KEPEMILIKAN HARTA BERUPA HAK ATAS TANAH AKIBAT
PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG PERKAWINAN
Submitted by admin on Wed,
01/02/2013 - 20:21
|
Title
|
KEPEMILIKAN HARTA BERUPA HAK ATAS
TANAH AKIBAT PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN
1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
|
|
Publication Type
|
Thesis
|
|
Year of Publication
|
2011
|
|
Authors
|
|
|
Academic Department
|
Hukum Perdata
|
|
Degree
|
S1
|
|
University
|
Fakultas Hukum Unla
|
|
Thesis Type
|
Skripsi
|
|
Other Numbers
|
41151010070157
|
|
Keywords
|
|
|
Abstract
|
Perkawinan berbeda kewarganegaraan
atau biasa disebut perkawinan campuran sudah sedemikian banyak terjadi di Indonesia,
dan sebagai catatan perkawinan campuran sebagian besar dilakukan oleh wanita
Warga Negara Indonesia. Pada umumnya sebuah keluarga menginginkan keluarga
yang kekal dan bahagia. Harapan tersebut memang menjadi tujuan utama dalam
sebuah keluarga. Namun dalam kenyataannya, perjalanan sebuah keluarga tidak
selalu mulus, ada kemungkinan timbul penyimpangan dari apa yang sudah
direncanakan oleh setiap pasangan. Sering terjadi benturan-benturan
kepentingan yang disebabkan perbedaan kebudayaan, kebiasaan dan tingkah laku
suami istri. Hal ini terbukti dari banyaknya perceraian yang terjadi. Seperti
halnya perceraian pada perkawinan biasa, perceraian dalam perkawinan campuran
juga menimbulkan akibat hukum, salah satunya terhadap harta bersama.
Perkawinan campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan perkawinan antar dua orang yang di
Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan
dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Permasalahan yang saya
angkat dalam penulisan tugas akhir ini adalah mengenai kepemilikan atas tanah
yang merupakan harta bersama yang bermula dari perkawinan campuran yang
mengakibatkan perceraian dan menimbulkan kepemilikan hak atas tanah bagi Warga
Negara Asing. Tujuan penelitian ini untuk menemukan bentuk yang tepat
terhadap kepemilikan hak atas tanah dan menentukan akibat hukum pembagian
harta akibat perceraian dalam perkawinan campuran.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dengan menggunakan metode deskriptif analitis yang bertujuan untuk memberikan suatu gambaran mengenai kepemilikan hak atas tanah akibat perkawinan campuran dengan pendekatan secara yuridis normatif, yaitu menitikberatkan pada studi dokumen dan penelitian kepustakaan untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul, berupa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian dan analisis yang diperoleh dalam penyusunan skripsi ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan kepemilikan harta hak atas tanah diatur dalam UUPA hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai tanah hak milik yang tercantum dalam Pasal 21 UUPA dan apabila terjadi perceraian dalam perkawinan campuran tanah hak milik diatur menurut hukumnya masing-masing yang tercantum dalam Pasal 37 UU Perkawinan yaitu UUPA. Orang asing selama jangka waktu satu tahun dapat mempunyai hak pakai dan setelah jangka waktu tersebut maka haknya hapus dan beralih ke negara. Namun dapat dialihkan haknya kepada orang lain sebelum jangka waktu tersebut habis. |
|
Full Text
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Tanah merupakan komponen terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hampir semua aspek kehidupan manusia memerlukan tanah, baik untuk kepentingan pemukiman maupun berbagai kepentingan lainnya. Demikian pula dengan pembangunan, semua kegiatan pembangunan yang dilakukan membutuhkan areal tanah sebagai prasarananya. Pertumbuhan penduduk dan semakin pesatnya pembangunan menyebabkan kebutuhan terhadap tanah terus meningkat, sementara luas tanah yang tersedia sangat terbatas, oleh karena itu permasalahan di bidang pertanahan perlu mendapatkan perhatian serius serta pengaturan agar sumber daya tanah dapat dimanfaatkan. Fungsi tanah sangat penting maka pemerintah mengatur dan mengurus masalah pertanahan agar tidak menimbulkan berbagai permasalahan penggunaan, peruntukan dan pemilikan tanah sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa semua kekayaan alam dikuasai oleh negara. Berdasarkan UUD tersebut, maka pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (dikenal dengan nama UUPA) pada tanggal 24 