Pemeriksaan jejak dan berkas (tool marks)
c.       Pemeriksaan produk industri
d.      Pemeriksaan dengan instrumen :
-          Lie Detector
-          Metal Detector
-          Gas Chromatography
-          Mass Spectrumeter
-          Liquid Chromatography
-          Emission/Laser Spectrograph
-          UV-VIS Spectrometer
-          Infra Red Spectrometer
5.      Sub Departemen Ballistic daan Metallurgy Forensik
a.       Pemeriksaan senjata api, peluru, anaka peluru dan selongsong peluru
b.      Pemeriksaan bahan peledak
c.       Pemeriksaan Nomor Series terutama dalam kasus pemalsuan
6.      Sub Departemen Dokumen Forensik
a.       Pemeriksaan tulisan tangan
b.      Pemeriksaan tulisan ketik
c.       Pemriksaan tanda tangan
d.      Pemeriksaan tulisan cap tempel
e.       Pemeriksaan bahan cetakan
7.      Sub Departemen dang Palsu Forensik
a.       Pemeriksaan uang kertas R.I
b.      Pemeriksaan uang logam R.I
c.       Pemeriksaan uang kertas dan logam asing
d.      Pemeriksaan perangko dan materai
8.      Sub Departemen Fotografi Forensik
a.       Melaksanakan fotografi forensik terhadap barang bukti dalam menunjang seluruh kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh semua sub departemen.
b.      Melakkanpemotretan TKP dan barang buti dalam kasus yang memerlukan pengolahan laboratoies sejak dari TKP (kebakaran, peledakan, pengrusakan dan sebagainya)
Kesimpulannya bahwa dalam penanganan barang ukti material (fisik) untuk kepentingan peradilan, diaksanakan oleh 2 instansi petugas penyidik yakni petuga yang berada di lapangan atau yang pertama kali menangani, mengolah barang bukti pada saat ditempat kejadian perkara dan petugas yang berada di laboratorium kriminil sebagai bantuan teknis dalam penyidikan.


BAB VII
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

PENDAHULUAN
Dalam pemeriksaan kedokteran forensik dengan mengikuti prosedur dari pemeriksaan untuk menghindari kesalahan yang total terutama pada perkara-perkara yang besar dan mengundang opini publik, jangan dibebani oleh hasil pemeriksaan kedokteran forensik.
PENYAJIAN
7.1. Pemeriksaan Luka-Luka Korban
            Luka terjadi akibat suatu kekerasan. Bergantung kepada jenis dan besar kecilnya kekerasan, kaka luka yang terjadi pun akan mempunyai berbagai bentuk dan ukuran. Jenis kekerasan dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu :
a.       Kekerasan Mekanis:
-          Kekerasan oleh benda tumpul
a)      Luka Memar: terjadi penggumpalan darah dibawah kulit akibat pecahnya pembuluh-pembuluh darah halus. Luka terjadi pembengkakan dan warna kebiru-biruan
b)      Luka Lecet : hilangnya sebagian atau seluruh lapisan kulit ari yang disebabkan oleh geseran benda tumpul pada permukaan tubuh.
c)      Luka Robek : robekan pada kulit meliputi seluruh lapisan kulit, dapat sampai ke otot bahkan ketulang.luka robek dapat ditimbulkan oleh benturan benda tumpul atau tubuh jatuh pada tempat yang keras dengan permukaan tidak rata.
-          Kekerasan ole benda tajam
a)      Luka Tusuk : luka yang disebabkan benda tajam  atau benda runcing, yang mengenai tubuh dengan arah tegak lurus atau kurang lebih tegak lurus.
b)      Luka Iris : diakibatkan benda tajam yang mengenai tubuh dengan arah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tubuh.
c)      Luka Bacok : ialah semacam luka iris yang terjadi akibat benda tajam yang lebih besaar dengan mengarahkan tenaga yang lebih besar pula.
-          Kekerasan oleh tembakan senjata api
1.      Luka tembak masuk jarak jauh :
·         Yang mengenai sasaran hanyalah anak peluru.
·         Terdiri dari satu lubang luka berbentuk bulat, dikelilingi luka lecet, disebut : Kelim Lecet (Kelim Memar).
·         Pada kelim lecet dapat di temukan pita berwarna hitam terdiri dari lemak (dari dalam laras senjata), disebut kelim lemak.
2.      Luka tembak masuk jarak dekat :
·         Terjadi apabila jarak penembakan masih dalam batas daya capai butir mesiu yang tidak habis terbakar.
·         Gambaran luka seperti luka tembak jarak jauh yang di sekelilingnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam yang terdiri dari butir mesiu yang tidak habis-habis terbakar, disebut : Kelim Tattoo.
3.      Luka tembah masuk jarak sangat dekat :
·         Terjadi apabila yang turut mengenai sasaran ialah semua partikel yang dihasilkan suatu tembakan.
·         Gambaran luka sperti luka tembak jarak dekat ditambah dengan Kelim Jelaga yang merupakan pemwarnaan hitam pada kulit sebelah luar dari kelim tattoo.
·         Juga dapat dijumpai kelim api yang merupakan daeraah kemerahan akibat udara panas.
4.      Luka tembak masuk tempel
·         Luka tembak yang masuk jarak nol
·         Moncong senjata diletakan pada kulit
·         Anak peluru dan partikel lainnya akan turut masuk kedalam tubuh karena tidak dapat menyebar, akibat laras yang menghalangi.
·         Gambaran luka merupakan suatu lubang yang dikelilingo oleh kelim memar, dengan jarak laras merupakan pita luka lecet atau luka memar yang mengelilinginya.