September 1960. Ditetapkannya UUPA berarti telah diletakkan landasan yang kokoh bagi penyelenggaraan administrasi pertanahan guna mewujudkan tujuan nasional. Maka pengaturan mengenai pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah diharapkan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dalam UUPA terdapat pembatasan kepemilikan orang asing terhadap tanah yang berkaitan dengan harta perkawinan, yaitu dalam Pasal 21 UUPA. Penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah perlu ditata kembali secara adil dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat serta kelestarian sumber daya agraria dan lingkungan hidup. Arah penataan itu didasarkan prinsip-prinsip mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah serta keberpihakan kepada rakyat tanpa menghilangkan investasi. Pengelolaan sumber daya agraria atau sumber daya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan atau kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya, serta timbulnya berbagai konflik. ) Pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia, mencakup disegala bidang kehidupan termasuk bidang hukum yang diperlukan bagi segenap masyarakat Indonesia, sehingga dapat terwujud masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila yang dijabarkan dalam UUD 1945. Dalam Pancasila dengan sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau kerohanian. Perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disingkat menjadi UU Perkawinan) yaitu suatu ikatan lahir batin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan mempunyai peranan yang penting dalam membentuk keluarga yang bahagia, tetapi juga berhubungan dengan keturunan, yang merupakan tujuan dari perkawinan. Merupakan kodrat manusia untuk hidup berdampingan dengan sesamanya dan berusaha untuk meneruskan keturunan dengan cara melangsungkan perkawinan, yaitu pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam waktu yang sama. Manusia diciptakan dengan keanekaragaman yang dimiliki, yaitu adanya perbedaan suku bangsa, adat, budaya dan agama. Dimana perbedaan-perbedaan tersebut tidak bisa menghilangkan kebutuhan manusia untuk saling berinteraksi antar individu yang satu dengan yang lainnya. Dalam kehidupan manusia terjadi tiga peristiwa hukum, yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian yang sering kali seringkali menimbulkan perselisihan dalam siklus kehidupan manusia. ) Seorang lelaki mencari seorang perempuan untuk teman hidupnya. Perempuan mencari lelaki untuk sandaran hidupnya. Dari keduanya mengadakan hubungan yang bersifat tetap yang tertuju kepada pelaksanaan hidup yang sama, dimana kepentingan kedua belah pihak saling bertemu. Sebagai akibat interaksi tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya perkawinan antar bangsa. Perkawinan antar bangsa atau yang disebut juga perkawinan campuran karena berbeda kewarganegaraan, secara tidak langsung akan berhubungan dengan kewarganegaraan masing-masing pihak dengan negaranya. Dari hal tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik antara negara dan warganya. Dari kewarganegaraan yang diperoleh karena perkawinan tersebut, akan menentukan hukum publik maupun hukum perdata yang berlaku bagi masing-masing pihak. ) Berlakunya UU Perkawinan tersebut ada satu hal yang harus mendapatkan perhatian dan menjadi satu fenomena yang masih diperdebatkan yaitu tentang perkawinan beda kewarganegaraan. UU Perkawinan secara eksplisit tidak mengatur tentang perkawinan beda kewarganegaraan, sedangkan pada kenyataannya sering terjadi sebagaimana yang telah terjadi pada beberapa artis di Indonesia. Salah satu hal yang biasanya menjadi kendala bagi orang yang melaksanakan pernikahan beda kewarganegaraan baik di dalam maupun di luar negeri adalah mengenai perlindungan hukum apabila dalam perkawinan di Indonesia misalnya terjadi perceraian yang berimbas dalam hal pembagian harta, hak asuh anak dan sebagainya. Hal ini tentu saja menyulitkan lembaga perkawinan di Indonesia dalam proses penyelesaiannya karena melangsungkan perkawinannya di luar negeri. Keadaan ini memberikan anggapan bahwa UU Perkawinan dinilai tidak memberikan perlindungan terhadap warganya yang melangsungkan pernikahan berbeda kewarganegaraan, sehingga tidak adanya kepastian hukum. Padahal mereka adalah warga negara Indonesia (WNI) yang