·         Dinding saluranluka akan nampak berwarna hitam
·         Apabila tembakan dilepaskan di daerah yang dibawh kulit langsung terdapat tulang (misalnya di kepala), maka luka tembak tempel tersebut disertai sobekan kulit yang berentuk bintang.
5.      Luka temabak keluar :
·         Terjadi apabila naka peluru masih mempunyai cukup tenaga untuk terus menembus keluar pada sisi tubuh yang lain.
·         Merupakan luka terbuka, benrbentuk tidak teratur, kadangkala ia merupakan celah saja.
·         Pada luka tembak keluar tidak ada kelim.
·         Luka tempbus pada tulasng tipis, yang diakibatkan oleh anak peluru akan mempunyai gambaran merupakan corong yang membuka  kearah perginya peluru.

b.      Kekerasan Fisik:
-          Kekerasan oleh suhu tinggi :
·         Disebut juga luka bakar
·         Terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1)      Tingkat pertama : berupa berwarna kemerahan pada kulit, contoh ; kena panas matahari.
2)      Tingkat kedua : terdapat gelembung-gelembung berisi cairan pada kulit yang terkena.
3)      Tingkat keiga : kerusakan mengenai seluruh tebal kulit. Bila sembuh akan menginggalkan parut.
4)      Tingkat kempat :kerusakan mengenai kulit, jaringan di bawah kulit, otot, sampai ke tulang. Terjjadi proses pengarangan.
Bagaimana mengetahui Orang Mati Karena Terbakar atau Mati Daulu Kemudian dibakar :
Pada orang yang matikarena terbakar, maka pada jenazah akan ditemukan :
·         Warna jaringan merah terang (karena karbon monksida dalam peredaran darah)
·         Didaapatkan jelaga/arang dalam saluran nates atas
·         Pemeriksaan laboratoies diperlukan untuk mendeteksi karbon monoksida daan infiltrasi butir-butir darah putih dalam cairan gelembung
-          Kekerasan oleh suhu rendah :
·         Diindonesia jarang/hampir tidak dijumpai
·         Disebut juga : Frost bite
·         Terjadi kematian jaringan karena rusaknya sistem peredaran darah dan persarafan
-          Kekrasan oleh arus listrik :
·         Mempunyai gambaran yang khas. Pada tempat kontak, kulit menunjukan luka bakar dengan tepi yang menimbul
·         Sekitarnya tampak daerah pucat (halo) dan luarnya bagi terdapat daerah kemerahan
·         Pada tempaat keluarnya arus listrik terdapat luka lecet atau robek
c.       Kekerasan Zat kimiawi:
-          Kekerasan oleh asam kuat:
·         Menyebabkan terserapnya cairan dan sel kulit
·         Terjadinya penggumpalan protein
·         Luka tampak sebagaai bagian yang kering dan teraba keras
·         Umunya tidaak menyebaabkan kematian, kecuali bila meliputi permukaan tubuh yang sangat halus
-          Kekerasan oleh basa kuat :
·         Basaa kuat yang mengenai kulit akan dapatmemasuki sel
·         Terjadi reaksi penyabunan, menyebaabkan sel mengembung, basa daan memberikan perabaan licin
7.2 Pemeriksaan Kematian
1. Penjelasan
Kematian ialah terhentinya tanda-tanda kehidupan secara permanen.
2. Cara Kematian
Secara garis besar, ada 2 cara kematian, yaitu :
a.       Kematian yang wajar akibat suatu penyakit (infeksi, serangan jantung daan lain-lain)
b.      Kematian yang tidak wajar L bukan akibat suatu penyakit. Ini merupakan :
-          Pembunuhan
-          Bunuh diri
-          Kecelakaan
Pada setiap kasus kematian tidak wajar yang di duga karena tindak pidana maka Penyidik harus mengajukan permintaan Visum et Repertum / keterangan ahli. Dalam menghadapi suatu kasus kematian, sebaiknya di anggap sebagai suatu kematian yang tidak wajar sebelum dapt dibuktikan kematian waajar. Jika dijumpai kasusnya suatu pembunuhan, maka langkah selanjutnya adalah membuat permintaan Visum et Repertum jenasah.
Sebaliknya kalau ada dugaan akan suatu kasus bunuh diri yang diltarbelakangi pembunuhan, maka ajukanlah permintaan Visum et Repertum/bedah jenazah untuk menentukan sebab kematian secara pasti. Kematian kecelakaan ada kalanya juga memerlukan bedah jenazah  bila dikaitkan dengan penyelesian asuransi namum tidak jarang terjadi kasus pembunuhan yang dibuat seolah-olah suatu kecelakaan. Oleh karena itu bedah jenazah merupakan upaya penting untuk memastikan di saamping pemeriksaan-pemeriksaan yang lain.
3. Sebab Kematian
Harus dibedakan pengertian akan sebab kematian dari cara kematian. Sebab kematian ialah kelainan apa yang terjadi didalam tubuh korban, akibat suatu dari luar atau dalam, yang menghentikan fungsi kehidupan
4. Tanda-Tanda Kematian
Pada orang yang meninggal dapat dijumpai tanda-tanda yang  dapatdigunakaan sebagai petunjuk bahwa ia sudah benar-benar meninggal. Tanda-tanda ini dapat bersifat dini atau lanjut
a.       Tanda-tanda kematian dini:
-          Pergerakan terhenti
-          Denyut terhenti
-          Pernafasan terhenti
-          Kulit menjadi pucat
-          Suhu tubuh menurun
b.      Tanda-tanda kematian lanjut
Setelah kematian berlangsung beberapa saat lamanya, maka pada mayat dapat dijumpai perubahan-perubahan maupun tanda-tanda yang berguna sebagai petunjuk penting : penentuan lama kematian, posisi tubuh setelah mati, penyebab kematian, dan lain-lain.
a)      Lebam Mayat (pewarnaan setelah kematian)
Terjadi akibat terhentinya aliran darah. Dengan adanya gaya berat, maka butir-butir darah akan mengendap dibagian tubuh terendah. Pada mayat terlentang, lebam akan ditemukan sepanjang punggung, bokong, paha bagianbelakang, yang tampak sebagai daaerah-daerah kulit yang berwarna merah tua kebiru-biruan.