mempunyai hak untuk dilindungi oleh hukum. Khususnya apabila terjadi perceraian dalam suatu perkawinan campuran dimana pihak yang cenderung akan dirugikan adalah pihak perempuan WNI yang melangsungkan perkawinan dengan laki-laki warga negara asing (WNA) dan masalahnya apabila terjadi perceraian adalah mengenai pembagian harta bersama dimana seorang WNI yang melakukan perkawinan campuran akan berakibat pada kehilangan hak-haknya atas tanah atau properti yang dimilikinya yaitu hak milik, hak guna bangunan dan hak guna usaha. Ini dikarenakan setelah melakukan perkawin campuran, harta benda yang diperoleh selama perkawinan merupakan harta bersama yang mengacu pada Pasal 35 UU Perkawinan, sehingga mengakibatkan pasangan yang berstatus WNA untuk turut memiliki property tersebut dan berujung pada percampuran harta. Apabila tanah atau harta benda tersebut tetap ingin dimiliki oleh WNI maka harus menggunakan perjanjian perkawinan atau perjanjian pranikah yang mengatur pemisahan harta suami dan istri. Hal-hal tersebut di atas menjadikan peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian sebagai berikut “KEPEMILIKAN HARTA BERUPA HAK ATAS TANAH AKIBAT PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang akan dibahas dalam identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan kepemilikan hak atas tanah sebagai harta perkawinan dalam perkawinan campuran di Indonesia menurut UUPA dan UU Perkawinan? 2. Bagaimanakah akibat hukum pembagian harta hak milik tanah bila terjadi perceraian dalam perkawinan campuran di Indonesia menurut UU Perkawinan?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk menemukan bentuk yang tepat terhadap kepemilikan hak atas tanah sebagai harta perkawinan dalam perkawinan campuran menurut UUPA dan UU Perkawinan. b. Untuk menentukan akibat hukum pembagian harta akibat perceraian dalam perkawinan campuran menurut UU Perkawinan.
D. Kegunaan Penelitian
Melalui penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu antara lain: 1. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis yang diharapkan dari penulisan ini adalah agar dapat menambah serta mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai kepemilikan hak atas tanah akibat perkawinan campuran yang ditinjau dari UUPA dan UU Perkawinan. 2. Kegunaan Praktis Disamping kegunaan teoritis, penulisan ini diharapkan juga dapat memenuhi kegunaan praktis, sebagai berikut: a. Sebagai bahan acuan yang bermanfaat bagi pihak lain yang memerlukan sebagian bahan perbandingan. b. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk Warga Negara Indonesia yang menikah dengan Warga Negara Asing atau melakukan perkawinan campuran mengenai kepemilikan harta hak milik atas tanah dalam perkawinannya.
E. Kerangka Pemikiran
Hukum mengatur hak setiap warga yang terdapat dalam UUD 1945, yang disebut sebagai Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia merupakan hak yang paling mendasar yang dimiliki oleh setiap manusia dan timbul sejak manusia itu dilahirkan ke dunia ini. Salah satu hak asasi manusia yang dipunyai oleh setiap warga negara adalah hak untuk membentuk keluarga dalam suatu perkawinan yang menyangkut hak atas harta yang dimiliki di dalam perkawinan tersebut. Pembentukan keluarga yang menjadi hak dari setiap warga negara diatur dalam UUD 1945 sebagai dasar hukumnya. Adapun yang merupakan dasar hukum mengenai perkawinan adalah Pasal 28B ayat (1) yang berbunyi sebagi berikut: Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Ketentuan mengenai perkawinan selain terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan campuran tercantum dalam Pasal 57-62 UU Perkawinan. Pasal 57 menjelaskan, bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang di Indonesia yang tunduk kepada hukum yang berlainan, karena perbedaan status kewarganegaraan. Sejak diberlakukannya UU Perkawinan, perkawinan beda agama dilarang, akan tetapi perkawinan antara WNI dan WNA selama memenuhi syarat-syarat hukum Indonesia boleh dilakukan berdasarkan Pasal 57 sampai dengan Pasal 62 UU Perkawinan. Perkawinan WNI yang dilangsungkan di luar negeri berlaku Pasal 56 UU Perkawinan, yang mana mengatur untuk setiap perkawinan WNI di luar negeri, yang berlaku adalah asas lex loci celebrationis. Asas ini memiliki arti bahwa perkawinan harus dilaksanakan berdasarkan hukum negara