Lebam mulai timbul 20-30 menit setelah kematian, sebagai bercak-bercak kebaruan. Setelah 6-8 jam kematian, lebam berbentuk sempurna. Apabila sebelum 6 jam posisi mayat diubah maka lebam masih dapat berpindah sesuai posisi yang baru.
Korban yang mati akibat keracunan gas/zat tertentu (seperti korban monoksida/CO dan sianida) lebam akan berwarna merah terang.
b)      Kaku Mayat
Sesorang yang baru saja meninggal, tubuhnya akan lemas. Setelah 2-3 jam kematian, mayat berangsur-angsur menjadi kaku, dimulai dari bagian kepala kearah kaki.
      Selurh tubuh akan menjadi kaku setelah 8-12 jam kematian. Setelah 24 jam kematian, kekauan ini bengangsur-angsur hilang dengan arah yang sama, yaitu dari kepala ke kaki.
      Penyebab terjadinya kaku mayat ialah perubahan kimiawi dalam otot dan penjalaran dari arah kepala ke kai dengan diterangkan berdasarkan bangun tubuh dimana oto-otot dibagian kepala lebih kecil dari pada ke arah bawah.
      Apabila sebelum 6 jam kematian, kekaauan suatu bagian tubuh dilawan dan dibuat mejadi posisi yang lain, misalnya meluruskan siku yang terlipat, maka kekakuan dapat dipertahankan pada posisi yang baru.
      Dengan pemeriksaan kakau mayat dapat diperkirakan lamanya kematian, yaitu :
-          Bila kaku sebagian tubuh korban, maka kematian telah berlangsung 5-6 jam.
-          Bila kaku seluruh tubuh, maka kematian telah berlangsung 8-12 jam.
4. Kejang Mayat/ Spasme Kadaverik
Ialah kekakuan pada mayat bagian tubuh tertentu yang terjadi oleh karena pada waktu menjelang ajalnya orang tersebut berada dalam keadaan kejiwaan yang sangat tegang dan oto bagian tubuh bersangkutan mengalami aktifitas tinggi.
5.Penurunan Suhu mayat
Pada saat-saat pertama kematian, suhu tubuh akan turun sangat lambat. Beberapa saat kemudian, suhu tubuh turun dengan cepat, lalu setelah mendekati suhu lingkungan, penurunan suhu tubuh terjadi lambat lagi. Selama 15-30 menit pertama, suhu tubuh mayat tidak menurun karena tubuh masih menghasilkan panas. Ini terjadi karena dipengaruhi banyak hal, anatar lain : Keadaan tubuh korban sendiri : kurus atau gemuk
-          Pakaian yang dikenakan
-          Tempat ia berada : rusng tertutup atau terbuka
-          Saat kematian : pagi, siang, sore atau malam
-          Suhu tubuh pada saat kematian : demam atau tidak
Walaupun demikian secara kasar, bila orang meninggal diraba masih hangat, maka paling sedikit matinya sudah 2 jam. Bila sudah dingin, maka kematian sudah berlangsung paling sedikit 8 jam.
6. Pembusukan
Pembusukan terlihat 24 jam setelah kematian. Proses ini diseabkan oleh kerja kuman dan getah-getah pencerna dalm tubuh. Pembusukan akan tampak mula-mula pada perut kanan bawah berwarna kehijau-hijauan yang kemudia menjalar keseluruh perut dan sela-sela iga. Setelsh 2 x 24 jam, terjadi penggelembungan akibat pembentukan gas-gas hasil penguraian oleh kuman. Oleh karena itu biasanya bentuk tubuh berubah dan sukar dikenali.
7. Mati Lemas (Asfiksia)
Merupakan kematian yang terjadi karena tubuh kekurangan zat asam dan kelebihan zat asam arang. Keadaan ini timbul sebagai akibat terhentinya fungsi pernahfasan dan peredaran darah.
            Fungsi kehidupan manusia terutama dijalankan oleh 2 sistem, yaitu sistem pernafasan dan sistem peredaran darah. Tentuna kedua sistem ini bekerja dibawah pengaruh sistem/ susunan saraf pusat. Fungsi utama kedua sistem ini ialah mengambil zat asam dari udara dan mengedarkan keseluruh tubuh untuk melangsungkan proses pembakaran zat-zat makanan. Proses ini menghasilkan tenaga/energi untuk menjalankan fungsi sehari-hari.
            Dengan demikian apabila pernafasan dan peredaran darah terhenti, fungsi kehidupan akan terhenti pula. Peristiwa tersebut Kematian Klinis. Apabila kematian ini berlanjut sampai 4-6 jam, maka jaringan tubuh akan mengalami kematian dan kerusakan. Keadaan ini tidak dapat dipulihkan kembali dan disebut : Kemaian Jaringan/ Seluler. Mati lemas dapat terjadi oleh sebab :
Ø  Mekanis
a) Sumbatan Saluran Pernafasan
·         Pembekapan
penutupan lubang hidung atau mulut dengan alat/tangan, yang menyebabkan tidak dapatnya zat asam masuk ke dalam tubuh, maka orang akan mati lemas. Tandanya ialah, memar/lecet disekitar lubang hidung/mulut. Apabila dalam usaha pembekapan, korban ditekan pada dinding atau dibafingkan lalu diduduki, maka carilah tanda-tanda kekerasan di daerah belakang kepala.
·         Benda asing menyumbat saluran nafas (terselak):
Biasanya merupakan suatu kecelakaan. Pembunuhan dengan cara ini jarang/bahkan tidak dijumpai sebab pada korban akan terjadi refleks muntah pada saat benda asing dimasukan.
·         Tenggelam
Dengan tenggelam dimaksudnkan : masuknya cairan ke dalam saluran nafas. Kematian oleh tenggelam terjadi karena:
-          kejang otot-otot pernafasan sehingga korbaan mati lemas
-          sumbatan jalan nafas oleh air yang masuk, diperberat dengan terjadinya pembentukan lendir yang kental dalam saluran nafas.
-          Jantung berhenti bekerja secara mendadak karena gangguan unsur-unsur kimia dalam darah.
Kematian biasanya terjadi kurang dari 5 menit. Waktu yang diperlukan untuk terapungnya kembali tubuh yan tenggelam ialah 2 x 24 jam. Ini dikaitkan dengan waktu yang diperlukan untuk terjadinya proses pembusukan dan pembentukan gas-gas dalam tubuh korban, sehingga memungkinkan tubuh terapung kepermukaan air. Pada mayat yang mati karena tenggelam dapat ditemukan :
1)      Busa halus kaluar dari lubang hidung dan/atau mulut sebagai akibat dihembuskannya udara nafas yang berulang-ulang melalui lendir yang kental di saluran nafas, pada saat menjelang kematian.
2)      Spasme Kadaverik : tangan korban yang masih menggenggam rerumputan atau tnaman air sebagai gambaran usaha menjangkau benda didekatnya saat menjelang kematian.
3)      Kerusakan bagian-bagian tubuh dikepala dan punggung karena gigitan hewan liar, kepiting dan ikan.
4)      Kulit yang mengeriput didaerah tertentu (telapak tanagan dan kaki) sebaagai pertanda terendam dalam air
5)      Untuk membuktikan bahwa korban memang meninggal karena tenggelam dan bukan meninggal didarat baru jatuh/dibuang kedalam air ialah dengan pemeriksaan secara mikroskopis pada jaringan paru-paru bagian tepi dan sum-sum tulang. Dengan ditemukannya semacam ganggang kersik (diatomae) dalam contoh jaringa tersebut memperkuat dugaan bahwa korban mati karena tenggelam.
             
b) Penekanan pada dinding saluran nafas atas
·         Pencekikan
Penekanan daerah leher dengan menggunakan satu atau kedua tangan. Dengan demikian akan nampak bekas kekerasan sebagai luka lecet jenis tekan pada daerah cekikan. Pada otopsi dapat dijumpai respan darah dibawah kulit dan pangkal tenggorokan dan kadangkala tulang lidah (tulang hyoid) patah.
·         Penjeratan
Ialah tindakan melingkari leher (dengan tali/kawat) dan lingkaran itu dipersempit dengan tenaga dari luar. Pada pembunuhan, biasanya letak jeraat agak rendah, mempunyai jarak dengan daru karena pembunuh lebih mudah mencapaimaksudnya (korbannya lekas meninggal).
·         Menggantung
Menyerupai penjeratan, hanya disini tenaga yang dipergunakan untuk mempersempit lingkaran jerat pada leher ialah berat badan korban sendiri. Berat badanpun dapat sebaagian atau keseluruhan. Bedanya dengan penjeratan, disini letak jerat di leher tinggi dan membentuk sudut puncak keatas. Apabila korban tergantung cukup lama, maka lebam mayat dapat dijumpai pada bagian terendah lengan dan tungkai. Ini merupakan salah atu hal yang penting dalam mengamati korban yang meninggal karena menggantung.
c) Penekanan pada dinding dada
·         Orang tertindih rerutuhan bangunan
·         Bayi tertindih selimut tebal




BABVIII
IDENTIFIKASI KEJADIAN

PENDAHULUAN
            Penentuan identitas seseorang adalah salah satu tugas kepolisian dari seluruh lingkup tugas kepolisian. Penentuan identifikasi tidak hanya pada orang yang mati saja, tetapi kadang-kadang juga menyangkut orang hidup.
PENYAJIAN
            Untuk mencari dan menentukan identitas perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1)      Identitas untuk orang hidup
a)      Penampilan secara umum (general appearance):
-          Tinggi badan
-          Berat badan
-          Jenis kelamin
-          Perkiraan umum
-          Warna kulit
-          Rambut
-          Mata
-          Dan lain-lain sinyalemen diri, misalnya jaringan perut tato dan sebagainya.
b)      Pakaian
Pengenalan pakaian ini sepenuhnya adalah tugas kepolisian yang setiap anggota POLRI harus mahr melakukannya. Buatlah catatan daftar ciri-ciri pakaian secara lengkap.
-          Jenis pakaian yang dipakai, kemeja, jaket, jam dan lain-lain.
-          Pola pakaian misalnya dengan saku,  beberapa banyak sakunya, letaknya.
-          Bahan pakaian: nilon, wol dan lain-lain.
-          Corak pakaian: berwarna, polos, bergaris, berkembang dan lain-lain.
-          Tanda/lebel/merek kemeja, celana dan lain-lain.
-          Ukuran besar kecilnya, misalnya kecil, sedang, besar (S,M dan L).
-          Tanda pengenal dari penyakitnya atau mungkin tanda dari penatu (binatu).
-          Demikian juga pakaian dalam harus dicatat seperti pakaian luar tersebut di atas.