dimana perkawinan dilangsungkan. Akan tetapi pelaksanaan Pasal 56 harus didahului dengan pelaksanaan Pasal 60 UU Perkawinan, yang menyatakan bahwa setiap WNI yang hendak menikah harus memenuhi persyaratan materiil dan konsepsi perkawinan yang ditentukan oleh UU Perkawinan. Harta perkawinan tercantum dalam Pasal 28G UUD 1945, bahwa setiap orang berhak atas harta benda yang di bawah kekuasaannya. Harta benda dapat berupa hak milik yang disebutkan dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Pasal 35 UU Perkawinan menjelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dalam perkawinan ada yang disebut dengan perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh pasangan calon pengantin, baik laki-laki maupun perempuan sebelum perkawinan mereka dilangsungkan dan isi dari perjanjian tersebut mengikat hubungan perkawinan mereka. ) Perjanjian Perkawinan merupakan perjanjian antara calon suami dan calon istri mengenai harta perkawinan. Isi Perjanjian Perkawinan terbatas hanya untuk mengatur harta kekayaan dalam perkawinan dan tidak dapat mengatur hal-hal lain yang berada di luar harta perkawinan, misalnya tentang kekuasaan orang tua terhadap anak. Perjanjian Perkawinan tentang hal-hal diluar harta perkawinan adalah tidak sah. Perjanijan Perkawinan hanya dapat dibuat “pada waktu” atau “sebelum” perkawinan berlangsung. Perjanjian Perkawinan yang dibuat “setelah” dilangsungkannya perkawinan menjadi tidak sah dengan sendirinya batal demi hukum. Syarat lain Perjanjian Perkawinan adalah harus dibuat “dalam bentuk tertulis”. Perjanjian dalam bentuk tertulis ini harus disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Dengan dilaksanakannya pencatatan tersebut maka isi Perjanjian Perkawinan baru dapat mengikat pihak ketiga yang bersangkutan dengan apa yang diperjanjikan. Suatu Perjanjian Perkawinan baru berlaku sejak dilangsungkannya perkawinan. Perjanjian tersebut tidak mengikat para pihak sebelum dilangsungkannya perkawinan, demikian juga perjanjian tersebut tidak lagi mengikat setelah terjadinya perceraian. Selama dalam masa perkawinan, Perjanjian Perkawinan tidak dapat dirubah kecuali ada persetujuan kedua belah pihak. Selain adanya persetujuan kedua belah pihak, persetujuan tersebut juga tidak boleh merugikan pihak ketiga yang berkepentingan. Karena saat ini perkawinan campuran sudah banyak terjadi di Indonesia, dan sebagai catatan perkawinan campuran sebagian besar dilakukan oleh wanita WNI, maka Pemerintah dan DPR pada akhirnya telah menyepakati bersama Rancangan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang saat ini telah diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2006, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4634, yang diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2006. Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 secara substansi jauh lebih maju dan demokratis dari pada Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958, karena dalam pembentukan undang-undang tersebut telah mengakomodasi berbagai pemikiran yang mengarah kepada pemberian perlindungan warga negaranya dengan memperhatikan kesetaraan gender. ) Hukum merupakan sarana pembaharuan masyarakat. Hal ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa adanya keteraturan dan ketertiban dalam usaha pembangunan dan pembaharuan dan itu merupakan sesuatu yang diinginkan bahkan dipandang perlu karena inti dari keteraturan adalah kepastian hukum, ) sedangkan ketertiban merupakan tujuan pokok dan pertama daripada segala hukum dan kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. ) Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat adalah hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum. Peraturan hukum tersebut dapat berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Dengan demikian hukum juga dapat berjalan ke depan bersama dengan kemajuan dibidang ekonomi di dalam mencapai masyarakat adil dan makmur. ) Hukum berbeda dari kaidah-kaidah sosial lainnya, yaitu bahwa penataan ketentuan-ketentuannya dapat dipaksakan dengan suatu cara yang diatur, yang berarti bahwa pemaksaan guna menjamin penataan ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri tunduk pada aturan-aturan tertentu baik mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya dan ini tampak dengan jelas dalam suatu negara