-          Raba saku-saku pakaian apa ada tanda-tanda identitas diri. Apa yang ditenukan dalam saku diatat dan disimpan sebagai barang bukti, misalnya KTP, tiket/karcis KA, uang daan lain-lain.
-          Perhiasan kalau ada, mungkin cincin, gelang dan lain-lain yang mungkin ada tertera namanya.
c)      Sidik Jari
Merupakan tugas kepolisian untuk membuat/ mengambil sidik jari dan mencari apakah sebelumnya pernah disimpan dalam berkas POLRI. Sidik jari tidak akan berubah karenaa umur maupun akibaat luka.
d)      Jaringan Perut
Dapat berasal dari luka-lukamaupun akibat-akibat operasi. Catat letaknya, bentuknya, ukurannya, jenisnya, apakah luka (penyakit) atau akibat operasi. Kadang-kadang jaringan akibat luka ini yang tipis/halus pada umur yang lebih tua akan semakin tidaak jelas.
e)      Tato (rajahan kulit)
Seperti jaringan perut cTt sifat-sifat dan kadang-kadang jelas terbaca suatu nama atau kalimat tersebut. Perhatikan warna dan pola rajahan tersebut.
f)       Kesadaaran
Catat tingkat kesadaran, apakah benaar betul sadar, setengah sdar, mengigau dan lain-lain kelainan kejiwaan.
g)      Antropometrik
Mintalah bantuan dokter/ ahli untuk membuat pemeriksaan antrropometrik, difoto serta dibuat foto dengan sinar rontgen dan lain-lain.
h)      Medik
Mungkin perlu bantuan kedokteran pula untuk membantu menentukab identitas seseorang dari beberapa aspek kedokteran, misalnya :
-          Laboratorium untuk pemeriksaan golongan darah
-          Aspek kedokteran gigi (odontologi forensik) untuk membuat rekaman gigi geligi ( dental rekording ).
2)      Identifikasi dari mayat/kerangka
Personal identitas mayat timbul biasanya dalam keadaan sebagai berikut:
-          Mayat yang baru dan tidak dirusak misalnya diketemukan di sungai, tetapi tidak ada sarana identitas yang diketemukan seperti KTP dan lain-lain.
-          Mayat atau kelompok mayat yang mengalami luka-luka parah. Misalnya pada kecelakaan pesawat terbang dan lain-lain, yang dengan cara visum tidak mungkin ditentukan identitasnya, maka hanya tanda kelamin, perkiraan umur, dan tinggi-besar keadaan tubuh saja yang bisa diduga.
-          Mayat yang mengalami kehancuran yang lanjut akan tinggal kerangka saja. Untuk itu perlu bantuan ahli atau dokter untuk mencari identitas dengan penentuan:
·         Tinggi
·         Jenis kelamin
·         Umur
·         Kelainan-kelaainan pada tulang
·         Gigi geligi
8.1 Metode identifikasi
Dalam tahun 1879, seorang ahli antropoli berkebangsaan perancis bernama Alohonse Bertillon, mengadakan suatu sistem identifikasi dengan cara melakukan pengukuran atas bagian-bagian tubuh seseorang (tulang belulaang) yang secara teoritis ilmiah dianggap tidak akan berubah selama hidup.
            Kekurangan sistem bertillon itu terletak pada tidak adanya 2 orang yang dapat melakukan pengukuran dengan cara atau hasil yang sama. Seorang penjahat sering mendapatkan hasil pengukuran yang berbeda-beda.
            Seperti yang disebutkan tadi bahwa dalam sejarah telah diciptakan berbagai macam metode identifikasi antara lain : sinyalemen-sinyalemen potret dan antropometrri (ukuran-ukuran badan) atau yang disebut “Bertilonnage”, yang mulai dikembangkan kira-kira tahun 1882 di Francis kemudian ke Eropa dan Amerika Utara. Dalam praaktek ternyata bahwa metode-metode ini tidak memenuhi semua persyaratan yang seharusnya dimiliki oleh suatu netode identifikasi yang baik. Demikian juga dalam pelaksaan antrropometri, dimana orang-orang dibawah umur 20 tahun belum bolehterdaftar karena ukuran-ukuran badannya masih mengalami pertumbuhan. Suatu metode identifikasi lain yang jitu telah ditemukan dalam bentuk “Dactiloscopy” (ilmu tentang sidik jari)isitilah ini mula-mula dipakai oleh seorang dokter di ArgentinanFransisco Latzina yang secara atimologi terdiri atas kata-kata: dactulos = jari-jari, scopien = engamati. Dasar dari dactiloscopy :
·         Tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari yang sama.
·         Sidik jari tidak berubah selama hidupnya seseorang.
Sifat-sifat tersebut di atas menjadikan sidik jari seseorang bisa dipakai sebagai alat yang sangat berguna untuk menentukan idenstitas seseorang
8.2 Cara-cara mengumpulkan Bahan/Data Pengenal Yang diperlukan
Dalam pengumpulan bahan-bahan untuk keperluan pengenalan dan penyidikan diperlukan hal-hal sebagai berikut:
-          sinyalemen dari orang yang disidik oleh polisi
-          suatu sinyalemen potert dari orang-orang/seseorang
-          satu atau lebih sidik jari
-          modus operandi (cara bekerja dari seorang penjahat)
Dengan bantuan alat-alat tersebut tadi, maka polisi yang bertugas menyidik seseorang sangat mudah untuk mengenalnya diantara kumpulan orang banyak. Kecuali dactiloscopy lain halnya, sebab dalam ilmu sidik jari adanya persamaan tapak jari tersebut baru bisa ditentukan dengan melihat dan meneliti sidik jari yang telah diambil dengan seseorang yang sedang di tahan.


BAB IX
N A R K O T I K A
PENDAHULUAN
Untuk kepentingan dan ilmu pengetahuan dalam UU No. 9 Tahun 1976, tentang narkotika dibuka kemungkinan untuk mengimpor narkotika, mengekspor obat-obatan yang mengandung narkotika, menanam dan memelihara papaper, koka, dan ganja.
PENYAJIAN
9.1 Pengenalan Narkotika dan Psikotropika
Penggolongan narkotika menurut cara pembuatan dibagi dalam;
1.      Narkotika alam
A.      Opium
didalam perdagangan, kita mengenal 3 macam opium, yaitu :
-          Opium mentah
Opium mentah adalah getah yang membeku sendiri diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum Linn, familia Papaveraceae. Getah ini dikeringkan dengan bantuan sinar matahari atau dengan pengering buatan dan dibentuk mirip kue. Getah ini mula-mula berwarna putih yang keudian berubah menjadi coklat, coklat tua, coklat hitam. Tanaman ini tumbuh di Asia Kecil, Persia, Cina, Afrika, India yang di budidayakan di negara-negara Balkan, Hongaria, dan daerah segi tiga emas.
Ciri-ciri Opium mentah:
§  Massa kental;
§  Padat;
§  Berbentuk empat persegi panjang berukuran lebar 8-15 cm, tebal ±3 cm;
§  Berat antara 03-2 kg;
§  Warna coklat hitam atau hitam; dan
§  Bau khas opium, lebih-lebih dibakar.
-          Opium Masak
Terbagi dalam :
                                                                    i.            Candu, yaitu hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui rentetan pengolaham, khususnya dengan pelarutan, pemanasa, dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstark yang cocok untuk pemadatan.
Ciri-ciri Candu:
§  Cairan kental;
§  Warna coklat sampai coklat hitam; dan
§  Bau khas opium.
                                                                  ii.            Jicing, yakni sisa-sisa candu setelah dihisap dengan atau tanpa campuran daun opium atau bahan laain.
Ciri-ciri jicing:
§  Bentuk grandul;
§  Warna hitam;
§  Bau khas opium.
                                                                iii.            Jicingko, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing. Ciri-ciri jingko adalah bentuk grandul, warnah hitam, bau khas opium.
-          Opium obat
Opium obat adalah opium kental yang mengalami pengolahan, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan, baik dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk lain, sesuai dengan syarat yang ditentukan didalam buku resmi yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan (Farmakologi Indonesia). Ciri-ciri opium obat : bentuk bubuk, warna coklat atau hitam dan bau khas.
B.      Koka
Tanaman koka adalah tanaman dari semua penus Ertythroxylon dari familia Erythroxilaceae. Tersebar di Amerika Selatan terutama Peru, Bolivia dan dibudidayakan dalam jumlah besar dibagian timur pengunungan Andes, mulai dari boliavia sampai Argentina. Di indonesia tanaman ini juga tumbuh, sehingga pada zaman Belanda dikenal juga istilah Java Coca.
Ciri-ciri tanaman koka:
§  Merupakan tanaman perdu;
§  Dapat mencapai tinggi 1,5 meter;
§  Tanaman berkayu dan bercabang;
§  Daun letaknya berselingan, melekat pada tangkai batang; dan
§  Bentuk daun bulat telur.
C.     Cannabis sativa (Ganja = mariyuana = dagja = kif)
Tanaman ganja adalah semua bagian yang termasuk biji dan termasuk buahnya dari semua tanaman Genus Canabis dari Familia Moraceae. Cannabis Indica adalah salah satu jenis Cannabis yang terbanyak mengandung resin dari jenis lainnya.
            Tanaman ini tumbuh di India, Afrika, Amerika Selatan, serta Indonesia dan merupakan tanaman perdu yang mudah tumbuhdengan mencapai tinggi ± 2meter. Tanaman berumah dua mempunyai pucuk-pucuk yang berbunga dan dua-duanya membentuk resin yang memiliki daya psikoaktif.
Ciri-ciri tanaman ganja:
ü  Bentuk daun
§  Berjari lima, selalu ganjil (3,5,7 dan seterusnya)
§  Tepi daun bergerigi;
§  Permukaan daun berbulu; dan
§  Bila diremas mengenluarkan bau yang spesifik.
ü  Bentuk bunga
§  Ada dua macam bunga;
§  Bunga jantan mempunyai lima kelopak bunga; dan
§  Bunga betina berwarna merah lembayung.
ü  Bentuk buah kecil-kecil sebesar buah merica berwaarna kecoklat-coklatan.
Efek yang ditimbulkan oleh zat berkhasiat (resin) yang dikandung oleh tanaman tersebut, diantaranya tetra hidrokanabinol dan asara kanabional (canabinolicacid).
Dalam perdagangan dikenal istilah-istilah yang menunjukan bagian dari tanaman tersebut yangdigunakan sebagai narkotika.
·         Bhang, ialah kumpulan daun besar beserta cabang-cabang muda dari tanaaman betina.
·         Ganja, ialah kumpulan pucuk bunga tanaman betina
·         Damar Ganja, Charas = Hashish, ialah damar yang diambil daari tanaman ganja, termasuk hasil pengolahannya. Damar merupkan massa kental atau padat, berwarna coklat, berbentuk segi empat yang terkadang tidak beraturan dan berbau khas agak merangsang.
·         Hashish Oil = minyak damar ganja. Ini merupakan  cairan kental berwarna coklat atau coklat hitam.