dimana pemaksaan itu biasanya berada di tangan negara dengan alat-alat perlengkapannya. ) Sedangkan salah satu fungsi yang terpenting dari hukum adalah tercapainya keteraturan dan kepastian dalam kehidupan manusia di masyarakat. ) Berkaitan dengan hal tersebut di atas, tanah yang termasuk dalam bidang agraria dan merupakan salah satu objek hukum dan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia membutuhkan suatu landasan hukum yang tertulis agar tercapainya ketertiban masyarakat. Berbicara mengenai agraria, yang akan terpikir bahwa agraria selalu berhubungan dengan tanah. Pengertian dari tanah itu sendiri meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, bahkan dalam batas-batas yang ditentukan juga ruang angkasa. ) Yang dapat dihak oleh seseorang hanya permukaan bumi saja yang disebut tanah. ) Dengan demikian yang menjadi objek hukum agraria adalah bumi (termasuk tanah), air, ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung di dalamnya. ) Hukum agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur agraria. ) Istilah agraria dalam kamus umum bahasa indonesia yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta merupakan istilah yang dipakai untuk merujuk pada urusan pertanian (perkebunan), sedangkan istilah tanah diartikan sebagai berikut: ) 1. Bumi, dalam arti permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali, keadaan bumi, permukaan bumi yang diberi batas, daratan. 2. Permukaan bumi yang berbatasan dan ditempati suatu bangsa atau yang diperintah oleh suatu negara. 3. Bahan-bahan bumi atau bumi sebagai bahan sesuatu. 4. Dasar.
Hukum agraria yang berlaku di
Indonesia merupakan hukum yang berasal dari hukum asli bangsa Indonesia,
dimana hukum agraria yang berlaku sebelum Tanggal 24 September 1960 bersumber
pada: )
1. Hukum Adat (Hukum Agraria Adat) yang menimbulkan hak-hak adat yang tunduk pada hukum agraria adat, misalnya: tanah ulayat, tanah milik, tanah usaha, dan lain-lain yang merupakan tanah-tanah Indonesia. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang menimbulkan hak-hak Barat atau hak-hak Eropa yang tunduk pada hukum Agraria Barat (tanah-tanah Barat atau tanah-tanah Eropa), misalnya: tanah eigendom, tanah erfpacht, tanah opstal dan lain-lain.
Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
disebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Dasar konstitusional tersebut yang kemudian dipakai oleh UUPA sebagaimana dilihat dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut: (1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. (2) Hak menguasai dari negara dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang untuk: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Macam-macam hak atas tanah yang
diatur dalam Pasal 16 UUPA yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 ialah: a. Hak milik, b. Hak guna usaha, c. Hak guna bangunan, d. Hak pakai, e. Hak sewa, f. Hak membuka tanah, g. Hak memungut hasil hutan, h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53. (2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 ialah: a. Hak guna air, b. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan, c. Hak guna ruang angkasa.
Pada dasarnya hak atas tanah
adalah merupakan perwujudan dari hubungan hukum yang bersifat abstrak, untuk
itu dibutuhkan adanya surat atau alat pembuktian hak atas tanah sehingga
perlu adanya pengaturan untuk menyelenggarakan penerbitan alat-alat
pembuktian hak.
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang menjadi haknya. ) Banyak hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh perorangan tapi hak milik merupakan yang terkuat dan terpenuh, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh UUPA pada Pasal 20 ayat (1) yang berbunyi: Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hak milik ini tidak dapat dimiliki oleh setiap orang, kecuali hanya orang-orang yang memenuhi syarat saja seperti apa yang diatur dalam Pasal 21 UUPA yang menyatakan: 1. Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik. 2. Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya. 3. Orang asing yang sudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. 4. Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) Pasal ini.
Pada prinsipnya hanya Warga Negara
Indonesia tunggal yang boleh mempunyai tanah dengan hak milik.