2.      Narkotika Semisintetik
Yang dimaksud dengan narkotika semisintetik ialah narkotika yang dibuat dari alkaloid opium yang mempunyai inti phenanthren dan diproses secara kimiawi menjadi suatu bahan obat yang berkhasiat sebagai narkotika dan analgetika (penghilang rasa sakit). Contoh; heroin. Berbentuk serbuk putih, kuning coklat atau berwarna coklat. Kadan-kadang ditemukan dalam bentuk granul, berbau seperti cuka dan rasanya pahit. Dalam perdagangan heroin disebut juga Hongkong, Roks, Brown Sugar, Chinese Heroin, Whete dragon pearl.

9.2 Gejala Penyalagunaan liarkotika/psikotropika
a.       Narkotika
1)      Opium (antara lain morfin, heroin)
Yang paling sering digunakan adalah dengan cara menyuntikan, meskipun permulaannya kadang-kadang dipakai dengan cara meroko. Gejala yang timbul setelah pemakaina opim adalah gembira berlebihan, banyak bicara tapi cadel dan ada kemungkinan gejala yang muncul adalah menjadi tak peduli dengan keadaan sekitarnya (apatis) dan ngantuk, kemampuan daya penilaian menjadi berkurang dan sering bersikap pesuruh (menentang melakukan hal-hal yang melawan hukum).
2)      Kokain
Penggunaan yang sering adalah dengan cara menaruh bubuk kokain pada selaput lendir hidung kemudian dihirup.kadang-kadan juga disuntikan. Gejala yang timbul adalah hiper aktif, rasa gembira, rasa harga diri meningkat, banyak bicara, mungkin dapat terjadi mual, muntah dan berkeringat/raa dingin.
3)      Ganja
Ganja (mariyuana, hasis), lebih sering digunakan dengan cara merokok dan menimbulkan gejala-gejala antara lain seolah-olah waktu berlalu dengan lambat (Apatis). Merasa seolah-olah bunyi musik lebih asik, selain itu mata menjadi merah dan mulut kering. Juga dapat terjadi kecurigaan yang tidak beralasansama sekali dan hal ini dapat menimbulkan akibat suatu tindak pidana.
b.      Psikotropika
Penyalahgunaan psikotropika dari jennis yang termasuk obat penenanng dnan obat tidur dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip antara satu sama lainnya.mulai dengan gejala emosi yang labil, mudah tersinggung, banyak bicara meskipun cadel, semponyongaan, gangguan perhatian/daya ingat yang berlanjut dengan hilangnya kontrol pada rangsang seksual serta agresivitas dan dapat menimbulkan perilaku penyimpangan yang berakibat pada pelanggaran hukum.
9.3 Bahaya penyalagunaan narkotika/psikotropika
Bahaya-bahaya itu dapat terjadi dan berakibat pada hal-hal sebagai berikut;
a.       Gangguan kesehatan fisik
Gangguan kesehatan fisik antar lain ;
1)      Ketergantungan. Salah satu ciri ketergantungan dapat berupa adanya sindrom putus obat (whitdrawal syndrome) yaitu tidak dipakainya lagi/pengurangan dosis narkotika/psikotropika oleh karena berbagai sebab akan menimbulkan gejala-gejala baik yang ringan maupun berta, tergantung dari jenis obat yang dipakai.
2)      Penyakit yang timbul akibat penyalahgunaan jenis narkotika tertentu (misalnya morfin, heroin) karena pemakaian dengan alat suntik dan cairan pelarut yang tidaksteril. Akibatnya dpat terjadi penyakitradang hati (lever), radaang pembuluh darah balik (vena), radang ginjal, radang jantung daan radang paru-paru.
3)      Keadaan gawat sampai dengan kematian akibat kelebihan dosis (over dosis)
b.      Gangguan kesehatan jiwa
Gangguan ini bervariasi muli dengan gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat sampai proses gangguan proses pikir dan gangguan prilaku.
c.       Gangguan fungsi sosial/pekerjaan
Seringnya timbul kerusuhan di rumah akibat penyalahgunaan narkotika/psikotropika dapat menyebaabkan hubungan dengan orang lain dan saudara-saudaranya menjadi renggang dan makin jauh.
d.      Gangguan kepada ketertiban dan keamanan masyarakat
Karena sering membuat onar/kerusuhan, mencuri, menodong dan lain-lain maka terpaksa berurusan dengan penegaak hukum.




BAB X
KASUS-KASUS KRIMINALITAS

PENDAHULUAN
Di indonesia orang berusah bunuh diri karena bebagai macam sebab diantaranya dengan gantung diri. Perbuatan yang mengakibatkan kematian. Orang yang menggantung diri itu sampai mati karena:
a.       Lemas, sebab pemasukan hawa keparu-paru dari pangkal tenggorokan yang melalui batang tenggorokan tidak berjalan.
b.      Otak tidak dapat aliran darah sebab urat-urat darah leher terbendung sehingga korban mula-mula pingsan kemudian mati.
c.       Denyut jantung terhenti akibat urat-urat saraf heler tertekan dan menyebabkan urat saraf terpenting yanitu nervus vagus turut tertekan, sehingga denyut jantung terhenti.