Hak milik hanya boleh dipunyai orang baik sendiri-sendiri maupun bersama dengan orang lain. Badan hukum tidak boleh mempunyai tanah dengan hak milik, kecuali yang ditunjuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah adalah bank-bank yang didirikan oleh negara, perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan atas Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koprasi, badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/agraria, badan-badan sosial yang ditunjuk oleh menteri Pertanian/agraria. Terjadinya hak milik karena diberikan oleh pemerintah berdasarkan suatu penetapan, sedangkan seorang pemegang hak atas tanah lainnya tidak boleh memberikan hak milik, yang boleh dilakukannya adalah mengalihkan hak miliknya. Ketentuan Pasal 22 ayat (2) UUPA mensyaratkan bahwa penetapan pemerintah dimaksud, diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah. Kenyataannya Peraturan Pemerintah hingga saat ini belum ada dan justru penetapan pemerintah sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (2), saat ini diatur berdasarkan Peraturan Menteri. Hal ini merupakan masalah hukum, sebab terjadi kondisi suatu ketentuan yang semestinya diatur dengan Peraturan Pemerintah justru diatur oleh Keputusan Menteri. )
F. Metode penelitian
Sebagaimana lazimnya sebuah penelitian metode yang digunakan dalam menyusun penelitian merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan dalam tulisan ini penulis menjabarkan metode penelitian sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Dalam membahas permasalahan yang diajukan, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu suatu metode pendekatan yang menekankan pada ilmu hukum dengan cara penelitian terhadap inventarisasi hukum positif, di samping juga berusaha menalaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat. ) Penelitian ini digolongkan juga sebagai penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data-data sekunder. ) 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif analitis, yaitu memaparkan data sebagaimana adanya untuk kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut berdasarkan kaidah-kaidah yang relevan. ) Dalam hal ini menggambarkan bagaimanakah pengaturan harta hak milik atas tanah seseorang bila terjadi dalam perkawinan campuran menurut UUPA dan UU Perkawinan serta implementasinya di lapangan. 3. Tahap Penelitian Penelitian kepustakaan: Penelitian ini dilakukan dalam upaya mencari data sekunder yaitu berupa bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat pada masalah-masalah yang akan diteliti, yang terdiri dari: 1) Bahan-bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan, seperti: a) Undang-Undang Dasar 1945, b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), c) UUPA, d) UU Perkawinan, e) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. 2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, antara lain hasil karya ilmiah para sarjana dan hasil-hasil penelitian. 3) Bahan-bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan lain yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder yang berupa artikel-artikel koran, majalah, dan internet. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan adalah: Studi dokumen, dilakukan dengan cara mempelajari data sekunder yang telah diperoleh guna memperjelas masalah-masalah dalam hak milik atas tanah akibat perkawinan campuran dihubungkan dengan hukum positif di Indonesia. 5. Metode Analisis Data Analisis dilakukan secara yuridis kualitatif, data yang diperoleh mengenai kepemilikan harta berupa hak atas tanah disusun secara sistematis untuk selanjutnya dapat dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan permasalahan mengenai kepemilikan harta hak atas tanah yang akan dibahas dan hasinya dilaporkan dalam bentuk skripsi.
G. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang saling berkaitan satu sama lain, sehingga keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dalam membahas masalah yang menjadi objek penelitian, yang terdiri dari: BAB I, Merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah sebagai alasan pemilihan judul, identifikasi masalah agar penelitian terarah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian secara teoritis dan praktis, kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB II, Tinjauan umum mengenai perkawinan menurut UU Perkawinan dan hak-hak atas tanah menurut UUPA. Bab ini menguraikan tentang pengertian perkawinan, pengertian perkawinan campuran, pengertian perceraian, hak milik atas tanah menurut UUPA dan hak kepemilikan atas tanah dalam perkawinan campuran. BAB III, Menguraikan tentang praktik perkawinan campuran di Indonesia serta tanah hak milik dalam perkawinan campuran yang didalamnya mengangkat contoh kasus. BAB IV, Membahas mengenai kepemilikan harta berupa hak atas tanah akibat dari perkawinan campuran sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan dalam pembahasan ini juga membahas mengenai akibat hukum pembagian harta hak milik atas tanah bila terjadi perceraian. BAB V, Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari penelitian dan pembahasan bab-bab sebelumnya tersebut di atas, kemudian penulis mencoba memberikan saran-saran dari pembahasan skripsi ini. |
cek...mksh
BalasHapus