PENYAJIAN
10.1 Gantung Diri
            Orang yang menggantung diri itu biasanya dalam kondisi bingung, saraf terganggu, sehingga tidak sempat membuat simpul tali yang sulit. Sebelum menurunkan korban, hendaknya mengadakan pemeriksaan disekitarnya sampai selesai. Pemutusan tali harus dilakukan diluar simpul, sehingga simpulanya tidak rusak dan dapat di usut. Tanda-tanda gantung diri adalah;
a.       Air muka menjadi biru
Ini keadaan yang lazim. Sebabnya adalah pembuluh darah balik (aderen) lebih besar, lebih lunak dan dindingnya lebih tipis dari pembuluh darah nadi (slagaderen). Pembuluh darah balik itu mengalirkan darah dari kepala ke jantung, sedangkan pembuluh darah nadi leher mengalirkan darah dari jantung ke kepala. Akibatnya pembuluh darah balik leher tertekan lebih dahulu, sehingga pengaluran darah dari kepala menjadi tertutup. Pembuluh nadi leher tidak segera tertekan sama sekali dan sementara masih dapat mengalirkan darah ke kepala. Jadi, banyak darah terbendung dikepala, yang mengakibatkan air muka menjadi biru.
b.      Air muka menjadi pucat
Sebab-sebabnya adalah semua urat darah leher tertekan, sehingga pengaliran darah tertutup sama sekali. Jadi pengaliran darah ke dan dari kepala tertutup sama sekali, sehingga air muka menjadi pucat.
c.       Air muka separuh biru dan separuh lainnya pucat
Sebanya ialah simpul tali pada leher tidk terdapat dibelakang kepala, tetpi di samping kepala.
d.      Lidah menjulur keluar
Disebabkan pangkal tenggorrokan tertekan ke belakang dan keatas. Menjulurnya lidah ini tidak selalu terdapat pada korban gantung diri saja, tapi praktisi juga terdapat pada semua mayat yang sudah dalam keadaan bususk. Bahkan kadang-kadang juga pada pengantungan diri tidak terdapat lidah yang menjulur.
10.2 Mati tenggelam
            Kemungkinan penyebab terjadinya tengelam di kolam atau di sunga adalah bunuh diri, kecelakaan atau karena sengaja dianiaya atau dibunuh oleh orang lain. Pertama-tama bagi penyelidik yang penting ialah mengusut apakah benar orang itu bunuh diri atau mendapat kecelakaan dalam air, atau sudah mati dibunuh yang kemudian dilemparkan kedalam air.
            Orang yang bunuh diri atau mendapat kecelakaan dalam air pada waktu menjatuhkan diri atau jatuh kedalam air masih hidung dan berkesempatan bernapas. Artinya orang itu masih sempt menyedot hawa dan waktu bernapas turut tersedot kedalam gelembung paru-paru.
10.3 Korban Keracunan
            Berbagai macam racun yang dapat merusak anggota tubuh manusia adalah asam belerang, asam sendawa, asam garam, asam cuka dan asam biru, bahkan juga alkali, air raksa, sublimat, timbal, warangan, juga bermacam-macam obat tidur seperti adelin, veronal, bromural dan sebagainya, candu morfin, nikotin, kecubung, tuba, air karbol dan lain-lain.
            Bunuh diri dengan asam belerang, asam sendawam asam garam, dan asam cuka mengakibatkan perubahan kulit disekita mulut korban yakni gosong menjadi kehitam-hitaman. Sedngkan warangan menyebabkan korban muntah-muntah atau mencret. Warangan banyak digunakan karena murah. Oleh karena itu muntahan dan kotoran berak harus diambil untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium.
            Jika korban meningal akibat racun, maka polisi harus segera mencari bahan-bahan racun ditempat sekitarnya untuk bukti, misalnya sisa waarangan, sisa jenis asam, pil tidur atau wadah seperti gelas, stoples, botol, tube, doos, kertas bungkusan, dan sebagainya.
Apabila sisa-sisa makanan dan minuman serta muntahan, kotoran , air kencing dan lain-lainnya itu hendak dibungkus (ditaurh dalam botol, stoples dan lain-lain) harus diberi bahan pengekal (pengawet). Bahan yang paling baik untuk itu ialah alkohol 96%.
Bahan pengekal itu ini gunanya juga untuk mencegah agar bahan-bahan lainnya yang tercampur dengan racun, seperti nasi, ikan, daging dan sayur, tidak lekas busuk dan proses pembusukan itu jangan sampai mempengaruhi adanya racun tersebut. Apabila hendak di bawa kelaboratorium maka semuanya harus dibawa selain korban yaitu barang/benda yang berada disamping, bawah, atas serta pembungkus mayat itu karena kemungkinan juga ada racunnya yang dicari.
10.4 Abortus (keguguran)
a.       Pengertian
Abortus (keguguran) adalah keadaan yang terjadi dalam pengakhiran atau ancaman pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.
b.      Pembagian
Dibagi atas ;
1)      Abortus spontan: terjadi dengan sendirinya, tanpa usaha diluar.
2)      Abortus provokatus: terjadi karena diusahakan.
Jika diusahakan dengan menggunakan obat-obatan atau alat-alat dengan tujuan pengobatan, maka disebut abortus provokatus medisinalis/terapeutikus. Jika diushakan tanpa alasan diaas dan bertentangan dengan undang-undang dinegara ini dinamakan provokatus kriminalis.
c.       Aspek hukum abortus
Dalam KUHP tidak dibedaakan pengertian mengenai abortus provokatus apakah itu untuk kepentingan pengobatan (medisinalis), yaitu tindakan mengusahakan abortus untuk menyelamatkan jiwa ibu, ataukah itu merupakan abortus kriminalis yang sebenarnya merupakan usaha untuk melepaskan tanggung jawab dan terlarang.
Dalam menegakkan pasal-pasal KUHP yang berkaitan dengan kasus abortus, maka sebaiknya penyidik meminta bantuan dokter agar tidak terjadi bahwa kasus abortus kriminalis terlewatkan karena dibuat seolah-olah merupakan abortus kriminalis dengan tujuan keelamatan jiwa ibu. Sebaliknya kasus abortus jangan sampai dicurigai mempunyai unsur kejaahatan, mengingat adanya abortus yang merupakan bagian dari suatu penyakit, sehinga tindaakan abortus sendiri merupakan usaha untuk menyelamatkan jiwa ibu.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar